Laman

Selasa, 08 Februari 2011

VIDEO PEMBANTAIAN WARGA AHMADIYAH

JAMBI EKSPRES:

Polisi Periksa 3 Orang Calon Tersangka

Selasa, 8 Februari 2011 | 09:38 WIB
Courtesy Youtube Aksi kejam warga yang membantai jemaah Ahmadiyah di Desa Cikeusik, Serang, Banten, Minggu (6/2/2011). Cuplikan video ini menyebar luas di jaringan Youtube sejak Senin siang.

Kepolisian tengah memeriksa delapan orang terkait penyerangan terhadap jamaah Ahmadiyah di Kampung Peundeuy, Desa Umbulan, Kecamatan Cikeusik, Pandeglang, Banten. Dari delapan orang itu, tiga diantaranya terindikasi kuat terlibat penyerangan yang menewaskan tiga jamaah Ahmadiyah.

"Delapan orang lagi diperiksa. Tiga kita periksa secara intensif sebagai calon tersangka. Lima lain masih sebagai saksi," ucap Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri, Brigjen (Pol) Untung Yoga Ana ketika dihubungi Kompas.com, Selasa (8/2/2011).

Yoga mengatakan, mereka diperiksa di Polres Pandeglang. Ketika ditanya peran ketiganya dalam peristiwa itu, apakah terkait pengerusakan atau penganiayaan yang mengakibatkan tewasnya tiga orang, Untung mengaku belum tahu. "Masih penyelidikan," kata dia.

Seperti diberitakan, seribuan warga menyerang rumah Suparman pada Minggu lalu. Sebagian diantara mereka membawa senjata tajam. Mereka merusak rumah Suparman dan membakar mobil yang terparkir di halaman. Kelompok yang belum diketahui berasal dari mana itu lalu menganiaya bersama-sama hingga menewaskan tiga warga.



JERMAN SIAP SIAGA DENGAN SERANGAN AL QAEDA

JAMBI EKSPRES:

Jerman Siaga Terhadap Serangan Al Qaeda

Jerman mengatakan pada Rabu (17/11/2010), pihaknya memiliki bukti kuat kelompok Islam, sayap Al Qaeda sedang merencanakan penyerangan.

Inggris dan Jerman merupakan sasaran mereka dalam dua minggu ke depan. Pemerintah Jerman telah menyiagakan keamanan di sejumlah sasaran potensial, seperti stasiun kereta dan bandar udara.

Menteri Dalam Negeri Jerman Thomas de Maiziere mengatakan, informasi muncul setelah serangkaian bingkisan berisi bom yang dikirim dari Yaman ke beberapa sasaran di AS akhir Oktober.

Termasuk serangan bom parsel, yang dikirim militan Yunani ke sejumlah sasaran, di antaranya Kanselir Jerman Angela Merkel.

"Situasi keamanan di Jerman sudah menjadi serius. Kami memiliki indikasi kuat pada rencana serangkaian serangan pada akhir November ini," kata De Maiziere dalam konferensi pers.

De Maiziere mengatakan informasi diterima dari seorang mitra internasional setelah insiden Yaman, mengingatkan serangan terencana pada bulan ini.

Hasil penyelidikan polisi Jerman yang berhubungan dengan sumber dari masyarakat Muslim, telah memastikan upaya kelompok tersebut dalam pelaksanaan sejumlah serangan di Jerman.

Karena hal tersebut, polisi Jerman telah menaikkan tingkat kewaspadaan pada sasaran potensial seperti bandar udara dan stasiun kereta api.

"Tidak ada alasan untuk merasa cemas. Kami tidak akan terintimidasi oleh kelompok teror internasional, baik mengenai cara hidup kami, maupun budaya atau kebebasan kami," kata menteri tersebut.

De Maiziere mengatakan situasi itu dapat disamakan dengan tingkat kewaspadaan keamanan ketika pemilihan umum federal Jerman pada 2009.

Menteri De Maiziere, seorang figur senior dalam pemerintah tengah-kanan Merkel, awalnya telah mengendurkan ancaman bulan lalu saat Amerika Serikat dan Inggris mengumumkan peringatan bahwa kemungkinan Jerman dan Prancis ditargetkan oleh Al Qaida dan kelompok teror sekutunya.

Tetapi awal bulan ini ia mengakui ada indikasi ancaman serius terhadap Eropa dan Amerika Serikat.

Jerman telah lama dipandang sebagai sasaran potensial karena telah menugaskan 4.590 personel militer ke Afghanistan, kontingen terbesar ketiga dalam 150.000 tentara pasukan internasional guna melawan Taliban.

MUBARAK SUDAH TERLALU LAMA BERKUASA DENGAN HARTA 70 MILIAR US DOLLAR

JAMBI EKSPRES:

Mubarak Terlena Begitu Lama

Senin, 7 Februari 2011 | 05:42 WIB


Presiden Barack Obama bertemu dengan Presiden Mubarak pada 1 September 2010 di Ruang Oval, Gedung Putih, juga terkait dengan perundingan damai Israel-Palestina.

Kesalahan inti Presiden Mesir Hosni Mubarak adalah begitu lama terlena dengan kekuasaan. Hal ini ditambah dukungan konstan dari sekutu utama, Amerika Serikat, yang membuat Mubarak alpa memakmurkan warga. Yang lebih parah, Mubarak berniat mewariskan kekuasaan kepada putranya.

Gamal Mubarak, putra Hosni Mubarak yang dipersiapkan sebagai pengganti, kini turut jatuh dari kehormatan. Semua itu menjadi akar keruntuhan pamor Mubarak. Proses politik di Mesir akhir-akhir ini memperjelas arah ke pembentukan dinasti politik Mubarak.

Di dalam negeri, Mubarak dikenal sebagai pemimpin yang reaktif terhadap kritik. Ia dengan mudah menangkapi para pengkritik. Hal itu diperburuk ketimpangan pendapatan selama 30 tahun pemerintahan Mubarak.

Mohamed A El-Erian, pemimpin utama Pimco, perusahaan investasi global, adalah putra seorang diplomat Mesir dan masih memegang paspor Mesir. Ia mengatakan, kesenjangan antara si kaya dan si miskin relatif tinggi. Ini menjadi keprihatinan lama warga Mesir. "Ada pertumbuhan ekonomi, tetapi hasilnya tidak menetes ke bawah," katanya di New York, Amerika Serikat (AS), Minggu (6/2/2011).

Dari Minsk, pakar politik Belarus, Dr Vitali Silitski, yang mempelajari sejarah pemerintahan otoriter dunia, memetakan kisah yang menimpa Mubarak. Menurut dia, berbagai tindakan represi di dalam negeri turut melemahkan dukungan internasional. Tindakan represif yang sudah terjadi lama di Mesir ditambah niat memperkuat kroni membuat dukungan internasional kepada Mubarak melemah.

Diktator pasti gentar

AS, yang dipimpin Partai Demokrat, memiliki tradisi soal penegakan demokrasi di seantero dunia. Momentum bagi Mubarak sangat tidak tepat dengan kekuasaan AS sekarang yang berada di bawah Presiden AS Barack Obama dari Partai Demokrat.

Perdana Menteri Inggris David Cameron dan Presiden Perancis Nicolas Sarkozy juga senada dengan Obama yang meminta transisi di Mesir harus terjadi.

Kejadian di Mesir diingatkan agar menjadi perhatian para diktator atau pemimpin yang tidak mendengarkan aspirasi rakyat. ”Jika saya Hu Jintao (Presiden China), saya akan gugup sekarang ini,” kata Aryeh Neier, Presiden Open Society. ”Jika Anda seorang diktator, hal yang paling menakutkan dari kejadian di Mesir adalah pemberontakan warga yang begitu mendadak,” ujarnya.

Dari Kairo, Mesir, diberitakan bahwa tekanan kepada Mubarak tak kunjung sirna. Alun-alun Tahrir yang terletak di jantung kota Kairo sudah menjadi mimbar pengungkapan perasaan anti atau kebencian terhadap pemerintahan Mubarak.

Massa antipemerintahan Mubarak, Minggu siang, terus berduyun-duyun menuju Alun-alun Tahrir. Sekelompok warga Mesir yang berasal dari Provinsi Qalyubiyah (sekitar 40 kilometer arah utara Kairo) sudah empat hari berada di Alun-alun Tahrir. ”Saya bersama anak saya dan teman-teman sudah empat hari berada di sini. Saya tidak akan pulang sebelum tuntutan rakyat terpenuhi,” kata Adnan (41) di kemahnya di Alun-alun Tahrir. Ia menyampaikan tuntutannya, yaitu Mubarak harus mundur, pemberantasan korupsi, dan penegakan keadilan sosial.

Adnan, yang mengaku mempunyai enam anak, juga menyampaikan kesulitan menghidupi keluarganya. Ia menegaskan, harus ada perubahan untuk bisa memperbaiki nasibnya.

Cara mundur

Mubarak sudah menyatakan tak akan mencalonkan diri pada pemilihan umum (pemilu) September mendatang. Hal ini didukung oleh seorang mantan Duta Besar AS untuk Mesir, Frank Wisner, yang baru saja bertemu Mubarak.

Wisner menyatakan, Mubarak, sebagai seorang sahabat, harus bertahan hingga September demi menjaga stabilitas politik Mesir. Namun, pernyataan Wisner ini bukan merupakan pendapat Gedung Putih, sebagaimana diutarakan seorang pejabat AS.

Rakyat Mesir juga menginginkan pengunduran diri Mubarak segera. Mereka berpendapat, menunggu Mubarak turun hingga September hanya akan membuat dia memiliki kesempatan untuk menyutradarai perubahan kepemimpinan yang tidak aspiratif.

Pemerintah Mesir yang kini dikontrol oleh tiga elite lingkaran Mubarak, yaitu Wakil Presiden Omar Sulaiman, Perdana Menteri Ahmed Shafiq, dan Menteri Pertahanan Sayyid Hussein Tantawi, menghadapi situasi dilematis. Mereka tidak ingin menumbangkan Mubarak saat ini dan di sisi lain tidak menghendaki penggunaan kekerasan terhadap para pengunjuk rasa di Alun-alun Tahrir.

Karena itu, elite penguasa dan kubu oposisi saat ini tengah mencari jalan tengah untuk keluar dari krisis di Mesir itu. Dalam upaya mencari jalan tengah, Omar Sulaiman, Minggu, menggelar dialog secara luas dengan partai dan kekuatan politik oposisi. Mereka memikirkan cara mundur terbaik bagi Mubarak agar tak kehilangan muka.

Apa pun cara yang ditempuh Mesir soal transisi pergantian kekuasaan, kekuatan Mubarak harus segera berakhir.

Hal ini menimbulkan pertanyaan soal siapa pengganti Mubarak. Nama-nama yang disebut antara lain mantan Direktur Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) Mohamed ElBaradei yang kini memimpin Lembaga Nasional untuk Perubahan.

Tokoh Mesir lain yang disebut-sebut adalah Amr Mousa, mantan Menteri Luar Negeri Mesir dan kini masih menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Liga Arab. Mousa telah mendatangi para pengunjuk rasa di Alun-alun Tahrir. Ia mengklaim sejumlah pengunjuk rasa mendukungnya untuk menjabat sebagai presiden Mesir. Ia juga menegaskan, dirinya bersedia memikul peran apa pun di Mesir pasca-Mubarak.

Tokoh lain adalah Wakil Presiden Omar Sulaiman yang dianggap berpengalaman. Dalam beberapa tahun terakhir, dia dipercaya menangani isu-isu luar negeri penting, seperti isu Palestina, Sudan, dan hubungan Israel-Mesir.

Calon lain pengganti Mubarak adalah pemimpin Partai Al Ghad, Ayman Nour. Ayman Nour sudah bertarung dengan Mubarak pada Pemilu Presiden 2005. Ia menduduki posisi kedua setelah Mubarak.

Siapa pun yang menggantikan Mubarak, ia harus seorang tokoh yang bisa menjaga status quo Mesir di Timur Tengah dan menjaga stabilitas kawasan.

Presiden Israel Shimon Peres menegaskan tidak ingin Mesir yang berubah dan menjadi sarang bagi ekstremis.

Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon juga menegaskan, status Mesir harus dipertahankan sebagai negara yang memiliki pengaruh geopolitis kuat di kawasan. Ini terkait dengan lokasi Terusan Suez sebagai lalu lintas perdagangan internasional dan pilar setia perdamaian Timur Tengah. Ini tak boleh terganggu.


Wow Kekayaan Mubarak 70 Miliar Dollar AS
Penulis: Robert Adhi Ksp | Editor: R Adhi KSP


Gamal Mubarak (kiri) dan ayahnya, Hosni Mubarak (kanan)


Berapa kekayaan Presiden Mesir Hosni Mubarak dan keluarganya? Keluarga Mubarak diyakini memiliki simpanan uang tunai di bank-bank di Inggris dan Swiss, serta properti di Amerika dan Inggris.

Kekayaan keluarga Hosni Mubarak diperkirakan mencapai 70 miliar dollar AS, menurut analis Timur Tengah. Kalau dikonversikan ke dalam mata uang rupiah, uang itu berjumlah Rp 629,6 triliun. Wow!

Keluarga Mubarak memiliki simpanan uang di bank-bank di Swiss dan Inggris, demikian pula real estat di London, New York, Los Angeles, dan di kawasan mahal di Laut Merah.

Setelah 30 tahun menjabat Presiden Mesir dan pejabat senior militer, Mubarak memiliki akses transaksi investasi yang telah menghasilan keuntungan bernilai ratusan juta poundsterling. Sebagian besar diperoleh dari saham dan deposito dalam rekening bank yang dirahasiakan, atau pun dalam investasi di bidang perumahan dan hotel.

Menurut sebuah laporan suratkabar Arab Al Khabar tahun lalu, Mubarak memiliki berbagai properti di Manhattan dan kawasan eksklusif Rodeo One di Beverly Hills, Amerika Serikat. Kedua putra Mubarak, Gamal dan Alaa, juga miliarder.

Amaney Jamal, profesor ilmu politik di Universitas Princeton mengatakan, kekayaan keluarga Mubarak mencapai 70 miliar dollar AS sebanding dengan kekayaan para pemimpin negara-negara Teluk.

"Kekayaan pribadi ini dikumpulkan ketika ia menjabat di militer dan sebagai presiden," kata Amaney kepada ABC News. "Terlalu banyak korupsi dalam rezim ini, yang menahan sumber daya masyarakat untuk kepentingan pribadi," katanya. "Ini merupakan pola diktator-diktator di Timur Tengah," jelasnya.

Al Khabar melaporkan, hal ini membuat kita paham bagaimana keluarga Mubarak menyimpan kekayaannya di bank UBS Swiss, Bank of Scotland, bagian dari Llyods Banking Group.

Christopher Davidson, profesor politik Timur Tengah di Durham University menyebutkan, Hosni Mubarak, istrinya Suzanne, dan kedua putranya, mampu mengumpulkan kekayaan mereka melalui sejumlah kerja sama kemitraan dengan perusahaan dan investor asing yang menanamkan modalnya di Mesir.

Disebutkan, banyak negara Teluk meminta 51 persen saham dari investor asing untuk mitra bisnis lokal saat akan memulai usaha. "Hampir setiap proyek membutuhkan sponsor, dan Mubarak berada di tempat yang pas dalam setiap kesempatan kesepakatan," katanya.

Sebagian besar simpanan uang Mubarak berada di bank-bank Swiss dan investasi properti di London. Ini memang merupakan tempat favorit bagi para pemimpin Timur Tengah.

Al Khabar menyebutkan sejumlah perusahaan asing barat yang bermitra dengan keluarga Mubarak, rata-rata memiliki keuntungan 15 juta dollar AS per tahun.

Aladdin Elaasar, penulis buku The Last Pharaoh: Mubarak and the Uncertain Future of Egypt in The Obama Age menulis bahwa beberapa rumah pribadi Mubarak merupakan warisan dari kekayaan Presiden sebelumnya dan kerajaan.

Hotel dan tanah di sekitar resor turis Sharm el-Sheikh juga merupakan sumber kekayaan keluarga Mubarak.

MENLU MESIR BERANG PADA IRAN

JAMBI EKSPRES:

Menlu Mesir Berang Pada Iran

Minggu, 6 Februari 2011 | 05:44 WIB

Spencer Platt/AFP Puluhan orang menggelar aksi unjuk rasa menentang Presiden Mesir Hosni Mubarak diluar kantor misi Mesir di PBB, di New York City, Senin (31/1/2011).

Menteri Luar Negeri Mesir Ahmed Aboul Gheit berang kepada Iran. "Uruslah negara kalian sendiri," kata Ahmed menanggapi komentar pemimpin Iran yang mengatakan unjuk rasa di Mesir akibat pemerintahan yang diktator.

Kepada wartawan hari Sabtu, Menlu Mesir Ahmad Aboul Ghit mengatakan, pemimpin Iran Ali Khamenei sepertinya melupakan aksi unjuk rasa yang menyebar di banyak tempat di Iran sekitar dua tahun yang lalu.

Aboul Gheit menegaskan, seharusnya Khamenei lebih memperhatikan masalah kebebasan di Iran daripada "mengalihkan perhatian masyarakat Iran dengan bersembunyi di balik kejadian di Mesir" . Menlu Mesir mengatakan, "masa kritis Iran belum tiba, namun kami menunggu momen itu dengan hati berbunga-bunga."

Mesir diguncang unjuk rasa dua pekan terakhir ini dengan tuntutan Presiden Mesir Hosni Mubarak mundur.

KADER PKS TERLIBAT KERUSUHAN MESIR DUA WNI DI TANGKAP

JAMBI EKSPRES:

PKS Diminta Klarifikasi soal Mesir

Dewan Pimpinan Pusat Partai Keadilan Sejahtera diminta mengklarifikasi sejauh mana keterlibatan kader-kadernya dalam demonstrasi di Mesir. Jika memang benar-benar terlibat, hal tersebut dinilai akan merugikan keberadaan warga negara Indonesia di Mesir yang tidak berafiliasi dengan PKS.

Demikian pernyataan yang dikirimkan Zuhairi Misrawi, alumnus Universitas Al Azhar, Kairo, Mesir, kepada redaksi Kompas.com, Minggu (6/2/2011).

"Saya mendapatkan informasi dari sejumlah mahasiswa Indonesia di Kairo bahwa situasi mutakhir sangat tidak kondusif bagi mereka. Hal itu menyusul adanya pemeriksaan, penangkapan, bahkan penahanan terhadap sejumlah WNI di apartemen mereka ataupun di jalan. Bahkan, beberapa orang sudah ditahan dan diperlakukan sebagaimana tahanan kriminal," kata Misrawi yang juga Kader Muda Nahdlatul Ulama sekaligus analis politik Timur Tengah itu.

Menurut dia, penangkapan dan penahanan para mahasiswa tersebut diduga merupakan buntut dari berita adanya pernyataan Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Partai Keadilan Sejahtera (DPP PKS) Anis Matta di salah satu media nasional tentang keterlibatan kadernya dalam revolusi di Mesir.

Padahal, Pemerintah RI melalui Kedutaan Besar RI sudah mengeluarkan imbauan agar warga negara Indonesia (WNI) menetap di rumah dan mematuhi setiap aturan yang dikeluarkan Pemerintah Mesir, terutama aturan jam malam. Artinya, WNI di Mesir sudah diwanti-wanti agar tidak terlibat dalam aksi demonstrasi dan tidak mencampuri urusan krisis politik yang terjadi di Mesir saat ini karena hal tersebut dapat mengancam keberadaan mereka di negeri piramid tersebut.

Untuk mengantisipasi penangkapan yang bersifat masif, Pemerintah RI harus mempercepat proses evakuasi para WNI ke Tanah Air karena mereka mulai tidak merasa nyaman atas perlakuan pihak militer Mesir, yang saat ini memegang kendali keamanan di sana.

Sementara itu Ketua DPP PKS Mahfudz Siddiq membantah keterlibatan kadernya dalam revolusi di Mesir.

Ia mengaku, sekitar 600 mahasiswa Indonesia di Mesir merupakan kader PKS. Namun, mereka ditugaskan untuk mengevakuasi WNI dan menyalurkan logistik kepada WNI yang terjebak kekisruhan politik di Mesir.

Hal serupa dikatakan Anis Matta. Ia membantah memberikan pernyataan bahwa kader PKS terlibat dalam upaya penggulingan rezim Hosni Mubarak. "Saya tidak pernah mengatakan kader PKS terlibat dalam revolusi Mesir," katanya.

Senin, 7 Februari 2011 | 02:46 WIB

Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa membenarkan terjadinya dua insiden penahanan terhadap warga negara Indonesia oleh pihak keamanan atau militer Mesir. Kedua peristiwa terpisah itu, menurut dia, sama-sama terjadi hari Sabtu (5/2).

Hal itu disampaikan Marty, Minggu, saat dikonfirmasi tentang penahanan yang dialami sejumlah WNI, sebagian besar mahasiswa. Insiden pertama dialami 20 mahasiswa asal Indonesia yang pada saat kejadian tengah memaketkan sejumlah buku ke Tanah Air.

”Mereka ditahan dan dimintai keterangan selama tiga jam oleh militer Mesir, terutama ditanyai soal niat dan tujuan mereka mengirim buku-buku itu dan apa saja isi buku-buku tersebut. Mereka lalu dilepas dengan bantuan Kedutaan Besar Republik Indonesia,” ujar Marty.

Adapun insiden penahanan kedua dialami seorang WNI pada Sabtu malam. Saat itu WNI yang tidak disebutkan namanya itu ditahan karena turun dari bus di sekitar Alun-alun Tahrir, yang selama ini menjadi pusat aksi unjuk rasa menuntut turunnya Presiden Mesir Hosni Mubarak.

”Malam itu dia baru pulang dari bepergian. Dia turun kebetulan di dekat Alun-alun Tahrir. Aparat militer yang curiga lalu menahan dan membawanya untuk diperiksa. Setelah semalaman diperiksa, dia dilepaskan. Aparat keamanan Mesir memang tengah meningkatkan pengamanan mereka akhir-akhir ini,” ujar Marty.

Komitmen

Marty menambahkan, semua laporan itu dia peroleh dari pihak KBRI untuk Mesir. KBRI juga menyampaikan komitmen aparat keamanan dan militer Mesir untuk segera memberi tahu KBRI begitu ada WNI yang mereka tahan.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Partai Keadilan Sejahtera Anis Matta, yang dihubungi secara terpisah, membantah adanya insiden penahanan dan intimidasi yang dialami sejumlah WNI di Mesir, terutama mahasiswa, terkait pernyataannya seperti dikutip sebuah situs berita. Dalam berita itu disebutkan, Anis mengatakan, sekitar 600 kader partainya ikut membantu memasok logistik para pengunjuk rasa di Mesir.

Anis membantah keras pemberitaan tersebut, yang menurut dia salah dan sudah ”dipelintir”. Dia juga membantah bahwa insiden penahanan dan intimidasi terhadap para mahasiswa Indonesia itu ada kaitannya dengan pernyataannya yang dikutip secara salah di situs berita itu.

”Pemberitaan itu sangat keterlaluan. Saya memang diwawancarai Jumat siang lalu oleh banyak media massa di DPR. Saya ditanya soal evakuasi dan saya cerita, kader kami ada beberapa sudah pulang dan ada yang memilih tinggal untuk membantu para WNI. Tidak benar saya bilang ada 600 kader kami bantu demonstran di sana. Media lain pun enggak ada yang membuat berita begitu. Berita itu sudah dipelintir,” ujar Anis.

Lebih lanjut Anis mengingatkan, sikap keras aparat keamanan di Mesir bukan terjadi saat ini saja, melainkan sudah sejak lama mengingat negara itu memang ”Negara Polisi”. Bahkan, dirinya pun saat sebagai anggota DPR melawat ke sana pernah diperlakukan dengan tidak menyenangkan pada tahun 2005.

”Saya waktu ke sana ditahan berjam-jam di imigrasi mereka, padahal saya datang dengan membawa paspor biru (diplomatik). Setelah saya marah-marah, baru mereka kasih saya masuk. Jadi, memang sudah lama mereka begitu. Apalagi dalam situasi sekarang. Negara itu kan sedang lumpuh. Demonstran saja sudah tidak mendengar lagi permintaan petinggi militer di sana,” ujar Anis

PKS Bantah Terlibat Revolusi Mesir

Minggu, 6 Februari 2011 | 21:32 WIB

AFP PHOTO/AMR AHMAD Para pendukung Presiden Hosni Mubarak terlibat bentrok dengan massa demonstran di Lapangan Tahrir, kairo, Rabu (2/2/2011).

Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera Mahfudz Siddiq membantah indikasi keterlibatan kadernya dalam revolusi di Mesir. "Tidak benar kalau kader PKS, yang merupakan mahasiswa di Mesir, ikut membantu revolusi di Mesir," katanya di Jakarta, Minggu (6/2/2011).

Ia mengakui, sekitar 600 mahasiswa Indonesia di Mesir merupakan kader Partai Keadilan Sejahtera (PKS). "Mereka ditugaskan untuk mengevakuasi warga negara Indonesia dan itu pun pada tahap akhir," ujar Mahfudz.

Selain itu, dia menambahkan, kader PKS tersebut juga bertugas untuk menyalurkan logistik kepada warga negara Indonesia (WNI) yang terjebak kekisruhan politik di Mesir. "Jadi, tidak benar kalau PKS ikut membantu dan terlibat dalam revolusi di Mesir," kata Mahfudz menegaskan.

Sebelumnya Sekretaris Jenderal PKS Anis Matta, sempat diberitakan di sebuah media, memberikan pernyataan bahwa kader PKS terlibat dalam upaya penggulingan rezim Hosni Mubarak. Namun, pemberitaan itu dibantah secara pribadi oleh Anis Matta. "Saya tidak pernah mengatakan kader PKS terlibat dalam revolusi Mesir," katanya.

Meski demikian, berita yang mengaitkan mahasiswa kader PKS dengan kekisruhan di Mesir itu membuat khawatir mahasiswa Indonesia yang berada di sana. "Pernyataan Sekjen PKS Anis Matta kepada sejumlah media massa di Indonesia itu bisa membunuh kami di Mesir. Mereka mendapatkan pamor di atas penderitaan kami," kata salah satu mahasiswa Universitas Al Azhar asal Kota Madiun, Jawa Timur, Ahda Zabila (25), melalui pesan yang dikirim ke akun Facebook, Minggu.

"Sweeping"

Ia menceritakan, kabar keterlibatan mahasiswa Indonesia tersebut telah berdampak pada banyaknya mahasiswa Indonesia di Kairo yang terkena aksi "sweeping" dan penggeledahan.

"Di antaranya yang menjadi korban adalah teman kami, Bisyri Ichwan, mahasiswa Al Azhar, Kairo, Fakultas Ushuluddin tingkat 2 asal Banyuwangi, Jawa Timur. Ia dan sejumlah temannya terkena aksi penggeledahan di rumahnya di kawasan Nasr City, tepatnya di daerah Tubromli," katanya.

Dalam pesannya, Ahda menulis, Bisyri Ichwan beserta empat temannya, didatangi satu kompi tentara Mesir lengkap dengan senjata laras panjang, Sabtu (5/2/2011) siang waktu setempat. Selama satu jam, mereka dicecar sekitar 100 pertanyaan oleh tentara Mesir terkait dengan kecurigaan militer bahwa mereka adalah pendukung aksi para demonstran.

Tidak hanya dicecar dengan pertanyaan, tetapi rumah mereka juga diobrak-abrik. Laptop, telepon seluler, dan dokumen-dokumen tak luput dari pemeriksaan tentara yang menodongkan senjata laras panjang ke arah mahasiswa.

"Bukan hanya diperiksa, tetapi juga diobrak-abrik. Mereka fokus pada internet yang saya buka. Suasananya begitu tegang," kata Achda menirukan ungkapan temannya, Bisyri Ichwan.

Mahasiswa S-1 Ilmu Tafsir Fakultas Ushuluddin Universitas Al Azhar ini juga menceritakan, hal yang tak kalah mencekam juga dialami oleh Andi Sadli, mahasiswa tingkat 5 Fakultas Syari'ah Wal Qonun, yang keluar dari asrama menuju rumah temannya di kawasan Abbas. "Andi Sadli juga harus mendapatkan pemeriksaan ketat oleh tentara dilengkapi senjata dan tank, yang berjaga di sekitar asrama pada siang hari," tuturnya.

Ia menambahkan, apa yang terjadi pada Bisyri dan Andi hanyalah contoh kecil dari berbagai kemungkinan yang terjadi menyusul berita yang disebut mengutip pernyataan Anis Matta di Gedung DPR, Jumat (4/2/2011).

Dalam pesannya, Ahda dan rekan mahasiswa lainnya mendesak Pemerintah Indonesia segera mengevakuasi WNI yang masih bertahan karena saat ini keadaan sangat sulit. Apalagi, mahasiswa sudah kehabisan uang dan stok pangan menipis, sedangkan bantuan dari KBRI hanya berupa mi instan.

Kekuatan "Crowdsourcing"

Senin, 7 Februari 2011 | 07:01 WIB
Seorang anak terlihat di antara para pengunjuk rasa yang melakukan shalat Jumat di Alun-alun Tahrir, Kairo, Mesir, Jumat (4/2). Puluhan ribu pengunjuk rasa yang berkumpul di Alun-alun Tahrir melambai-lambaikan bendera Mesir, menyanyikan lagu kebangsaan, dan menuntut Presiden Hosni Mubarak mundur. Mereka bertahan di sana dari pengunjuk rasa pro-Mubarak yang mencoba mengusir mereka.



DAHONO FITRIANTO

KOMPAS.com - Bayi itu lahir sudah. Setelah 30 tahun dicengkeram kekuasaan absolut ”presiden seumur hidup”, bayi kedaulatan rakyat telah lahir di Mesir dalam aksi yang mencengangkan seluruh dunia.

Rakyat telah mendobrak tembok rasa takut itu xdan bayi ini telah lahir. Apakah dia bayi lelaki atau perempuan? Akan kami beri ASI atau susu bubuk? Bagaimana kami akan membesarkan dia? Ke mana kami akan menyekolahkannya? Kami belum tahu semua itu, tetapi yang jelas bayi ini sudah lahir,” tutur Gameela Ismail (44), tokoh jurnalis televisi Mesir, kepada majalah Newsweek edisi 7 Februari 2011.

Banyak pengamat senada dengan Ismail. Apa pun yang akan terjadi setelah ini tak akan mengembalikan Mesir yang lama. ”Kalian semua telah mengambil kembali hak-hak kalian. Apa yang telah kita mulai tak bisa disurutkan lagi,” seru pemimpin oposisi Mohamed ElBaradei di hadapan puluhan ribu warga Mesir di Alun-alun Tahrir, Kairo, Minggu (30/1/2011) malam.

Fawaz Gergez, pakar Timur Tengah dari London School of Economics, menyebut revolusi Mesir yang dimulai pada 25 Januari dan mencapai puncaknya dengan berkumpulnya sekitar dua juta demonstran di sekitar Alun-alun Tahrir, Selasa (1/2/2011), adalah ”Momen Berlin” dunia Arab, mengacu pada robohnya Tembok Berlin, Jerman, November 1989.

”Tembok otoritarianisme itu telah runtuh, terlepas dari Mubarak jadi terguling atau tidak,” tutur Gergez kepada Reuters, Minggu.

Semua itu sepertinya terjadi begitu tiba-tiba. Tak seorang pun di dunia menduga eskalasi situasi di Mesir bisa terjadi begitu cepat. Mantan Presiden Amerika Serikat Jimmy Carter yang mensponsori perjanjian damai bersejarah Mesir-Israel di Camp David, AS, 1979, menyebut krisis Mesir ”mengguncang dunia” dan ”situasi paling genting di Timur Tengah” sejak ia tak lagi menjadi presiden.

Batas toleransi rakyat

Dari sisi alasan, revolusi yang sedang terjadi di Mesir tak jauh beda dari semua revolusi di muka Bumi. Rakyat muak dengan kemiskinan, pengangguran, kenaikan harga barang dan biaya hidup, korupsi, dan ketimpangan gaya hidup.

”Saya hanya bisa makan roti kering. Saya tak mampu membeli daging. (Tetapi) Hosni makan lobster dan kaviar setiap hari. Saya ingin dia dan keluarganya pergi dari sini. Saya sudah lelah dan muak dengan para pengecut itu!” tandas demonstran bernama Guindy (24) kepada Reuters.

Demonstran lain menggambarkan habisnya toleransi mereka atas segala represi dan kekejaman penguasa. ”Bukannya membantu rakyat yang sedang memperjuangkan hak mereka, orang-orang ini justru bertingkah seperti setan. Saya tak peduli dengan politik dan juga seorang penakut, tetapi akan ikut ke jalan karena tak bisa melihat mereka membunuh saudara- saudara kami,” kata Zeinab Abdel Fattah (17) tentang tindakan polisi yang secara brutal berusaha membubarkan aksi damai para demonstran.

Selama sepekan aksi demonstrasi di seluruh Mesir, lebih dari 150 orang tewas akibat bentrokan berdarah dengan polisi. Semua itu menambah dalam dendam dan antipati rakyat terhadap polisi, alat utama penguasa untuk menekan dan menyiksa rakyat di bawah Undang- Undang Darurat yang diterapkan lebih dari 40 tahun.

Sebuah kawat diplomatik rahasia dari Kedutaan Besar AS, 28 Juli 2009, yang dibocorkan WikiLeaks pekan lalu, menyebutkan, polisi Mesir dengan mudah menangkap dan menahan jurnalis, penulis puisi, dan blogger yang kritis terhadap pemerintahan Mubarak.

Keresahan masyarakat terakumulasi bagaikan bara dalam sekam yang bisa berkobar menjadi revolusi. Ada yang menduga, revolusi di Mesir ini dipicu aksi demonstrasi rakyat di Tunisia yang berhasil menggulingkan dan mengusir Presiden Zine al-Abidine Ben Ali, 14 Januari.

Kekuatan massa

Revolusi Tunisia tersebut dalam waktu singkat memicu gelombang aksi serupa di Mesir, Yaman, Aljazair, dan Jordania. Perdana Menteri Jordania Samir Rifai akhirnya mengundurkan diri, Selasa (1/2/2011), karena desakan massa.

Warga Mesir, seperti dikutip The Economist, menjuluki gelombang revolusi itu sebagai ”Tunisami”, tsunami dari Tunisia. Robert Danin, pengamat Timur Tengah dari Council on Foreign Relations, mengatakan, persamaan nasib warga dunia Arab, peran jejaring sosial internet, dan televisi membuat gelombang itu melanda seluruh Timur Tengah dengan cepat.

”Jaringan (televisi) paling populer di dunia Arab adalah Aljazeera, yang menjadi instrumen sangat kuat. Orang di Yaman (yang menyaksikan peristiwa di Tunisia dan Mesir) akan berkata, ’Hmm, aksi ini terjadi di mana-mana. Mengapa tidak juga di sini? Kami juga marah. Kami juga tidak suka dengan represi. Kami juga muak’,” ungkap Danin.

Meski demikian, revolusi di Mesir tak serta-merta disusun secara instan hanya karena terinspirasi Tunisia. Newsweek menulis, gerakan crowdsourcing, semacam gerakan kepemimpinan kolektif untuk menggalang kekuatan massa yang efektif, elusif, sekaligus sulit dipatahkan, telah disusun komunitas dunia maya Mesir sebelum Tunisami.

Gerakan 6 April, yang menjadi salah satu motor aksi demonstrasi di Mesir saat ini, bermula dari sebuah akun di Facebook pada 2008. Gerakan yang didirikan aktivis Ahmad Maher (30) untuk menyerukan aksi pemogokan buruh di kota industri Mahalla waktu itu kini memiliki lebih dari 70.000 partisipan, sebagian besar kalangan menengah dan intelektual Mesir.

Dukungan juga tergalang dalam akun Facebook yang didedikasikan untuk Khaled Said, blogger yang dikabarkan tewas setelah dipukuli polisi di Alexandria tahun lalu. Komunitas yang berkembang di dunia maya itu tanpa disadari aparat keamanan berkembang menjadi aksi konkret.

Diskusi pun berkembang dari hal-hal yang bersifat konseptual ke hal-hal teknis konkret, seperti bagaimana menggunakan Coca-Cola untuk menghilangkan efek gas air mata. Semua sudah disiapkan sebelum masyarakat di Tunisia memberontak.

Mark Lynch, profesor ilmu politik dan hubungan internasional dari George Washington University, AS, mengaku tercengang dengan kekuatan gerakan rakyat di Tunisia dan Mesir yang dilakukan tanpa satu pusat koordinasi (terdesentralisasi) dan tidak melalui jalur-jalur oposisi resmi seperti partai politik, yang seharusnya menjadi saluran perubahan politik.

Danin pun melihat tren mengejutkan, yakni warga dunia Arab tidak lagi turun ke jalan untuk berdemonstrasi menentang Israel atau AS. Mereka berdemonstrasi untuk merespons kondisi lokal dan pemerintah masing-masing. ”Mereka merespons berbagai masalah lokal yang kemudian tersulut dan terinspirasi apa yang terjadi di bagian lain kawasan itu,” tutur Danin.

Pemerintahan korup, yang buta dan tuli terhadap ketidakpuasan dan penderitaan rakyat, memang menjadi hambatan pertama yang harus disingkirkan untuk meraih tujuan lebih besar: masyarakat adil dan sejahtera.
JAMBI EKSPRES:


Hillary: Mubarak Bertahan Lebih Lama

Senin, 7 Februari 2011 | 09:43 WIB

AP Photo/Pablo Martinez Monsivais Presiden AS Barack Obama bertemu Presiden Mesir Hosni Mubarak (kiri) di Oval Office, Gedung Putih, Washington, Selasa, 18 Agustus 2009.

Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Hillary Clinton, Minggu (6/2/2011), memperkirakan bahwa Presiden Mesir Hosni Mubarak mungkin harus bertahan lebih lama daripada yang banyak lawannya inginkan untuk memastikan pemilihan umum berhasil.

Di bawah tekanan protes massa, Mubarak telah berjanji untuk tidak maju lagi dalam pemilihan umum (pemilu) presiden September mendatang. Namun, banyak demonstran menuntut pengunduran diri segera. Laporan media Amerika Serikat menyatakan, Washington juga mendesak Mubarak untuk turun sekarang.

Namun Clinton, yang berbicara kepada wartawan dalam perjalanan pulang dari pembicaraan internasional mengenai Mesir di Jerman, menduga bahwa tekanan terhadap Mubarak untuk turun sekarang ketimbang nanti mungkin akan berkurang.

"Sejauh yang saya paham tentang konstitusi (Mesir), jika presiden mengundurkan diri, ia akan digantikan oleh ketua parlemen dan pemilihan presiden harus diselenggarakan dalam 60 hari," katanya. "Sekarang orang Mesir harus bergulat dengan kenyataan tentang apa yang harus mereka lakukan," ujarnya.
Spanyol Usul Pemilu Mesir Dipercepat

Senin, 7 Februari 2011 | 12:59 WIB
Massa pendukung Presiden Hosni Mubarak dan massa penentangnya berhadap-hadapan di Lapangan Tahrir, Kairo, Rabu (2/2/2011).


Para penguasa Mesir sebaiknya menenangkan demonstran oposisi yang mendesak pengunduran diri Presiden Hosni Mubarak dengan meminta pemilihan presiden dipercepat, kata Menteri Luar Negeri Spanyol Trinidad Jimenez dalam komentar yang dipublikasikan pada Minggu (6/2/2011).

"Mesir dapat menemukan cara untuk menjawab aspirasi sah rakyatnya jika pemerintah membuat isyarat dan memajukan ke bulan Juni pemilihan yang telah dijadwalkan pada September", ujarnya kepada harian Spanyol, El Mundo.

Mubarak telah mengatakan tidak akan mencalonkan diri untuk dipilih lagi. Namun, sejauh ini ia menolak permintaan untuk mundur dengan segera dengan mengatakan ia merasa harus bertahan hingga pemilihan presiden pada September mendatang guna menjamin stabilitas. Presiden berusia 82 tahun itu telah memerintah Mesir selama 30 tahun.

"Mesir adalah negara yang lebih besar dan lebih kompleks sehingga harus lebih keras untuk mencapai perjanjian ketimbang di Tunisia," katanya.

Para penentang pemerintahan Mubarak telah mengadakan pembicaraan dengan Wakil Presiden Omar Suleiman, Minggu, tetapi meremehkan hasil perundingan itu. Pihak oposisi tetap menuntut Presiden Mubarak mundur. Ribuan demonstran anti-pemerintah juga masih menduduki Alun-alun Tahrir yang menjadi simbol tempat perlawanan di pusat Kairo.

TAWARAN MUBARAK TIDAK MEMUASKAN OPOSISI

JAMBI EKSPRES:

Tawaran Mubarak Tidak Memuaskan Oposisi

Senin, 7 Februari 2011 | 13:00 WIB
AFP PHOTO /STRINGER Kedua kubu massa pro dan kontra Presiden Hosni Mubarak saling berhadap-hadapan.


Presiden Mesir Hosni Mubarak berada di bawah tekanan baru, Senin (7/2/2011). Pihak oposisi tetap menuntut pemimpin yang telah berkuasa selama 30 tahun itu segera mundur. Para penentangnya menyatakan, konsesi yang ditawarkan pemerintah dalam pembicaraan dengan pihak opisisi tidak memadai.

Saat perlawanan rakyat memasuki hari ke-14 hari ini, Alun-alun Tahrir di Kairo masih dipenuhi demonstran anti-rezim yang kukuh bahwa dimulainya dialog dengan kelompok oposisi tidak akan mengalihkan kampanye mereka untuk menurunkan Mubarak. Sejumlah pemrotes yang tidak gentar itu berdoa secara Kristen di alun-alun di Kairo pusat, pusat dan simbol perlawanan tersebut, untuk mengenang sekitar 300 orang yang diduga telah tewas dalam demonstrasi menentang Mubarak.

Sementara itu Presiden AS Barack Obama mengatakan, Mesir harus berubah dan menyerukan adanya "pemerintahan perwakilan", tetapi tidak lagi menyerukan kepada Mubarak, sekutu tua AS, untuk segara turun dari kekuasaannya. Soal waktu mundurnya Mubarak, Obama mengatakan kepada televisi Fox, Minggu, "Hanya dia yang tahu apa yang akan dia lakukan. Yang kami tahu, Mesir tidak akan kembali ke masa lalu. Dia (Mubarak) tidak maju untuk dipilih kembali. Masa dia berakhir tahun ini."

Wakil Presiden Omar Suleiman, Minggu, mengadakan pembicaraan dengan kelompok oposisi, termasuk dengan kelompok Ikhwanul Muslimin yang dilarang tetapi berpengaruh. Namun, tidak ada terobosan yang terjadi dari pembicaraan tersebut. Juru bicara pemerintah, Magdi Radi, mengatakan para pihak telah sepakat untuk membentuk sebuah komite hakim dan politisi "untuk mempelajari serta mengusulkan perubahan konstitusional dan perubahan legislatif yang dibutuhkan... pada minggu pertama Maret". Para perunding juga setuju untuk membuka sebuah kantor yang menangani keluhan tentang perlakuan terhadap tahanan politik, pengenduran kekangan terhadap media, pencabutan undang-undang darurat "tergantung pada situasi keamanan", dan penolakan atas campur tangan asing. Namun, Suleiman menolak tuntutan utama lain pihak oposisi.

Tidak semua elemen gerakan oposisi yang terlibat dalam pemberontakan melawan pemerintahan Mubarak hadir dalam pembicaraan itu. Mantan Kepala Pengawas Nuklir PBB dan pembangkang ternama, Mohamed ElBaradei, tidak diundang. ElBaradei, yang kembali ke Mesir tak lama setelah protes anti-Mubarak dimulai dan telah bergabung dalam demonstrasi yang menuntut pemecatan presiden itu, mengatakan, perundingan itu masih sangat awal dan tidak memiliki kredibilitas karena hal itu dikelola oleh Mubarak dan militer.

"Proses itu buram. Tak seorang pun tahu siapa yang berbicara kepada siapa pada tahap ini," katanya kepada NBC, yang menunjuk "kurangnya kepercayaan yang besar" antara demonstran dan pemerintah. "Jika benar-benar ingin membangun kepercayaan, Anda perlu melibatkan seluruh rakyat Mesir, warga sipil," katanya.

Mahmud Ezzat, pemimpin nomor dua Ikhwanul Muslimin, mengatakan kepada AFP melalui telepon bahwa kelompok itu tidak keluar dari pembicaraan itu karena merasa telah membuat kemajuan. Namun, ia memperingatkan bahwa protes jalanan akan terus berlangsuung. Dia berpendapat, rezim itu, dengan duduk bersama oposisi, telah secara diam-diam "mengakui bahwa ini adalah revolusi rakyat dan tuntutannya sah. Dan, salah satu tuntutan kami adalah Presiden harus mundur."

Soal apakah Mubarak mundur, menurut Ezzat, "Itu bergantung pada tekanan rakyat dan kami mendukung tekanan rakyat. Itu harus berlanjut." Seorang tokoh senior lain Ikhwanul Muslimin, Essam al-Erian, mengatakan kepada wartawan, "Mereka tidak menanggapi sebagian besar tuntutan kami. Mereka hanya menanggapi beberapa tuntutan kami, tapi secara superfisial."

Mubarak sejauh ini menolak tuntutan untuk segera mundur. Di satu sisi, ia menegaskan bahwa diri sudah "muak" dengan kepemimpinan. Namun di sisi lain, ia mengatakan bahwa ia harus bertahan sampai pemilihan presiden September mendatang untuk menjamin stabilitas.

OBAMA BERJANJI HANCURKAN AL QAEDA

JAMBI EKSPRES:

Obama Bersumpah Kalahkan Al Qaeda

Selasa, 8 Februari 2011 | 03:25 WIB

Presiden AS Barack Obama menyapa personel militer AS di Camp Victory, Baghdad, Irak.

Presiden Barack Obama bersumpah mengalahkan Al Qaeda dan mengatakan bahwa Taliban tidak akan pernah bisa mengambil alih Afganistan.

"Saya tidak bisa mengatakan dengan keyakinan 100 persen. Namun, saya yakin bahwa pasukan kita telah melakukan pekerjaan yang luar biasa. Mereka lebih bersifat ofensif ketimbang defensif dan kami tengah memulai kembali transisi sehingga pasukan keamanan Afganistan akan mengambil alih kendali," kata Obama.

Ketika ditanya televisi Fox, Senin (7/2/2011), apakah Amerika Serikat akan memenangkan perang sembilan tahun di Afganistan, Obama mengatakan "Saya bisa katakan bahwa kita akan mengalahkan Al Qaeda, dan Taliban tidak akan mengambil alih Afganistan lagi. Namun, Taliban masih menjadi unsur masyarakat di Afganistan."

Dalam pidato kenegaraannya bulan lalu, Obama menegaskan janjinya untuk menarik mundur beberapa dari 100.000 pasukan AS pada Juli dan memulai penyerahan tugas kendali keamanan kepada tentara Afganistan.

Sejumlah pejabat tinggi AS menyebutkan bahwa penarikan mundur pada pertengahan 2011 akan melibatkan sejumlah kecil pasukan, sementara para pemimpin NATO menargetkan penyerahan kendali keamanan kepada pasukan Afganistan pada akhir 2014.


Bom di Gereja Mesir
Korban Ledakan Jadi 21 Orang Tewas

Jumlah korban tewas akibat ledakan di sebuah gereja di Alexandria, Mesir, Sabtu (1/1/2011) dini hari, meningkat dari tujuh orang menjadi 21 orang. Jumlah ini disampaikan oleh pejabat senior Kementerian Kesehatan Mesir, Osama Abdel Moneim.

Saat ini 21 jenazah tersebut telah dibawa ke rumah sakit di kota itu. Korban adalah umat gereja yang baru saja selesai mengikuti misa Tahun Baru di kota kedua terpadat di Mesir tersebut. Tak kurang dari 1.000 orang mengikuti misa di gereja yang terletak tak jauh dari pelabuhan Mediterania tersebut.

Polisi tengah melakukan investigasi pada saat ini. Dugaan sementara, bom berasal dari sebuah mobil yang berada di depan gereja. "Saya sedang berada di dalam gereja ketika mendengar ledakan. Tubuh manusia pun langsung terbakar," kata Adel, seorang umat, kepada The Associated Press.

Belum ada kelompok yang menyatakan bertanggung jawab atas ledakan tersebut. Namun, Wali Kota Alexandria, Adel Labib, menuding jaringan Al Qaeda sebagai dalang dari ledakan tersebut.


Tujuh Anggota Al Qaida Ditangkap

Satu sumber informasi terpercaya mengatakan kepada IRNA Rabu malam mengenai penangkapan tujuh anggota kelompok Al Qaida di Kotapraja Sardasht, yang terletak di provinsi Azerbaijan Barat, di bagian selatan Iran.

Sumber yang keberatan disebutkan namanya ini menegaskan dalam wawancara eksklusif di Azarbaijan, bahwa penangkapan para anggota Al Qaida itu telah diidentifikasi sekitar sebulan lalu oleh pejabat intelijen Iran dan surat perintah penangkapan telah dikeluarkan bagi mereka oleh pejabat kehakiman.

"Orang-orang ini telah memulai kegiatan mereka di wilayah itu selama beberapa tahun terakhir dengan tujuan untuk menyebarkan ajaran Islam versi Salafi dan Wahabi kepada orang-orang di wilayah tersebut, termasuk menabur benih perselisihan antara saudara-saudara Syiah dan Sunni di Azerbaijan," katanya.

Penangkapan agen-agen Al Qaida di wilayah itu adalah hasil upaya tak kenal lelah dari puluhan petugas intelijen Iran selama berbulan-bulan dan tokoh-tokoh yang ditangkap telah diserahkan kepada pejabat pengadilan untuk dihadapkan ke pengadilan.

Mereka juga menyita sejumlah buku dan pamflet Al Qaida, sekte Wahabi dan Salafi, serta sejumlah anggota suku lain yang kurang dikenal ditemukan dan disita.

Corong Teroris, TV Al-Baghdadiya Ditutup



Foto dari tahun 2008 yang menunjukkan interior gereja Katolik Our Lady of Salvation, Baghdad, Irak. Di dalam gereja inilah orang-orang bersenjata menyandera sekitar 100 umat yang sedang menghadiri misa, Minggu (31/10).


Saluran TV swasta Al-Baghdadiya di Irak ditutup karena komisi yang memberi izin media menganggapnya sudah menjadi "corong bagi teroris".

Stasiun TV yang bermarkas di Mesir yang programnya sebagian besar dipusatkan di Irak itu ditutup karena telah menyiarkan tuntutan para gerilyawan Al Qaida dalam drama penyanderaan di sebuah gereja di Baghdad, Ahad.

Penyanderaan itu berakhir dengan 46 orang Kristen tewas. "Penutupan itu dilakukan setelah keputusan atas Al-Baghdadiya karena melanggar aturan dan ketentuan mengenai organisasi media siaran," kata Komisi Komunikasi dan Media Irak dalam pernyataannya.

"Saluran itu telah menyiarkan apa yang mereka katakan sebagai ’permintaan para penyandera’. Saluran itu telah berubah menjadi corong teroris," kata komisi itu.

Selain ditutup, dua staf Al-Baghdadiya pun ditangkap dengan tuduhan bahwa mereka berhubungan dengan para penyandera. Namun beberapa sumber keamanan menyebutkan, satu dari dua staf itu telah dibebaskan.

Dalam hubungan telpon dengan Al-Baghdadiya, orang-orang bersenjata itu menyuarakan tuntutan yang mencakup pembebasan gerilyawan yang dipenjara di Irak dan Mesir.

Tentara Irak telah memutus aliran listrik stasiun TV swasta itu hari Senin. Akibatkan siaran terhenti selama sekitar 15 menit. Ketika transmisi itu kembali berfungsi, itu berasal dari luar Irak.

Staf Al-Baghdadiya, Muntazer al-Zaidi, mendadak terkenal setelah dia melemparkan sepatunya ke arah mantan Presiden Amerika Serikat George W.Bush pada Desember 2008.




Jerman Siaga Terhadap Serangan Al Qaeda

Jerman mengatakan pada Rabu (17/11/2010), pihaknya memiliki bukti kuat kelompok Islam, sayap Al Qaeda sedang merencanakan penyerangan.

Inggris dan Jerman merupakan sasaran mereka dalam dua minggu ke depan. Pemerintah Jerman telah menyiagakan keamanan di sejumlah sasaran potensial, seperti stasiun kereta dan bandar udara.

Menteri Dalam Negeri Jerman Thomas de Maiziere mengatakan, informasi muncul setelah serangkaian bingkisan berisi bom yang dikirim dari Yaman ke beberapa sasaran di AS akhir Oktober.

Termasuk serangan bom parsel, yang dikirim militan Yunani ke sejumlah sasaran, di antaranya Kanselir Jerman Angela Merkel.

"Situasi keamanan di Jerman sudah menjadi serius. Kami memiliki indikasi kuat pada rencana serangkaian serangan pada akhir November ini," kata De Maiziere dalam konferensi pers.

De Maiziere mengatakan informasi diterima dari seorang mitra internasional setelah insiden Yaman, mengingatkan serangan terencana pada bulan ini.

Hasil penyelidikan polisi Jerman yang berhubungan dengan sumber dari masyarakat Muslim, telah memastikan upaya kelompok tersebut dalam pelaksanaan sejumlah serangan di Jerman.

Karena hal tersebut, polisi Jerman telah menaikkan tingkat kewaspadaan pada sasaran potensial seperti bandar udara dan stasiun kereta api.

"Tidak ada alasan untuk merasa cemas. Kami tidak akan terintimidasi oleh kelompok teror internasional, baik mengenai cara hidup kami, maupun budaya atau kebebasan kami," kata menteri tersebut.

De Maiziere mengatakan situasi itu dapat disamakan dengan tingkat kewaspadaan keamanan ketika pemilihan umum federal Jerman pada 2009.

Menteri De Maiziere, seorang figur senior dalam pemerintah tengah-kanan Merkel, awalnya telah mengendurkan ancaman bulan lalu saat Amerika Serikat dan Inggris mengumumkan peringatan bahwa kemungkinan Jerman dan Prancis ditargetkan oleh Al Qaida dan kelompok teror sekutunya.

Tetapi awal bulan ini ia mengakui ada indikasi ancaman serius terhadap Eropa dan Amerika Serikat.

Jerman telah lama dipandang sebagai sasaran potensial karena telah menugaskan 4.590 personel militer ke Afghanistan, kontingen terbesar ketiga dalam 150.000 tentara pasukan internasional guna melawan Taliban.

SBY SURATI MUBARAK

JAMBI EKSPRES:

Mesir Bergolak
Presiden SBY Surati Mubarak

Senin, 7 Februari 2011 | 18:01 WIB
Going: President Mubarak announced his plan to step aside in a televised address

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berinisiatif menulis surat kepada Presiden Mesir Hosni Mubarak terkait situasi di negara tersebut yang tak kunjung membaik. Mesir bergolak setelah gelombang aksi besar-besaran yang menuntut Mubarak mundur dari jabatannya.

Presiden mengatakan, surat tersebut diberikan kepada mantan Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda, yang juga anggota Dewan Pertimbangan Presiden, untuk selanjutnya diberikan kepada Mubarak.

"Sebagai negara sahabat yang mempunyai hubungan yang baik sejak zaman kemerdekaan, saya menulis surat. Surat itu tiada lain adalah keinginan Indonesia untuk berbagi atau sharing pengalaman ketika Indonesia mengalami hal yang kurang lebih sama, dan kita berhasil lakukan transisi demokrasi," kata Presiden di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (7/2/2011).

Presiden berharap, pengalaman di Indonesia dapat dijadikan perbandingan oleh Pemerintah Mesir. Presiden mengatakan, dirinya berharap niat Indonesia mendapat respons positif dari Pemerintah Mesir. Saat ini, Hassan tengah mencari celah agar surat Presiden bisa segera sampai ke tangan Mubarak.