JAMBI EKSPRES:
Suhardi dan Prabowo Subianto
Gerindra: Ditawari Menteri, Kami Rapat Dulu
Fokus Gerindra bukanlah pada periode Pemerintahan kali ini. Tapi pemenangan 2014.
Rabu, 23 Februari 2011, 09:30 WIB
Suhardi dan Prabowo Subianto
Di luar dugaan, Partai Gerakan Indonesia Raya bulat mendukung kubu Partai Demokrat yang menolak usulan Angket Mafia Perpajakan. Anggota Dewan Pembina Partai Demokrat, Achmad Mubarok, lalu menyatakan Gerindra pantas mendapat imbalan.
Prabowo Subianto, Ketua Dewan Pembina Gerindra, patut diberi kursi dalam Kabinet Indonesia Bersatu II. “Reward-nya bisa saja Prabowo dikasih menteri,” kata Mubarok, Rabu, 23 Februari 2011.
Ketua Umum Gerindra, Suhardi, menyatakan, penolakan atas Angket Mafia Perpajakan bukan didasari keinginan mendapatkan kursi kabinet. "Niat kami seperti yang sudah dijelaskan Wakil Ketua Umum Fadli Zon," kata Suhardi. "Ada lima poin di sana."
Lalu kalau Gerindra ditawari kursi menteri? "Yang jelas, kami sebagai partai tentu rapat dulu," kata Guru Besar di Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada itu.
Suhardi menyatakan, fokus Gerindra bukanlah pada periode Pemerintahan kali ini. Gerindra fokus pada pemenangan 2014. "Kami ingin Prabowo Subianto menjadi Presiden," kata Suhardi.
Terlepas dari apa yang dikatakan Suhardi, yang jelas sesudah sukses menekuk pengusul Pansus itu, Gerindra panen ucapan terima kasih. Syarif Hasan, anggota Dewan Pembina Demokrat, juga menyampaikan apresiasi terhadap Fraksi Partai Gerindra. “Kami sangat berterima kasih dan berikan penghargaan,” katanya.
Namun, ketika disinggung apakah penghargaan ini akan berupa posisi menteri di Kabinet Indonesia Bersatu II, Syarif menegaskan bahwa semua itu tergantung Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Priyo-Golkar: Koalisi Jangan Pecah Telur
"Saya yakin pimpinan teras Demokrat bisa memahami mengapa Golkar mendorong angket."
Rabu, 23 Februari 2011, 12:16 WIB
Priyo Budi Santoso
Wakil Ketua DPR RI dan Ketua Partai Golkar Priyo Budi Santoso menyatakan partainya tak keluar dari koalisi hanya karena berbeda pandangan dengan mayoritas anggota Sekretariat Gabungan Koalisi Pemerintahan dalam hal Angket Mafia Pajak.
"Golkar tak ada rencana keluar dari Setgab Koalisi," kata Priyo di Gedung DPR, Jakarta, Rabu, 23 Februari 2011. "Kami memandang perbedaan pendapat kemarin adalah hal yang wajar saja."
Priyo mengatakan perbedaan itu tidak mesti mengakibatkan pecahnya kekuatan koalisi yang sudah dibangun sejak awal pemerintahan SBY-Boediono. "Masa harus pecah telur hanya karena perbedaan pandangan kemarin. Saya kira sayang sekali kalau itu harus terjadi."
Selain itu, Priyo melanjutkan, hubungan antara Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tetap baik-baik saja. Begitu juga hubungan antar fungsionaris partai. "Hubungan kami dengan Mas Anas (Ketua Umum Partai Demokrat) pun baik," kata Priyo.
Priyo menyatakan memahami pernyataan Anas Urbaningrum tempo hari menjelang rapat paripurna DPR. Anas saat itu bicara kemungkinan ada bagian dari koalisi yang akan diikhlaskan karena selalu tak sejalan dengan pandangan Partai Demokrat.
"Saya yakin pimpinan teras Demokrat bisa memahami mengapa Golkar mengambil posisi mendorong angket," kata Priyo. "Ini berbeda mengenai cara memberantas mafia pajak saja. Kami yakin lewat angket semua akan bisa diselesaikan dengan sebaik-baiknya, Demokrat memandang tak perlu (angket) karena akan ada risiko-risiko lain."
Marzuki: Koalisi Harusnya Bak Rumah Tangga
"Jika hanya mengambil hak saja, tak ada kewajiban, bagaimana masa depan rumah tangga itu."
Rabu, 23 Februari 2011, 11:38 WIB
Anis Matta (Sekjen PKS) dan Marzuki Alie
Marzuki Alie, mantan Sekretaris Jenderal Partai Demokrat, melihat koalisi seperti rumah tangga. Sebuah rumah tangga, kata Ketua Dewan Perwakilan Rakyat itu, ada hak dan kewajiban.
"Dalam suatu rumah tangga, ada ikatan-ikatan normatif. Misalnya antar suami istri dalam perkawinan rumah tangga, ada hak-hak dan kewajiban," kata Marzuki di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu 23 Februari 2011. "Kalau hanya mengambil hak saja, tidak ada kewajiban yang dilaksanakan, tentu bisa kita rasakan bagaimana kira-kira masa depan rumah tangga itu."
"Dalam perjalanan bahwa pernikahan ini masing-masing pihak mengambil hak saja, tidak memikirkan kewajibannya, tentu perlu dipikirkan apakah rumah tangga itu dipertahankan. Tidak ada satu pihak dalam rumah tangga yang powerful, mestinya saling melengkapi sehingga tujuan rumah tangga dapat tercapai," katanya.
Namun, soal apakah koalisi sudah ideal seperti itu, Marzuki menyerahkan penilaian kepada publik. Sementara soal jatah kabinet, tentu merupakan kewenangan Presiden sendiri.
"Kami sebagai partai yang mengusung beliau tentu bisa memberi masukan-masukan. Tapi bagaimana keputusannya, kami tunggu beliau. Tentu beliau akan sangat arif dan bijak. Dan beliau sangat tahu," kata Marzuki. "Kami juga tidak pada tempatnya untuk memaksakan kehendak. Tapi kami pahami apa pun keputusan SBY sebagai pimpinan Setgab."
Pernyataan Marzuki ini dipicu langkah Partai Golkar dan Partai Keadilan Sejahtera, dua anggota koalisi, yang bersikap berseberangan dengan Partai Demokrat dalam pembahasan usulan Angket Mafia Perpajakan. Namun usulan ini akhirnya kandas dalam adu voting.
Laman
Rabu, 23 Februari 2011
BOIKOT MEDIA : DIPO ALAM DI KECAM ANGGOTA DEWAN
JAMBI EKSPRES:
Akbar Faizal
Akbar Faizal: Pak Dipo, Anda Kebangetan
Dipo dikecam anggota DPR Akbar Faizal karena menyerukan boikot terhadap tiga media massa.
Rabu, 23 Februari 2011, 14:03 WIB
Akbar Faizal
Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Hanura, Akbar Faizal menyatakan rasa kecewanya terhadap Menteri Sekretaris Kabinet Dipo Alam. Akbar mengaku sejak lama telah mengagumi Dipo sebagai tokoh aktivis senior.
"Bagi saya, nama Bapak terlalu besar di benak saya. Tapi kemudian hancur beberapa hari belakangan," kata Akbar saat rapat kerja Komisi II dengan Menseskab Dipo Alam di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu 23 Februari 2011.
Akbar mengaku tidak paham dengan pernyataan-pernyataan Dipo terkait boikot media yang menjelek-jelekkan pemerintah. "Apakah ini bentuk dari kegamangan atau ketadakpercayaan pemerintah, atau itu merupakan bentuk kegamangan Bapak pribadi. " tambah Akbar.
Akbar menilai pernyataan Dipo selaku tokoh dan pejabat negara mengenai boikot media sungguh keterlaluan. "Bapak kebangetan! Saya setuju kalau ada media yang tidak proporsional dalam memberitakan. Tapi itu tetap tidak memberikan hak kepada Bapak untuk mengeluarkan pernyataan seperti belakangan ini," tambah akbar.
Akbar menengarai Dipo mestinya mengetahui bahwa sebuah media yang bagus tidak akan pernah bisa mencampurkan bidang usaha dan redaksi. Sehingga apabila ada ancaman kepada media tersebut dengan memboikot iklan agar tidak memberitakan sesuatu menyangkut kepentingan pihak tertentu, itu akan sia-sia. Karena kebijakan redaksi dan kebijakan usaha tentu berbeda. Berita itu pun tetap dapat dipublikasikan.
Lagipula, lanjut akbar, dalam era keterbukaan dan kebebasan pers sekarang ini jelas tidak mungkin media hanya dan selalu memberitakan hal-hal yang baik saja. "Saya tidak bermaksud menggurui bapak. Saya harapkan tak akan terjadi lagi hal seperti ini," kata Akbar.
"Saya yakin ilmu saya lebih sedikit dari Bapak, tapi saya sedih orang yang saya kagumi memperlakukan media seperti itu," kata akbar.
Dipo yang dikecam seperti itu hanya diam saja. Ia akan memberikan jawaban setelah sesi pertanyaan selesai.
LBH Pers: Dipo Mestinya Mengadu ke Dewan Pers
Dipo Alam disarankan menggunakan mekanisme yang diatur undang-undang.
Selasa, 22 Februari 2011, 17:12 WIB
Dipo Alam
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers menilai pernyataan Sekretaris Kabinet Dipo Alam sangat tidak wajar. Seharusnya jika pemerintah keberatan dengan isi siaran televisi, sudah ada jalurnya. Yakni melalui Komisi Penyiaran Indonesia.
"Tidak sewajarnya seorang pejabat pemerintah berpendapat seperti itu" kata Direktur Eksekutif LBH Pers, Hendrayana, dalam keterangannya di Jakarta, Selasa 22 Februari 2011.
Hendrayana menegaskan bahwa ada jalur dan mekanisme yang bisa ditempuh bila pemerintah keberatan terhadap pemberitaan suatu media. Penyelesaian sengketa pemberitaan sudah diatur dalam Undang-Undang Pers dan Undang-Undang Penyiaran.
"Kami menyarankan Sekretaris Kabinet Dipo Alam untuk menggunakan hak jawabnya atau mengadukan kepada Dewan Pers dan Komisi Penyiaran Informasi (KPI)," ujar Hendrayana. Dia juga mengingatkan Dipo Alama bahwa fungsi dan peran media adalah sebagai pengontrol kepentingan publik.
Dipo sendiri menegaskan bahwa dia tidak pernah menginstruksikan jajaran pemerintah memboikot media yang mengkritik pemerintah. Boikot hanya dilakukan kepada media yang terus menerus mendiskreditkan pemerintah, dengan niat membuat citra jelek.
"Beda antara kritik dan menjelek-jelekkan, karena kalau menjelek-jelekkan itu sudah ada tendensi mengungkit atau meningkatkan kebencian. Juga ada sesuatu yang bisa tujuannya tidak murni dalam pemberitaan," kata Dipo sebelum Rapat Kerja Kabinet dan Gubernur di Istana Bogor, Jawa Barat, 22 Februari 2011.
Dipo mengaku tidak takut dibawa ke Dewan Pers atas instruksinya memboikot media yang mendiskreditkan pemerintah.
Mahfud: Boikot Media Tak Sejalan UUD 1945
"Saya sedih juga. Kita memperjuangkan kebebasan pers itu lama."
Selasa, 22 Februari 2011, 15:21 WIB
Ketua MK Mahfud MD
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD, mengaku prihatin dengan pernyataan Sekretaris Kabinet, Dipo Alam, yang akan memboikot media lantaran menyerang pemerintah.
"Saya sedih juga. Kita memperjuangkan kebebasan pers itu lama," kata Mahfud, di Jakarta, Selasa 21 Februari 2011.
Menurut Mahfud aksi boikot boikot yang dilakukan institusi kenegaraan tidak sejalan dengan UUD 1945. "Tapi saya tidak memprovokasi untuk mengatakan bertentangan," imbuhnya.
Namun, Mahfud menyesalkan jika ada perbedaan pendapat kemudian diikuti dengan aksi boikot, apalagi yang mengajak boikot adalah institusional resmi.
Seharusnya, kata dia, pemerintah membiarkan saja media melakukan kritik. "Seperti MK dikritik terus menerus, tapi MK senang," kata dia.
Kalau memang tak suka dengan pemberitaan sebuah media massa, menurut Mahfud, Pemerintah bisa melawan dengan opini juga. "Bukan menyuruh boikot," ujarnya.
Sebelumnya, Dipo menegaskan bahwa dirinya tidak pernah menginstruksikan jajaran pemerintah memboikot media yang mengkritik pemerintah. Boikot menurut Dipo, hanya dilakukan kepada media yang terus menerus mendiskreditkan pemerintah, dengan niat membuat citra jelek.
"Beda antara kritik dan menjelek-jelekkan, karena kalau menjelek-jelekkan itu sudah ada tendensi mengungkit atau meningkatkan kebencian. Juga ada sesuatu yang bisa tujuannya tidak murni dalam pemberitaan," kata Dipo.
Dipo Alam Tak Takut Dibawa Ke Dewan Pers
"Kan hak saya sebagai rakyat, jangan media menjadi institusi can do no wrong."
Selasa, 22 Februari 2011, 10:25 WIB
Dipo Alam
Ancaman boikot media yang dianggap 'menyerang' pemerintah dikeluarkan Sekretaris Kabinet, Dipo Alam, kemarin, Senin 21 Februari 2011. Selain menghentikan iklan dari instansi pemerintah, Dipo juga mengancam pemerintah akan meminta pejabat tidak melayani permintaan wawancara dari media-media tersebut.
Terkait pernyataannya itu, hari ini Dipo menegaskan, dirinya tidak pernah menginstruksikan jajaran pemerintah memboikot media yang mengkritik pemerintah. Boikot menurut Dipo hanya dilakukan kepada media yang terus menerus mendiskreditkan pemerintah, dengan niat membuat citra jelek.
"Beda antara kritik dan menjelek-jelekkan, karena kalau menjelek-jelekkan itu sudah ada tendensi mengungkit atau meningkatkan kebencian. Juga ada sesuatu yang bisa tujuannya tidak murni dalam pemberitaan," kata Dipo sebelum Rapat Kerja Kabinet dan Gubernur di Istana Bogor, Jawa Barat, 22 Februari 2011.
Dipo mengingatkan peran media dan pers sebagai pilar keempat demokrasi, sekaligus salah satu elemen pemangku kekuasaan. Karena itu Dipo menginstruksikan aksi boikot terhadap media yang terus mendiskreditkan pemerintah sebagai kritik terhadap peran media, yang juga harus bertanggung jawab terhadap rakyat.
"Kan hak saya sebagai rakyat, jangan media menjadi institusi can do no wrong," ucap bekas aktivis ini. "Kalau saya kritik media yang punya kekuasaan, kenapa tidak," lanjutnya.
Dipo lalu menjelaskan, dampak dari pencitraan negatif tentang Indonesia dari tayangan media itu berdampak pula ke investasi dan citra Indonesia di luar negeri.
"Seorang duta besar datang ke saya menanyakan soal ini, apa Indonesia kacau, apa akan ada impeachment. Investor kami juga bertanya itu. Ini kan satu imej yang dibuat," jelasnya.
Dipo mengaku tidak takut dibawa ke Dewan Pers atas instruksinya memboikot media yang mendiskreditkan pemerintah. Ia juga akan menyampaikan agar media melakukan kritik secara terukur.
"Kenapa saya harus takut, dibawa ke Dewan Pers juga saya siap. Tapi juga terukurlah. Mereka bilang supaya saya terukur ngomong, saya juga minta media terukur ngomong," ujarnya.
Seskab Ancam Libas Birokrat Penghambat
Sekretaris Kabinet Dipo Alam bahkan mengancam akan menjatuhkan sanksi berat.
Sekretaris Kabinet Dipo Alam
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melontarkan otokritik tentang berbagai program pemerintah yang tidak berjalan. Itu dilakukannya di hadapan menteri, gubernur, dan pejabat negara lainnya di Istana Bogor, Senin, 21 Februari 2011. Salah satu otokritik itu adalah birokrasi yang berjalan lambat.
Menanggapi ini, Sekretaris Kabinet Dipo Alam mengancam akan menindak tegas birokrat yang menghambat pelaksanaan pembangunan. "Bila pejabat eselon I dan II menghambat, itu urusan saya," kata Dipo. "Kalau mereka hambat terus, kita libas."
Tidak hanya mengancam, Dipo juga siap memberikan sanksi. "Saya akan tegur eselon I. Kalau mereka pensiun, tidak akan saya perpanjang," ujarnya.
Selain lambatnya birokrasi, Presiden juga menyinggung berbagai hambatan dari pemerintah daerah. SBY menyinggung ada sejumlah program pemerintah pusat yang tidak bisa berjalan karena tak disetujui kepala daerah.
Tentang hal ini, Dipo menyatakan ia menyadari kalau pemerintah pusat tidak memiliki wewenang memecat kepala daerah. Karena itu, perlu ada mekanisme tertentu untuk mengingatkan kepala daerah jika mereka melakukan kesalahan.
Akbar Faizal
Akbar Faizal: Pak Dipo, Anda Kebangetan
Dipo dikecam anggota DPR Akbar Faizal karena menyerukan boikot terhadap tiga media massa.
Rabu, 23 Februari 2011, 14:03 WIB
Akbar Faizal
Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Hanura, Akbar Faizal menyatakan rasa kecewanya terhadap Menteri Sekretaris Kabinet Dipo Alam. Akbar mengaku sejak lama telah mengagumi Dipo sebagai tokoh aktivis senior.
"Bagi saya, nama Bapak terlalu besar di benak saya. Tapi kemudian hancur beberapa hari belakangan," kata Akbar saat rapat kerja Komisi II dengan Menseskab Dipo Alam di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu 23 Februari 2011.
Akbar mengaku tidak paham dengan pernyataan-pernyataan Dipo terkait boikot media yang menjelek-jelekkan pemerintah. "Apakah ini bentuk dari kegamangan atau ketadakpercayaan pemerintah, atau itu merupakan bentuk kegamangan Bapak pribadi. " tambah Akbar.
Akbar menilai pernyataan Dipo selaku tokoh dan pejabat negara mengenai boikot media sungguh keterlaluan. "Bapak kebangetan! Saya setuju kalau ada media yang tidak proporsional dalam memberitakan. Tapi itu tetap tidak memberikan hak kepada Bapak untuk mengeluarkan pernyataan seperti belakangan ini," tambah akbar.
Akbar menengarai Dipo mestinya mengetahui bahwa sebuah media yang bagus tidak akan pernah bisa mencampurkan bidang usaha dan redaksi. Sehingga apabila ada ancaman kepada media tersebut dengan memboikot iklan agar tidak memberitakan sesuatu menyangkut kepentingan pihak tertentu, itu akan sia-sia. Karena kebijakan redaksi dan kebijakan usaha tentu berbeda. Berita itu pun tetap dapat dipublikasikan.
Lagipula, lanjut akbar, dalam era keterbukaan dan kebebasan pers sekarang ini jelas tidak mungkin media hanya dan selalu memberitakan hal-hal yang baik saja. "Saya tidak bermaksud menggurui bapak. Saya harapkan tak akan terjadi lagi hal seperti ini," kata Akbar.
"Saya yakin ilmu saya lebih sedikit dari Bapak, tapi saya sedih orang yang saya kagumi memperlakukan media seperti itu," kata akbar.
Dipo yang dikecam seperti itu hanya diam saja. Ia akan memberikan jawaban setelah sesi pertanyaan selesai.
LBH Pers: Dipo Mestinya Mengadu ke Dewan Pers
Dipo Alam disarankan menggunakan mekanisme yang diatur undang-undang.
Selasa, 22 Februari 2011, 17:12 WIB
Dipo Alam
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers menilai pernyataan Sekretaris Kabinet Dipo Alam sangat tidak wajar. Seharusnya jika pemerintah keberatan dengan isi siaran televisi, sudah ada jalurnya. Yakni melalui Komisi Penyiaran Indonesia.
"Tidak sewajarnya seorang pejabat pemerintah berpendapat seperti itu" kata Direktur Eksekutif LBH Pers, Hendrayana, dalam keterangannya di Jakarta, Selasa 22 Februari 2011.
Hendrayana menegaskan bahwa ada jalur dan mekanisme yang bisa ditempuh bila pemerintah keberatan terhadap pemberitaan suatu media. Penyelesaian sengketa pemberitaan sudah diatur dalam Undang-Undang Pers dan Undang-Undang Penyiaran.
"Kami menyarankan Sekretaris Kabinet Dipo Alam untuk menggunakan hak jawabnya atau mengadukan kepada Dewan Pers dan Komisi Penyiaran Informasi (KPI)," ujar Hendrayana. Dia juga mengingatkan Dipo Alama bahwa fungsi dan peran media adalah sebagai pengontrol kepentingan publik.
Dipo sendiri menegaskan bahwa dia tidak pernah menginstruksikan jajaran pemerintah memboikot media yang mengkritik pemerintah. Boikot hanya dilakukan kepada media yang terus menerus mendiskreditkan pemerintah, dengan niat membuat citra jelek.
"Beda antara kritik dan menjelek-jelekkan, karena kalau menjelek-jelekkan itu sudah ada tendensi mengungkit atau meningkatkan kebencian. Juga ada sesuatu yang bisa tujuannya tidak murni dalam pemberitaan," kata Dipo sebelum Rapat Kerja Kabinet dan Gubernur di Istana Bogor, Jawa Barat, 22 Februari 2011.
Dipo mengaku tidak takut dibawa ke Dewan Pers atas instruksinya memboikot media yang mendiskreditkan pemerintah.
Mahfud: Boikot Media Tak Sejalan UUD 1945
"Saya sedih juga. Kita memperjuangkan kebebasan pers itu lama."
Selasa, 22 Februari 2011, 15:21 WIB
Ketua MK Mahfud MD
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD, mengaku prihatin dengan pernyataan Sekretaris Kabinet, Dipo Alam, yang akan memboikot media lantaran menyerang pemerintah.
"Saya sedih juga. Kita memperjuangkan kebebasan pers itu lama," kata Mahfud, di Jakarta, Selasa 21 Februari 2011.
Menurut Mahfud aksi boikot boikot yang dilakukan institusi kenegaraan tidak sejalan dengan UUD 1945. "Tapi saya tidak memprovokasi untuk mengatakan bertentangan," imbuhnya.
Namun, Mahfud menyesalkan jika ada perbedaan pendapat kemudian diikuti dengan aksi boikot, apalagi yang mengajak boikot adalah institusional resmi.
Seharusnya, kata dia, pemerintah membiarkan saja media melakukan kritik. "Seperti MK dikritik terus menerus, tapi MK senang," kata dia.
Kalau memang tak suka dengan pemberitaan sebuah media massa, menurut Mahfud, Pemerintah bisa melawan dengan opini juga. "Bukan menyuruh boikot," ujarnya.
Sebelumnya, Dipo menegaskan bahwa dirinya tidak pernah menginstruksikan jajaran pemerintah memboikot media yang mengkritik pemerintah. Boikot menurut Dipo, hanya dilakukan kepada media yang terus menerus mendiskreditkan pemerintah, dengan niat membuat citra jelek.
"Beda antara kritik dan menjelek-jelekkan, karena kalau menjelek-jelekkan itu sudah ada tendensi mengungkit atau meningkatkan kebencian. Juga ada sesuatu yang bisa tujuannya tidak murni dalam pemberitaan," kata Dipo.
Dipo Alam Tak Takut Dibawa Ke Dewan Pers
"Kan hak saya sebagai rakyat, jangan media menjadi institusi can do no wrong."
Selasa, 22 Februari 2011, 10:25 WIB
Dipo Alam
Ancaman boikot media yang dianggap 'menyerang' pemerintah dikeluarkan Sekretaris Kabinet, Dipo Alam, kemarin, Senin 21 Februari 2011. Selain menghentikan iklan dari instansi pemerintah, Dipo juga mengancam pemerintah akan meminta pejabat tidak melayani permintaan wawancara dari media-media tersebut.
Terkait pernyataannya itu, hari ini Dipo menegaskan, dirinya tidak pernah menginstruksikan jajaran pemerintah memboikot media yang mengkritik pemerintah. Boikot menurut Dipo hanya dilakukan kepada media yang terus menerus mendiskreditkan pemerintah, dengan niat membuat citra jelek.
"Beda antara kritik dan menjelek-jelekkan, karena kalau menjelek-jelekkan itu sudah ada tendensi mengungkit atau meningkatkan kebencian. Juga ada sesuatu yang bisa tujuannya tidak murni dalam pemberitaan," kata Dipo sebelum Rapat Kerja Kabinet dan Gubernur di Istana Bogor, Jawa Barat, 22 Februari 2011.
Dipo mengingatkan peran media dan pers sebagai pilar keempat demokrasi, sekaligus salah satu elemen pemangku kekuasaan. Karena itu Dipo menginstruksikan aksi boikot terhadap media yang terus mendiskreditkan pemerintah sebagai kritik terhadap peran media, yang juga harus bertanggung jawab terhadap rakyat.
"Kan hak saya sebagai rakyat, jangan media menjadi institusi can do no wrong," ucap bekas aktivis ini. "Kalau saya kritik media yang punya kekuasaan, kenapa tidak," lanjutnya.
Dipo lalu menjelaskan, dampak dari pencitraan negatif tentang Indonesia dari tayangan media itu berdampak pula ke investasi dan citra Indonesia di luar negeri.
"Seorang duta besar datang ke saya menanyakan soal ini, apa Indonesia kacau, apa akan ada impeachment. Investor kami juga bertanya itu. Ini kan satu imej yang dibuat," jelasnya.
Dipo mengaku tidak takut dibawa ke Dewan Pers atas instruksinya memboikot media yang mendiskreditkan pemerintah. Ia juga akan menyampaikan agar media melakukan kritik secara terukur.
"Kenapa saya harus takut, dibawa ke Dewan Pers juga saya siap. Tapi juga terukurlah. Mereka bilang supaya saya terukur ngomong, saya juga minta media terukur ngomong," ujarnya.
Seskab Ancam Libas Birokrat Penghambat
Sekretaris Kabinet Dipo Alam bahkan mengancam akan menjatuhkan sanksi berat.
Sekretaris Kabinet Dipo Alam
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melontarkan otokritik tentang berbagai program pemerintah yang tidak berjalan. Itu dilakukannya di hadapan menteri, gubernur, dan pejabat negara lainnya di Istana Bogor, Senin, 21 Februari 2011. Salah satu otokritik itu adalah birokrasi yang berjalan lambat.
Menanggapi ini, Sekretaris Kabinet Dipo Alam mengancam akan menindak tegas birokrat yang menghambat pelaksanaan pembangunan. "Bila pejabat eselon I dan II menghambat, itu urusan saya," kata Dipo. "Kalau mereka hambat terus, kita libas."
Tidak hanya mengancam, Dipo juga siap memberikan sanksi. "Saya akan tegur eselon I. Kalau mereka pensiun, tidak akan saya perpanjang," ujarnya.
Selain lambatnya birokrasi, Presiden juga menyinggung berbagai hambatan dari pemerintah daerah. SBY menyinggung ada sejumlah program pemerintah pusat yang tidak bisa berjalan karena tak disetujui kepala daerah.
Tentang hal ini, Dipo menyatakan ia menyadari kalau pemerintah pusat tidak memiliki wewenang memecat kepala daerah. Karena itu, perlu ada mekanisme tertentu untuk mengingatkan kepala daerah jika mereka melakukan kesalahan.
Langganan:
Postingan (Atom)