JAMBI EKSPRES:
Oleh Ninok Leksono
Seperti sering kita baca, dalam perusahaan modern yang kiprah bisnisnya banyak menggeluti, atau bertumpu pada, informasi, ada posisi yang tidak kalah penting dibandingkan CFO (chief financial officer), yakni CIO (chief information officer). Mereka berdua ada di bawah CEO (chief executive officer) yang mengendalikan keseluruhan operasi perusahaan.
Dalam dunia perbankan, yang kini juga banyak menyediakan layanan elektronik berbasis internet, tanggung jawab CIO amat besar. Ia harus menjamin keamanan transaksi, juga keamanan sistem informasi perusahaan yang amat sensitif. Maklum saja, upaya pembobolan rahasia bank, juga pembajakan transaksi, tak pernah surut.
Selama ini, kejar-mengejar antara pihak yang mengamankan dan pihak yang ingin menjebol bisa diibaratkan permainan komedi putar, selain terus terjadi, sulit dikatakan mana sebenarnya yang ada di depan (atau yang lebih unggul).
Dalam lingkup perusahaan, selain tugas pokok mengamankan informasi, untuk CIO kini muncul tugas baru. Didorong oleh munculnya perkembangan baru, CIO kini tidak saja berdimensi ”information”, tetapi juga ”innovation”, sehingga CIO adalah chief innovation officer.
Seperti dikemukakan Kelly Tan (The Business Times, 6/12), hal yang kini kritikal bagi pemimpin bisnis adalah mengetahui bagaimana teknologi potensial bisa dimanfaatkan untuk menggerakkan efisiensi lebih tinggi, juga memanfaatkan sumber daya secara lebih baik.
Tentang ”I” dalam CIO sendiri dijelaskan, dewasa ini memang muncul pemaknaan baru, yaitu dari informasi menjadi inovasi.
Jadi, pemahaman baru ini benar-benar memperluas lingkup tanggung jawab seorang CIO. Padahal, upaya penyusupan (hacking), atau penyusupan dengan tujuan jahat (cracking), situs-situs lembaga bisnis atau pemerintahan semakin marak.
Kejadian sekitar pembocoran rahasia Pemerintah AS oleh WikiLeaks memuncaki upaya pembobolan informasi rahasia yang bisa direnungkan para CIO.
Dari sisi keamanan Kejadian WikiLeaks memang mengguncangkan berbagai sendi tentang penanganan informasi dan juga tentang hakikat kerahasiaan. Dalam konteks diplomasi dan hubungan antarnegara, ulasan di harian ini telah menyinggung beberapa dari hal itu.
Yang termasuk baru boleh jadi tentang makna dan derajat kerahasiaan. Dari kawat- kawat rahasia yang dibocorkan situs WikiLeaks, salah satunya menyebut tentang pertikaian antara perusahaan pencari internet Google dan Pemerintah China. Dari apa yang dialami oleh anggota Komite Tetap Politbiro, Li Changchun, yang mendapati dirinya termasuk yang banyak dikritik setelah ia mencari di Google tentang profil dirinya, tokoh ini pun lalu menyimpulkan bahaya yang dimunculkan oleh internet terhadap kelangsungan kekuasaan rezim Komunis di China. Namun, dari pengalaman itu juga terungkap, betapa internet memungkinkan seorang seperti Li bisa melakukan hacking untuk mendapatkan info rahasia yang tersimpan di komputer rivalnya, khususnya AS. (Lihat International Herald Tribune, juga The Wall Street Journal, 6/12)
Di era Perang Dingin, spion-spion merah banyak dikisahkan beraksi di Washington, umumnya dengan menyaru sebagai diplomat. Hal itu masuk akal juga dilakukan oleh spion Barat di Moskwa. Sulit dipastikan, praktik spionase sudah tidak ada lagi dewasa ini.
Dapat juga ditambahkan, dalam Pameran Kedirgantaraan Le Bourget di Paris tahun 1993, AS tak memamerkan produk canggih karena mengeluhkan banyaknya praktik spionase industri di arena akbar tersebut. Informasi ini juga menggarisbawahi satu fakta, bahwa spionase sebenarnya tidak terbatas dalam urusan politik dan keamanan, seperti yang digambarkan dalam berita pembocoran WikiLeaks, tetapi juga untuk rahasia produk teknologi.
Kini ketika banyak laptop atau produk IT dengan merek Amerika seperti iPad dibuat dengan komponen yang dipasok dari sejumlah negara, atau produk tersebut dibuat di pabrik yang pekerjanya multinasional, bisa dipertanyakan, ”apanya lagi yang masih rahasia”?
AS disebut memang masih amat merahasiakan pembuatan pesawat tempur siluman (stealth) Raptor F-22. Memang ada yang menyebut, di antara pekerja yang terlibat dalam proyek F-22 juga berasal dari negara lain, tetapi terhadap staf ini diterapkan persyaratan kepegawaian yang amat ketat, termasuk dengan siapa ia bergaul dan kapan atau ke mana bisa cuti. Itu satu upaya untuk mencegah kebocoran rahasia.
CIO pemerintahan Untuk lingkup perusahaan, peran CIO bertambah banyak dengan adanya pergeseran dan perluasan makna ”I”. Untuk lingkup negara, peran CIO juga dipastikan semakin menantang.
Dalam ranah olah intelektual, pembahasan tentang kemungkinan perang robotik di Dewan Riset Nasional pekan silam memang menyinggung isu ini.
Dalam beberapa hal, kerahasiaan informasi telah diolok-olok karena apa yang dianggap rahasia toh ternyata banyak yang bisa dibobol. Akan tetapi, seperti dikatakan oleh Redaktur Pelaksana Majalah Time Richard Stengel, satu kenaifan bahkan berbahaya kalau beranggapan dunia akan menjadi tempat lebih aman tanpa ada rahasia sama sekali (Time, 13/12).
Dalam kaitan inilah CIO dalam level negara memikul peran dan tanggung jawab yang cukup pelik.
Tampaknya, statistik yang memperlihatkan adanya upaya menutup Kesenjangan Digital—yang antara lain diperlihatkan oleh meningkatnya jumlah pengguna internet atau jumlah pemilik laptop atau ponsel— tidak memadai lagi. Masih bisa dipertanyakan, untuk apa gadget dan pengetahuan IT tersebut, dan apakah ada di antara jago ICT di Tanah Air yang telah menangkap arah perkembangan yang ada dewasa ini dan mempersiapkan diri untuk memenuhi panggilan tugas baru yang dimunculkan oleh perkembangan baru tersebut?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar