JAMBI EKSPRES:
Bom untuk Tameng SBY Atau Gulingkan SBY?
Minggu, 20/03/2011 | 00:26 WIB
TEROR bom terus bermunculan pekan ini. Mulai dari teror bom yang dikemas melalui paket buku hingga bentuk-bentuk paket mencurigakan. Tim Gegana pun sibuk menjinakkan bom. Banyak variasinya pula karena ada yang benar-benar bom dan ada pula cuma sekadar paket mencurigakan. Pada 15 Maret 2011, sebuah bingkisan bom jenis low eksplosif (daya ledak rendah) berbentuk buku “mampir” di kantor tokoh Jaringan Islam Liberal (JIL) Ulil Abshar Abdalla di kawasan Utan Kayu, Jakarta Timur yang melukai tiga orang. ‘
Pada hari bersamaan, paket bom juga dikirim ke Kantor Badan Narkotika Nasional (BNN) ditujukan kepada Kepala BNN Gories Mere di Cawang, Jakarta Timur. Pada hari berbaerangan pula,. paket bom dialamatkan ke kediaman Ketua Pemuda Pancasila Yapto S Soeryosumarno di Cilandak, Jakarta Selatan. Polda Metro Jaya telah menjinakkan dan menyita bom tersebut. Paket bom pun mampir ke rumah musisi Ahmad Dhani di Pondok Indah, Jakarta Selatan.
Hari berikutnya, Tim Gegana menemukan bom yang berada di Kota Wisata, Cibubur. Jaraknya kebetulan cukup dekat (sekitar 2 km) dengan rumah Presiden SBY di Cikeas. Selanjutnya, Jumat (18/3) malam, paket mencurigakan dikirim ke aktivis HAM, Hendardi. Paket ini punya ciri-ciri sama dengan paket yang berisi bom di Utan Kayu. Hendardi, sebagai aktivis HAM kerap membela kelompok Ahmadiyah. Setelah itu, rentetan teror bom dan paket mencurigakan berturut-turut juga menyebar di berbagai daerah di tanah air.
Pertanyaannya adalah mengapa teror bom dan paket mencurigakan beredar belakangan ini? Bagi publik yang kecewa dengan kepemimpinan rezim pemerintah SBY yang dinilai mengabaikan keadilan dan kesejahteraan rakyat, tentu menuduh bahwa teror bom ini dibuat sebagai pengalihan isu terhadap berbagai serangan terhadap SBY seperti skandal Century dan kasus yang membongkar dugaan korupsi jaringan Istana. Ditambah lagi, adanya dua koran Australia, The Age dan Sidney Morning Herald, yang memberitakan dugaan korupsi SBY dan kroni Istana dari bocoran dokumen rahasia kawat diplomatik Wikileaks.
Sedangkan bagi pihak penguasa dan Densus 88 Polri khususnya serta pihak yang membenci kelompok "Islam radikal", tentunya menuding teror bom ini sebagai upaya kelompok "Islam radikal". Mislanya, Mantan Wakil Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) As'ad Said Ali menilai pendukung Abu Bakar Ba’asyir berada di balik teror bom buku yang marak belakangan ini. Ini didasari pada kenyataan target pengeboman yang tak jauh dari pihak yang sering dituduh antek Amerika, seperti Gories Merre, Ahmad Dhani dan Ulil Abshar Abdalla.
Sebagai catatan, Ulil Abshar Abdalla dan Hendardi adalah sosok pembela Ahmadiyah. Sedangkan Ahmad Dhani dan Yapto Soerjosoemarno memiliki keturunan Yahudi. Ibu Yapto adalah seorang Belanda Yahudi yang pernah menjadi atlit nasional Indonesia dari cabang bridge. Sedangkan Ahmad Dhani dikabarkan ibunya berkebangsaan Yahudi, Joice Kohler. Dhani tak membantah kalau ia mempunyai keturunan Yahudi dari kakeknya. Namun Dhani membantah kalau dikatakan sebagai penyebar paham zionisme.
Selain itu waktu pengeboman yang berdekatan dengan sidang pengadilan Abu Baka Baásyir menjadi pembenar bahwa kelompok pendukung amir Jamaah Anshorut Tauhid ini yang menjadi dalang intelektual teror bom buku. Namun, anak bungsu Ustad Abu, Abdul Rochim Baasyir buru-buru membantahnya. "Itu analisa konyol dan tak berdasar," katanya, Minggu (19/3), seperti dilansir RM Online.
Direktur Jamaah Anshorut Tauhid Media Center, Sonhadi pun menilai, tuduhan Abu Bakar Baasyir adalah dalang teror bom adalah sebuah rekayasa busuk. Tuduhan seperti ini terus dikembangkan hingga terbentuk opini bahwa Ustad Abu layak dituduh sebagai teroris. "Padahal sampai sekian kali sidang terorisme digelar, opini itu tak terbentuk. Bahkan rekayasa persidangan adalah pesanan makin terkuak," paparnya sembari menambahkan, ujung dari opini menyesatkan ini adalah revisi UU terorisme dan kepentingan security bisnis atau bisnis pengamanan. "Ujungnya ya perubahan pada UU terorisme. Artinya aparat dan intelijen mendapat payung hukum untuk berbuat leluasa lagi terhadap orang yang diduga teroris," imbuhnya.
Bahkan, Abu Bakar Ba'asyir balik menuding, bom buku yang dikirim di ke kediaman Ahmad Dhani dan tokoh lainnya tersebut dilakukan oleh Densus 88 yang bertujuan untuk mendapatkan uang. "Ya soal bom itu, itu rekayasa saya menuding itu dilakukan oleh Densus tujuannya untuk mendapatkan uang dari Amerika Serikat," ucap Ba'asyir di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel), Kamis (17/3/2011). Ba'asyir mengatakan, Densus 88 sengaja memelihara teroris untuk melakukan sejumlah teror di masyarakat. "Teroris ini dipelihara oleh Densus karena selama teroris masih ada Densus dapat uang," tuding Ba'asyir.
Penilaian mengejutkan datang dari pengamat intelijen Soeripto. Ia menduga bom buku yang ditujukan kepada mantan Koordinator Jaringan Islam Liberal (JIL) Ulil Abshar Abdalla yang berkantor di Utan Kayu, Jakarta Timur, merupakan pekerjaan intelijen. Untuk situasi Indonesia saat ini, yang paling mungkin melakukan kekerasan dengan menggunakan bom adalah intelijen profesional. "Yang bisa melakukan itu adalah orang yang profesinya sebagai intelijen. Bisa saja agen intel yang melakukan pekerjaan itu. Orang biasa sulit," ungkap mantan petinggi BIN ini.
Penilaian agak kontroversial datang dari Wakil Ketua Komisi I DPR RI yang membidangi intelijen dan keamanan, Mayjen TNI (Purn) TB Hasanudin. Anggota Fraksi PDIP ini menilai, serangkaian teror bom yang terjadi belakangan ini bertujuan menjungkalkan Presiden SBY. "Ada kelompok-kelompok yang ingin menjatuhkan presiden sebelum 2014," ujarnya, Sabtu (19/3), seperti dilansir Tempo. Mantan sekretaris militer presiden di era Megawati Soekarnoputri ini menyebut ada beberapa kelompok yang ingin menjaungkalkan SBY, yakni kelompok jaringan lama, Islam radikal, dan juga barisan sakit hati.
Menurut Hasanudin, untuk mengungkap siapa pelaku di belakang teror bom ini, sangat mudah. "Kalau saya yang jadi penyidik, saya pasti sudah bisa membongkar siapa dalangnya," tuturnya. Ia tak membantah kemungkinan adanya permainan intelijen dalam kasus teror bom ini. "Dalam setiap kegiatan yang menyerang pemerintah, baik itu demo ataupun teror, ada intelijen yang bermain," ungkapnya pula. Ia juga membuka kemungkinan adanya kelompok radikal Islam dalam aksi kali ini. Ia pun menuding kinerja aparat keamanan yang lamban menyebabkan teror seperti ini terus berlangsung.
Terlepas dari berbagai penilaian apapun, yang jelas maraknya teror bom berturut-turut sekarang ini adalah bukti nyata bahwa aparat keamanan era pemerintahan SBY telah gagal melindungi rasa aman masyarakat. Setiap ada ledakan bom itu jelas menteror masyarakat. Lebih celaka lagi, penanganan paket bom kurang profesional dan masih jauh dair peralatan canggih. Akibat penanganan paket bom hanya memakai metal detector maka begitu ada kandungan jenis logam sekecil apa pun seperti steples kecil yang menempel di kertas, langsung diledakkan. Sehingga ada kejadian menggelikan, paket sepatu baru (mungkin akibat lobang tali sepatunya dari logam), diledakkan juga, sehingga merugikan pemiliknya. Mestinya pendeteksian bom harus pakai alat semacam X-Ray sehingga terlihat apa yang ada di dalam paket tersebut.
Kisahnya adalah berikut, kiriman paket dari Jambi untuk sang adik yang sedang berulang tahun di Jakarta diledakkan tim Gegana Brimon Polda Metrojaya karena dikira paket bom. Yakni, Tim Gegana meledakkan paket mencurigakan berbentuk kardus sepatu yang diterima keluarga tersebut di Jalan Raya Gardu, Condet, Jakarta Timur. Paket mencurigakan tersebut awalnya diterima oleh sebuah perusahaan travel CV Granada yang terletak tak jauh dari tempat paket tersebut diledakkan. Pengirim paket pun menyayangkan kinerja aparat polisi yang terkesan paranoid dan tak menguasai prosedur standar pengamanan terhadap ancaman bom tersebut, sehingga tanpa melakukan investigasi dan pemeriksaan barang yang dicurigai langsung diledakkan, dimusnahkan, pada Jumat (18/3).
Aparat polisi juga harus jeli dan pinter, serta tidak memasang badan angker dan kebpribadian jauh dari masyarakat. Polisi harsu berupaya dekat dengan masyarakat sehingga membuat rasa aman dan menarik simpati masyarakat. Oleh karena itu, aparat polisi tidak hanya berupaya bagaimana mengatasi atau menjinakkan bom, melainkan juga bagaimana mengendalikan emosi agar polisi dekat dnegan masyarakat sehingga tidak saling curiga. Dengan demikian, masyarakat senantiasa akan membantu polisi, bukan malah menjauhi polisi.
Dari paparan dia atas, dengan asumsi bahwa masih eksisnya Ahmadiyah di Indonesia yang tidak dilarang pemerintah, dan apalagi keberadaan Ahmadiyah di Indonesia didukung oleh Kongres Amerika Serikat, tentu membuat kalangan Islam radikal di Indonesia menjadi “marah” kepada rezim pemerintah SBY yang terlalu lunak dan tunduk serta manut kepada pihak AS. Sebagai cara perlawanan, bisa saja membuat protes dengan pertunjukan serangkain teror bom. Apalagi, kini penegakan hukum tebang pilih dan melukai keadilan rakyat, ditambah lagi maraknya kemiskinan dan pengangguran serta melonjaknya harga barang.
Sebaliknya, dengan asumsi posisi Presiden SBY sekarang ini sangat terpojok dengan adanya pemberitaan tentang dugaan korupsi Sby dan jaringan Istana yang dimuat dua surat kabar Australia, The Age dan Sidney Morning Herald, dari bocoran nota dokumen rahasia kawat diplomatik Wikileaks. Ini menyusul desakan yang mengecam sikap SBY yang tidak tegas dan terkesan memetieskan pengusutan skandal Bank Century, mafia pajak, rekening gendut sejumlah jenderal Polri, dugaan rekayasa kriminalisasi pimpinan KPK, dugaan IPO Krakatau Steel, kasus BLBI, kasus Miranda, kasus IT KPU, dugaan KKN gurita Cikeas dan lain sebagainya.
Jadi, apakah rentetan teror bom dan paket mencurikan belakangan ini yang terjadi di mana-mana adalah upaya untuk menutupi isu yang menimpa rezim penguasa sekarang alias pengalihan isu? Ataukah sebaliknya, sebagai protes atau perlawanan dari kelompok “Islam Radikal” terhadap kepemimpinan SBY yang tidak tegas dan dinilai menjadi “antek” asing yang dianggap merugikan Islam? Ini lambat laun akan segera terjawab apakah teror bom tersebut sengaja dipakai tameng SBY untuk menghadapi serangan terhadap dirinya, atau justeru gerakan untuk menjungkirkan SBY. (Ani jakpress)
lokasi: Home / Berita / Analisa / [sumber: Jakartapress.com]
Laman
Rabu, 23 Maret 2011
ANGGAB WIKILEAKS SELESAI SBY HINDARI PEMAKZULAN
JAMBI EKSPRES:
Anggap Wikileaks Selesai, SBY Hindari Pemakzulan
Minggu, 20/03/2011 | 15:57 WIB
Anggap Wikileaks Selesai, SBY Hindari Pemakzulan
Oleh: Munatsir Mustaman (Direktur Eksekutif IDM)
PEMBERITAAN dua surat kabar Australia yang memuat tentang peyalahgunaan kekuasaan oleh Presiden SBY untuk memperkaya diri, serta peran sentral dari Ani Yudhoyono (istri SBY) dalam memanfaatkan kekuasaan suaminya untuk kepentingan dirinya dan keluarganya serta melakukan intervensi terhadap Kejaksaan Agung untuk menghentikan kasus dugaan korupsi ketua MPR Taufik Kiemas yang mana data-data yang didapat oleh kedua surat kabar Australia berasal dari data berita kawat dari kedutaan besar Amerika Serikat.
Yang pada akhirnya SBY mengatakan untuk menghentikan semua polemik tentang pemberitaan dari dua surat kabar Australia, dan menganggap bahwa masalah data Wikileaks yang dimuat di dua surat kabar Australia adalah sudah selesai. Tentu saja ini menjadi aneh dan banyak menimbulkan pertanyaan pada masyarakat mengapa SBY menganggap persoalan pemberitaan The Age dan Sidney Morning Herald (SMH) sudah selesai.
Padahal, kalau manusia yang normal yang namanya tentu SBY akan minta pertanggung jawaban kedua surat kabar Austarlia dan pemerintah Amerika Serikat yang secara ceroboh telah melakukan fitnah kepada dirinya dan keluarganya.
Anggapan masyarakat terhadap SBY dengan tidak melakukan langkah apa pun untuk meminta pertangungjawaban terhadap kedua surat kabar Australia dan menganggap sudah selesai,. bisa jadi masyarakat akan berpikir bahwa berita yang dimuat oleh kedua surat kabar tersebut adalah benar. Sebab, jika SBY melakukan perlawanan terhadap kedua surat kabar Australia dan Kedutaan Amerika Serikat maka mereka akan memberikan bukti-bukti tentang kebenaran dari apa yang dilakukan oleh SBY dalam meyalahgunakan kekuasaannya untuk kepentingan kroninya dan keluarganya.
Orang miskin saja akan marah sekali bila dituduh mencuri atau menipu apalagi seorang SBY yang punya reputasi sebagai Presiden yang katanya anti KKN dan menjadikan korupsi sebagai lawan utamanya dalam pemerintahannya serta dituduh melakukan peyalahgunaan kekuasaan untuk kepntingan pribadi dan keluarganya. Ini berarti SBY sudah tidak normal lagi perasaanya terlebih lagi sampai sampai istrinya menanggis.
Ada anggapan lainya adalah bahwa SBY dan kroninya hanya berani kepada rakyatnya saja jika martabat dan nama keluarganya didiskreditkan, seperti pada kasus yang menimpa sejumlah aktivis Benteng Demokrasi Rakyat (Bendera) yang menggulirkan tuduhan serius tentang adanya aliran dana Bank Century ke keluarga SBY dan kroninya. Sekarang aktivis Bendera harus menghadapai tuntutan hukum penjara paling sedikit 5 tahun. Sedangkan yang jelas-jelas kedua surat kabar tersebut menuduh secara terang-terangan dianggap selesai atau istilah kata diselesaikan secara adat oleh SBY.
Karena itu Indonesia Development Monitoring (IDM) menilai bahwa langkah yang dilakukan oleh LSM Petisi 28 yang meminta KPK untuk menindaklanjuti tentang bocoran berita kawat Wikileaks yang dimuat oleh kedua surat kabar Australia tersebut adalah sudah tepat. Juga diharapakan KPK mau menindaklanjuti dan KPK jangan menjadi ayam sayur serta jadi alat politik penguasa dan hanya berani pada besan SBY saja atau Anggodo saja.
Begitu juga kami harap Kejaksaan Agung yang dituduh diintervensi terhadap kasus dugaan korupsi ketua MPR Taufik Kiemas harus menindaklanjuti data-data bocoran Wikileaks. Dan jangan cuma berani menuntut Gayus Tambunan dan memenjarakan Antasari Azhar saja. Sebab, jika terbukti adanya intervensi terhadap dugaan korupsi Taufik Kiemas, SBY pun bisa dianggap telah menghalang-halangi pemberantasan korupsi dan bisa dikenakan Undang-Undang (UU) Anti korupsi yang pada akhirnya bisa berakhir dengan pemakzulan.
Jadi, bisa disimpulkan bahwa mengapa SBY menyelesaikan pemberitaan Wikileaks secara adat menganggap sudah selesai? Jawabannya adalah untuk menghindari efek bola salju dari bocoran data Wikileaks yang berakhir pada pemakzulan SBY. Inilah licinnya SBY.
Teror Bom Kubur Isu WikiLeaks soal SBY
lokasi: Home / Berita / Nasional / [sumber: Jakartapress.com]
Minggu, 20/03/2011 | 12:50 WIB
Teror Bom Kubur Isu WikiLeaks soal SBY
Jakarta - Maraknya aksi teror bom yang menghantui kota Jakarta dalam tiga hari ke belakang sontak seperti mengubur isu lain yang sebelumnya sedang hangat diperbincangkan. Lantas, beberapa kalangan mencurigai hal tersebut hanyalah sebagai pengalihan isu semata.
Pernyataan tersebut dilontarkan oleh anggota Komisi III DPR Azis Syamsuddin saat dihubungi di Jakarta, Minggu (20/3). Tanpa basa basi, Azis menyebut seakan isu penyerangan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) oleh dua media di Australia seperti langsung buyar begitu saja.
"Karena dalam kenyataan, kasus bom itu sontak membuat hilang isu lain yang sedang hangat. Salah satunya seperti laporan surat kabar Australia yang menyodok Istana," ujar politisi Partai Golkar ini, seperti dilansir MI Online.
Azis juga mengatakan bahwa kedua media yang dipersoalkan Istana dengan tegas menyatakan enggan meminta maaf atas laporan yang dimuatnya. "Berarti kan media tersebut kukuh, otomatis mereka yakin akan keakuratan data yang disampaikan," papar politisi muda Anggota Komisi III DPR RI tersebut.
Lebih lanjut, ketika pertama bergulir, isu penyalahgunaan kekuasaan menjadi bola panas yang ramai dibicarakan dan disorot publik secara luas. "Eh tak tahunya setelah sekian lama menggelinding, muncul pula bom. Lalu buyar semuanya itu," ungkapnya.
Seperti yang diketahui, dua media di Australia, pekan lalu menuliskan bahwa Presiden SBY dituding telah menyalahgunakan kekuasaannya selama memimpin di Indonesia. Di antaranya diduga menekan Kejaksaan untuk tidak memproses kasus korupsi, mencampuri institusi kehakiman dalam permasalahan PKB, mematai lawan politik dengan memanfaatkan BIN, dan memperkaya kroninya.
SBY Salah Langkah Tanggapi Wikileaks
Minggu, 20/03/2011 | 21:02 WIB
SBY Salah Langkah Tanggapi Wikileaks
Jakarta - Mantan Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KASAD), Jenderal TNI (Purn) Tyasno Sudarto, mengingatkan pemerintahan SBY untuk tidak menganggap remeh data-data diplomatik Kedutaan Amerika Serikat (AS) yang dibocorkan oleh Wikileaks beberapa waktu lalu. Karena hal ini akan menambah ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah.
"Tidak akan ada api kalau tidak ada asap, apalagi yang melaporkan ini intelijen AS, itu tidak main-main. Jadi pemerintah jangan hanya menganggap itu sebagai sampah," ujarnya saat diskusi bertajuk "Teror Bom dan Wikileaks Mengguncang Stabilitas Negara: Fakta Kagagalan dan Kebohongan Presiden SBY" di Doekoen Coffee, Jalan Pasar Minggu, Pancoran, Jakarta, Minggu (20/3/2011), seperti dilansir RM Online.
Pemerintah, kata Mantan Kepala Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI ini, seharusnya tidak perlu sampai memberikan hak jawab kepada dua surat kabar Australia yang memberitakan data kabel-kabel kawat kedubes AS tersebut. Mestinya pemerintah memberikan jawaban kepada masyarakat bahwa bocoran laporan itu tidak benar dengan cara membuktikan bahwa mereka tidak melakukan korupsi seperti yang dituduhkan.
"Pemerintah harus menunjukkan kepada rakyat bahwa mereka bertanggung jawab terhadap amanah yang diberikan oleh rakyat, tidak korupsi. Dan yang tidak kalah penting harus menegakkan hukum supaya ada lagi wibawa dan kepercayaan di masyarakat," tandasnya.
Tidak Tegas
Aksi teror bom buku mungkin saja dilancarkan oleh kelompok keagamaan radikal yang memiliki pandangan keagamaan yang sempit. Tapi ingat, aksi teror bom buku menjadi sangat marak dan gerakannya sangat masif disebabkan oleh ketidakjelasan sikap pemerintah.
"Pemerintah tidak tegas dan tidak bisa mengontrol. Pemerintah bicara tapi tidak sampai ke bawah. Hal-hal seperti itu (radikalisme agama) hanya dianggap sebagai lelucon saja," ujar anggota Dewan Syuro PKB, Maman Kholilurrahman Ahmad saat diskusi bertajuk "Teror Wikileaks dan Teror Bom Mengguncang Stabilitas Negara: Fakta Kagagalan dan Kebohongan Presiden SBY" di Doekoen Coffee, Jakarta, Minggu (20/3).
Politisi yang kerap disapa Gus Maman ini juga mengatakan, aksi teror bom yang terjadi juga harus menjadi perhatian bagi dua ormas Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah. Sangat aneh katanya, teror bom dilakukan oleh kelompok yang keagamaan yang kecil, dan kedua ormas itu hanya sibuk mengurusi politik. NU dan Muhammadiyah melalaikan agenda-agenda dakwah untuk melawan pemikiran agama yang radikal itu.
"Kenapa NU dan Muhammadiyah bisa kecolongan oleh kelompok-kelompok kecil itu, karena lebih suka politik," imbuhnya.
WikiLeaks Diisi Tentara AS, Mudah Bocor
Sebenarnya tidak ada yang aneh kenapa kabel-kabel diplomatik Kedutaan Besar Amerika Serikat tentang berbagai pelanggaran yang dilakukan sejumlah tokoh nasional, termasuk Presiden SBY dan istrinya, Ani Yudhoyono, sangat mudah diperoleh WikiLeaks. Pasalnya menurut pengamat intelijen, Wawan Purwanto, sejumlah pentolan WikiLeaks berasal dari kalangan tentara Amerika Serikat yang punya tujuan membuat kegaduhan.
"Mereka-mereka (pentolan WikiLeaks) itu dari tentara AS. Mereka memang punya kepribadian mengacaukan suasana saja," katanya dalam diskusi bertajuk "Teror WikiLeaks dan Teror Bom Mengguncang Stabilitas Negara: Fakta Kagagalan dan Kebohongan Presiden SBY" di Doekoen Coffee, Pancoran, Jakarta Selatan, Minggu (20/3).
Wawan menegaskan, apa yang dilakukan pentolan-pentolan tentara AS itu kurang tepat. Sebab yang mereka munculkan hanyalah data-data berupa analisa-analisa dari kabel kawat diplomati Kedubes AS. Artinya masih mentah dan perlu di-crosscek kembali.
Meski begitu, jelas Wawan, data-data WikiLeaks tetap saja sangat membahayakan, apalagi langsung dibuka ke publik. Hal itu, katanya, akan menimbulkan dampak yang besar berupa kegaduhan politik. Buktinya, kata Wawan, setelah data-data WikiLeaks dimuat oleh dua media Australia awal Jumat pekan, seantero Nusantara langsung mempergunjingkannya.
"(Semuanya) ramai, sampai kemarin pemerintah langsung menyampaikan hak jawabnya. Meski begitu tetap saja akan ada dampaknya. Akan menimbulkan masalah lain," tambahnya.
Teror Bom Tanda SBY Gagal
Minggu, 20/03/2011 | 11:18 WIB
Teror Bom Tanda SBY Gagal
Oleh: Bambang Soesatyo, Komisi III DPR
PEMERINTAH harus mengembalikan hak rasa aman kepada rakyat. Maka, presiden harus menggunakan semua potensi kekuatan negara untuk menghentikan teror bom yang melanda berbagai kota beberapa hari belakangan ini.
Teror bom tidak hanya membuat takut warga Jakarta. Hingga Sabtu (19/3) lalu, Teror yang sama pun menebar rasa takut di Bandung, Bali dan Makassar. Bagi masyarakat, situasi seperti ini benar-benar di luar batas kewajaran. Masalahnya, setelah rangkaian peristiwa sudah berlangsung berhari-hari, tidak ada satu pihak pun di negara ini yang bisa memberi penjelasan tentang apa yang sesungguhnya sedang terjadi, termasuk Presiden maupun Polri.
Kalau presiden saja tidak bisa memberi indikasi apa pun tentang motif teror itu, berarti informasi dari intelijen kepada presiden pun amat minim. Kalau teror itu meluas ke berbagai kota, bisa disimpulkan bahwa Polri keteteran dalam upaya menghentikan teror itu.
Hak rakyat untuk mendapatkan rasa aman praktis sudah dirampas. Warga di berbagai kota sudah saling mengingatkan untuk tidak sembrono dalam menerima kiriman berbentuk paket. Kecenderungan itu merupakan wujud nyata dari rasa takut rakyat.
Untuk mengembalikan hak rakyat akan rasa aman, presiden perlu menggunakan semua potensi kekuatan negara untuk memerangi pelaku teror itu. Target paling utama adalah menghentikan aksi teror bom, dan segera membuat suasana kehidupan di negara ini benar-benar kondusif.
Kalau teror bom sekarang tak segera dihentikan, konsekuensi logis yang akan dihadapi presiden cukup beragam. Antara lain, rakyat akan menilai pemerintahan SBY gagal menjaga dan mengendalikan ketertiban umum, tak mampu memberi rasa aman kepada rakyat dan gagal menjaga stabilitas nasional.
Citra negara pun akan rusak di mata internasional. Paling berbahaya jika rakyat tak bisa lagi menoleransi lemahnya kepemimpinan nasional saat ini dan menilai apa yang terjadi saat ini adalah upaya pengalihan isu dari serangan opini negatif Wikileaks yang dikutip media asing.
lokasi: Home / Berita / Nasional / [sumber: Jakartapress.com]
Anggap Wikileaks Selesai, SBY Hindari Pemakzulan
Minggu, 20/03/2011 | 15:57 WIB
Anggap Wikileaks Selesai, SBY Hindari Pemakzulan
Oleh: Munatsir Mustaman (Direktur Eksekutif IDM)
PEMBERITAAN dua surat kabar Australia yang memuat tentang peyalahgunaan kekuasaan oleh Presiden SBY untuk memperkaya diri, serta peran sentral dari Ani Yudhoyono (istri SBY) dalam memanfaatkan kekuasaan suaminya untuk kepentingan dirinya dan keluarganya serta melakukan intervensi terhadap Kejaksaan Agung untuk menghentikan kasus dugaan korupsi ketua MPR Taufik Kiemas yang mana data-data yang didapat oleh kedua surat kabar Australia berasal dari data berita kawat dari kedutaan besar Amerika Serikat.
Yang pada akhirnya SBY mengatakan untuk menghentikan semua polemik tentang pemberitaan dari dua surat kabar Australia, dan menganggap bahwa masalah data Wikileaks yang dimuat di dua surat kabar Australia adalah sudah selesai. Tentu saja ini menjadi aneh dan banyak menimbulkan pertanyaan pada masyarakat mengapa SBY menganggap persoalan pemberitaan The Age dan Sidney Morning Herald (SMH) sudah selesai.
Padahal, kalau manusia yang normal yang namanya tentu SBY akan minta pertanggung jawaban kedua surat kabar Austarlia dan pemerintah Amerika Serikat yang secara ceroboh telah melakukan fitnah kepada dirinya dan keluarganya.
Anggapan masyarakat terhadap SBY dengan tidak melakukan langkah apa pun untuk meminta pertangungjawaban terhadap kedua surat kabar Australia dan menganggap sudah selesai,. bisa jadi masyarakat akan berpikir bahwa berita yang dimuat oleh kedua surat kabar tersebut adalah benar. Sebab, jika SBY melakukan perlawanan terhadap kedua surat kabar Australia dan Kedutaan Amerika Serikat maka mereka akan memberikan bukti-bukti tentang kebenaran dari apa yang dilakukan oleh SBY dalam meyalahgunakan kekuasaannya untuk kepentingan kroninya dan keluarganya.
Orang miskin saja akan marah sekali bila dituduh mencuri atau menipu apalagi seorang SBY yang punya reputasi sebagai Presiden yang katanya anti KKN dan menjadikan korupsi sebagai lawan utamanya dalam pemerintahannya serta dituduh melakukan peyalahgunaan kekuasaan untuk kepntingan pribadi dan keluarganya. Ini berarti SBY sudah tidak normal lagi perasaanya terlebih lagi sampai sampai istrinya menanggis.
Ada anggapan lainya adalah bahwa SBY dan kroninya hanya berani kepada rakyatnya saja jika martabat dan nama keluarganya didiskreditkan, seperti pada kasus yang menimpa sejumlah aktivis Benteng Demokrasi Rakyat (Bendera) yang menggulirkan tuduhan serius tentang adanya aliran dana Bank Century ke keluarga SBY dan kroninya. Sekarang aktivis Bendera harus menghadapai tuntutan hukum penjara paling sedikit 5 tahun. Sedangkan yang jelas-jelas kedua surat kabar tersebut menuduh secara terang-terangan dianggap selesai atau istilah kata diselesaikan secara adat oleh SBY.
Karena itu Indonesia Development Monitoring (IDM) menilai bahwa langkah yang dilakukan oleh LSM Petisi 28 yang meminta KPK untuk menindaklanjuti tentang bocoran berita kawat Wikileaks yang dimuat oleh kedua surat kabar Australia tersebut adalah sudah tepat. Juga diharapakan KPK mau menindaklanjuti dan KPK jangan menjadi ayam sayur serta jadi alat politik penguasa dan hanya berani pada besan SBY saja atau Anggodo saja.
Begitu juga kami harap Kejaksaan Agung yang dituduh diintervensi terhadap kasus dugaan korupsi ketua MPR Taufik Kiemas harus menindaklanjuti data-data bocoran Wikileaks. Dan jangan cuma berani menuntut Gayus Tambunan dan memenjarakan Antasari Azhar saja. Sebab, jika terbukti adanya intervensi terhadap dugaan korupsi Taufik Kiemas, SBY pun bisa dianggap telah menghalang-halangi pemberantasan korupsi dan bisa dikenakan Undang-Undang (UU) Anti korupsi yang pada akhirnya bisa berakhir dengan pemakzulan.
Jadi, bisa disimpulkan bahwa mengapa SBY menyelesaikan pemberitaan Wikileaks secara adat menganggap sudah selesai? Jawabannya adalah untuk menghindari efek bola salju dari bocoran data Wikileaks yang berakhir pada pemakzulan SBY. Inilah licinnya SBY.
Teror Bom Kubur Isu WikiLeaks soal SBY
lokasi: Home / Berita / Nasional / [sumber: Jakartapress.com]
Minggu, 20/03/2011 | 12:50 WIB
Teror Bom Kubur Isu WikiLeaks soal SBY
Jakarta - Maraknya aksi teror bom yang menghantui kota Jakarta dalam tiga hari ke belakang sontak seperti mengubur isu lain yang sebelumnya sedang hangat diperbincangkan. Lantas, beberapa kalangan mencurigai hal tersebut hanyalah sebagai pengalihan isu semata.
Pernyataan tersebut dilontarkan oleh anggota Komisi III DPR Azis Syamsuddin saat dihubungi di Jakarta, Minggu (20/3). Tanpa basa basi, Azis menyebut seakan isu penyerangan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) oleh dua media di Australia seperti langsung buyar begitu saja.
"Karena dalam kenyataan, kasus bom itu sontak membuat hilang isu lain yang sedang hangat. Salah satunya seperti laporan surat kabar Australia yang menyodok Istana," ujar politisi Partai Golkar ini, seperti dilansir MI Online.
Azis juga mengatakan bahwa kedua media yang dipersoalkan Istana dengan tegas menyatakan enggan meminta maaf atas laporan yang dimuatnya. "Berarti kan media tersebut kukuh, otomatis mereka yakin akan keakuratan data yang disampaikan," papar politisi muda Anggota Komisi III DPR RI tersebut.
Lebih lanjut, ketika pertama bergulir, isu penyalahgunaan kekuasaan menjadi bola panas yang ramai dibicarakan dan disorot publik secara luas. "Eh tak tahunya setelah sekian lama menggelinding, muncul pula bom. Lalu buyar semuanya itu," ungkapnya.
Seperti yang diketahui, dua media di Australia, pekan lalu menuliskan bahwa Presiden SBY dituding telah menyalahgunakan kekuasaannya selama memimpin di Indonesia. Di antaranya diduga menekan Kejaksaan untuk tidak memproses kasus korupsi, mencampuri institusi kehakiman dalam permasalahan PKB, mematai lawan politik dengan memanfaatkan BIN, dan memperkaya kroninya.
SBY Salah Langkah Tanggapi Wikileaks
Minggu, 20/03/2011 | 21:02 WIB
SBY Salah Langkah Tanggapi Wikileaks
Jakarta - Mantan Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KASAD), Jenderal TNI (Purn) Tyasno Sudarto, mengingatkan pemerintahan SBY untuk tidak menganggap remeh data-data diplomatik Kedutaan Amerika Serikat (AS) yang dibocorkan oleh Wikileaks beberapa waktu lalu. Karena hal ini akan menambah ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah.
"Tidak akan ada api kalau tidak ada asap, apalagi yang melaporkan ini intelijen AS, itu tidak main-main. Jadi pemerintah jangan hanya menganggap itu sebagai sampah," ujarnya saat diskusi bertajuk "Teror Bom dan Wikileaks Mengguncang Stabilitas Negara: Fakta Kagagalan dan Kebohongan Presiden SBY" di Doekoen Coffee, Jalan Pasar Minggu, Pancoran, Jakarta, Minggu (20/3/2011), seperti dilansir RM Online.
Pemerintah, kata Mantan Kepala Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI ini, seharusnya tidak perlu sampai memberikan hak jawab kepada dua surat kabar Australia yang memberitakan data kabel-kabel kawat kedubes AS tersebut. Mestinya pemerintah memberikan jawaban kepada masyarakat bahwa bocoran laporan itu tidak benar dengan cara membuktikan bahwa mereka tidak melakukan korupsi seperti yang dituduhkan.
"Pemerintah harus menunjukkan kepada rakyat bahwa mereka bertanggung jawab terhadap amanah yang diberikan oleh rakyat, tidak korupsi. Dan yang tidak kalah penting harus menegakkan hukum supaya ada lagi wibawa dan kepercayaan di masyarakat," tandasnya.
Tidak Tegas
Aksi teror bom buku mungkin saja dilancarkan oleh kelompok keagamaan radikal yang memiliki pandangan keagamaan yang sempit. Tapi ingat, aksi teror bom buku menjadi sangat marak dan gerakannya sangat masif disebabkan oleh ketidakjelasan sikap pemerintah.
"Pemerintah tidak tegas dan tidak bisa mengontrol. Pemerintah bicara tapi tidak sampai ke bawah. Hal-hal seperti itu (radikalisme agama) hanya dianggap sebagai lelucon saja," ujar anggota Dewan Syuro PKB, Maman Kholilurrahman Ahmad saat diskusi bertajuk "Teror Wikileaks dan Teror Bom Mengguncang Stabilitas Negara: Fakta Kagagalan dan Kebohongan Presiden SBY" di Doekoen Coffee, Jakarta, Minggu (20/3).
Politisi yang kerap disapa Gus Maman ini juga mengatakan, aksi teror bom yang terjadi juga harus menjadi perhatian bagi dua ormas Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah. Sangat aneh katanya, teror bom dilakukan oleh kelompok yang keagamaan yang kecil, dan kedua ormas itu hanya sibuk mengurusi politik. NU dan Muhammadiyah melalaikan agenda-agenda dakwah untuk melawan pemikiran agama yang radikal itu.
"Kenapa NU dan Muhammadiyah bisa kecolongan oleh kelompok-kelompok kecil itu, karena lebih suka politik," imbuhnya.
WikiLeaks Diisi Tentara AS, Mudah Bocor
Sebenarnya tidak ada yang aneh kenapa kabel-kabel diplomatik Kedutaan Besar Amerika Serikat tentang berbagai pelanggaran yang dilakukan sejumlah tokoh nasional, termasuk Presiden SBY dan istrinya, Ani Yudhoyono, sangat mudah diperoleh WikiLeaks. Pasalnya menurut pengamat intelijen, Wawan Purwanto, sejumlah pentolan WikiLeaks berasal dari kalangan tentara Amerika Serikat yang punya tujuan membuat kegaduhan.
"Mereka-mereka (pentolan WikiLeaks) itu dari tentara AS. Mereka memang punya kepribadian mengacaukan suasana saja," katanya dalam diskusi bertajuk "Teror WikiLeaks dan Teror Bom Mengguncang Stabilitas Negara: Fakta Kagagalan dan Kebohongan Presiden SBY" di Doekoen Coffee, Pancoran, Jakarta Selatan, Minggu (20/3).
Wawan menegaskan, apa yang dilakukan pentolan-pentolan tentara AS itu kurang tepat. Sebab yang mereka munculkan hanyalah data-data berupa analisa-analisa dari kabel kawat diplomati Kedubes AS. Artinya masih mentah dan perlu di-crosscek kembali.
Meski begitu, jelas Wawan, data-data WikiLeaks tetap saja sangat membahayakan, apalagi langsung dibuka ke publik. Hal itu, katanya, akan menimbulkan dampak yang besar berupa kegaduhan politik. Buktinya, kata Wawan, setelah data-data WikiLeaks dimuat oleh dua media Australia awal Jumat pekan, seantero Nusantara langsung mempergunjingkannya.
"(Semuanya) ramai, sampai kemarin pemerintah langsung menyampaikan hak jawabnya. Meski begitu tetap saja akan ada dampaknya. Akan menimbulkan masalah lain," tambahnya.
Teror Bom Tanda SBY Gagal
Minggu, 20/03/2011 | 11:18 WIB
Teror Bom Tanda SBY Gagal
Oleh: Bambang Soesatyo, Komisi III DPR
PEMERINTAH harus mengembalikan hak rasa aman kepada rakyat. Maka, presiden harus menggunakan semua potensi kekuatan negara untuk menghentikan teror bom yang melanda berbagai kota beberapa hari belakangan ini.
Teror bom tidak hanya membuat takut warga Jakarta. Hingga Sabtu (19/3) lalu, Teror yang sama pun menebar rasa takut di Bandung, Bali dan Makassar. Bagi masyarakat, situasi seperti ini benar-benar di luar batas kewajaran. Masalahnya, setelah rangkaian peristiwa sudah berlangsung berhari-hari, tidak ada satu pihak pun di negara ini yang bisa memberi penjelasan tentang apa yang sesungguhnya sedang terjadi, termasuk Presiden maupun Polri.
Kalau presiden saja tidak bisa memberi indikasi apa pun tentang motif teror itu, berarti informasi dari intelijen kepada presiden pun amat minim. Kalau teror itu meluas ke berbagai kota, bisa disimpulkan bahwa Polri keteteran dalam upaya menghentikan teror itu.
Hak rakyat untuk mendapatkan rasa aman praktis sudah dirampas. Warga di berbagai kota sudah saling mengingatkan untuk tidak sembrono dalam menerima kiriman berbentuk paket. Kecenderungan itu merupakan wujud nyata dari rasa takut rakyat.
Untuk mengembalikan hak rakyat akan rasa aman, presiden perlu menggunakan semua potensi kekuatan negara untuk memerangi pelaku teror itu. Target paling utama adalah menghentikan aksi teror bom, dan segera membuat suasana kehidupan di negara ini benar-benar kondusif.
Kalau teror bom sekarang tak segera dihentikan, konsekuensi logis yang akan dihadapi presiden cukup beragam. Antara lain, rakyat akan menilai pemerintahan SBY gagal menjaga dan mengendalikan ketertiban umum, tak mampu memberi rasa aman kepada rakyat dan gagal menjaga stabilitas nasional.
Citra negara pun akan rusak di mata internasional. Paling berbahaya jika rakyat tak bisa lagi menoleransi lemahnya kepemimpinan nasional saat ini dan menilai apa yang terjadi saat ini adalah upaya pengalihan isu dari serangan opini negatif Wikileaks yang dikutip media asing.
lokasi: Home / Berita / Nasional / [sumber: Jakartapress.com]
SOAL WIKILEAKS SBY JANGAN CUMA BERKELIT
JAMBI EKSPRES:
Soal Wikileaks, SBY Jangan Cuma Berkelit
lokasi: Home / Berita / Nasional / [sumber: Jakartapress.com]
Jakarta - Kawat diplomatik yang dibocorkan oleh WikiLeaks dan kemudian dilansir dua koran besar Australia, The Age dan Sydney Morning Herald bukan informasi sampah. Alasannya, informasi itu bersumber langsung dari Kedutaan Besar (Kedubes) AS di Indonesia.
Hal itu dikatakan anggota Dewan Pembina Partai Gerindra, Permadi disela Mimbar Rakyat di Kampus Universitas Satya Negara Indonesia (USNI), Jalan Arteri Pondok Indah, Jakarta, Senin (21/3/2011). "Itu valid sekali. Mereka (Kedubes AS) juga tak menyangkal substansinya," kata Permadi, seperti dilansir RM Online.
Kedutaan besar hanya menyayangkan kenapa informasi tersebut bisa bocor ke publik. Menurut Permadi, jika pemerintah menyangkal informasi itu sebaiknya disampaikan dengan data-data juga. Jika tidak, penyangkalan yang dilakukan Menteri dan Partai Demokrat akan semakin ditertawakan orang. "Kalau sekadar mengatakan itu tidak benar, cucu saya pun bisa," ujarnya.
Sejumlah mahasiswa, aktivis, politisi, pengamat dan tokoh agama melakukan aksi mimbar bebas di atas panggung rakyat di USNI tersebut untuk menurunkan rezim SBY. Hadir diantaranya Hariman Siregar, Yudi Latief, Permadi, Ratna Sarumpaet, Muchtar Pakhpahan, Frans Magnis, Nur Suhud, Ridwan S, Mustar Bona Ventura, Fuad Bawazier, Sabam Sirait, Eggi Sudjana, Syafii Ma'arif, Lili Wahid, Fadjroel Rachman, Teguh Sh, Hatta Taliwang, Pong Hardjatmo, Sri Bintang Pamungkas, Anto Baret, Effendy Choire, Muchtar Pakpahan dan lain-lain.
Humas panggung rakyat, Revo mengatakan aksi mimbar bebas akan dilakukan sekitar pukul 10.00 WIb dan dibentuk dalam rangka membangun kekuatan di elemen masyarakat untuk menurunkan pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dan Boediono. "Aksi ini bentuk kekecewaan kepada pemerintahan SBY-Boediono. Dan kami minta agar SBY-Boediono mundur," paparnya.
Menurutnya, panggung rakyat itu sudah dibentuk di dalam kampus dengan ukuran 5X6 meter. Revo yang merupakan mahasiswa akhir ini mengaku aksi ini sudah mendapat izin dari pihak kampus. "Diatas panggung ini masyarakat bebas menyerukan aspirasi dan kekecewaannya kepada pemerintah," jelasnya.
Rakyat Mau Revolusi
Permadi nampaknya sudah kesal dengan kebobrokan dan tingkah laku pemerintah yang membuat segalanya jadi tak pasti. Bahkan, "Penyambung Lidah Bung Karno" ini menyerukan agar rakyat menggelar revolusi dengan cepat. “Jangan bunuh anak kita karena miskin. Mari kita bunuh orang yang sudah menyengsarakan rakyat,” kata Permadi saat berorasi di acara mimbar bebas yang digelar di USNI, Jakarta, Senin (21/3).
Permai menyerukan juga kepada para mahasiswa untuk melakukan revolusi, salah satunya dengan menggulingkan pemerintahan SBY-Boediono. “Di sini ada intel SBY, tolong bilang sama SBY rakyat mau revolusi,” tandas pakar paranormal ini.
Ia berpesan kepada mahasiswa agar melakukan revolusi seperti di Thailand atau Mesir. “Revolusi bukan seperti itu. Revolusi yang harus dilakukan itu seperti Bung Karno. Tapi, kita jangan hanya gulingkan SBY saja, karena kalau hanya SBY yang digulingkan nanti penggantinya masih antek-antek Amerika,” tandas Permadi, disambut tepuk tangan dan yel-yel perjuangan ratusan mahasiswa yang berada di lokasi.
SBY Kehilangan Simpati
Presiden SBY sudah kehilangan simpatinya. Pasalnya, dalam kasus-kasus yang menyerang personalnya, SBY langsung bereaksi. Tapi untuk hal-hal yang berkenaan dengan masyarakat seperti teror bom buku, SBY tidak cekatan.
"Ketika bom buku (yang berkaitan langsung dengan keamanan rakyat), SBY tidak melakukan apa-apa. Ia hanya adem ayem saja. Padahal dahulu ketika bom Ritz Charton, SBY langsung menunjuk seseorang dalang dibalik isu bom ini," kata pengamat politik Yudi Latief disela Mimbar Rakyat di Kampus USNI, Senin (21/3).
Yudi lalu menganalogikan SBY seperti seorang sutradara. Sutradara kerjanya hanya mengejar jam tayang saja dan bila kontraknya selesai, pekerjaannya dianggap selesai. "Ia hanya berfikir bagaimana untuk sampai ke 2014. Lalu apapun yang terjadi di masyarakat ia sudah tidak peduli lagi. Pemerintah sudah mengalami deligitimasi yang paling rendah," tegasnya.
Ada Teroris Baru
Paket bom buku yang menyasar secara acak menimbulkan kecurigaan bahwa pemerintah berada dibalik semua teror ini. Apalagi polisi dan Badan Intelijen Negara (BIN) terkesan ogah-ogahan untuk mengungkap pelaku teror bom ini. "Kecurigaan itu masuk akal. Belum apa-apa BIN sudah bilang (pelakunya) sulit untuk diungkap" kata pengamat politik Yudi Latief di sela Mimbar Rakyat di Kampus USNI, Senin (21/3).
Yudi menambahkan, banyak berfikir bom ini berasal dari teroris konvensional. Tapi karena target bervariasi, maka analisa itu sangat diragukan. "Mungkin hal ini dijalankan teroris lain. Ini wujud teroris baru. Kalau ini dilakukan oleh teroris konvesional, masak Ahmad Dhani jadi target. Itu terlalu kecil, karena masih banyak target yang lebih besar dari dia. Teroris konvensional itu targetnya single track, misalnya lambang kapitalisme AS. Tidak pernah teroris itu menyasar warga Islam sendiri, yang disasar pasti ada argumentasinya," tambahnya.
Yudi menambahkan, kalau ini dilakukan oleh teroris konvensional sangat tidak mungkin, karena jaringan mereka terbatas dan sudah tidak massif lagi. "Karena dikerjakan serentak, tidak mungkin dilakukan oleh teroris lama. Kalau yang lama pasti sudah tercium aparat," tegasnya.
Soal Wikileaks, SBY Jangan Cuma Berkelit
lokasi: Home / Berita / Nasional / [sumber: Jakartapress.com]
Jakarta - Kawat diplomatik yang dibocorkan oleh WikiLeaks dan kemudian dilansir dua koran besar Australia, The Age dan Sydney Morning Herald bukan informasi sampah. Alasannya, informasi itu bersumber langsung dari Kedutaan Besar (Kedubes) AS di Indonesia.
Hal itu dikatakan anggota Dewan Pembina Partai Gerindra, Permadi disela Mimbar Rakyat di Kampus Universitas Satya Negara Indonesia (USNI), Jalan Arteri Pondok Indah, Jakarta, Senin (21/3/2011). "Itu valid sekali. Mereka (Kedubes AS) juga tak menyangkal substansinya," kata Permadi, seperti dilansir RM Online.
Kedutaan besar hanya menyayangkan kenapa informasi tersebut bisa bocor ke publik. Menurut Permadi, jika pemerintah menyangkal informasi itu sebaiknya disampaikan dengan data-data juga. Jika tidak, penyangkalan yang dilakukan Menteri dan Partai Demokrat akan semakin ditertawakan orang. "Kalau sekadar mengatakan itu tidak benar, cucu saya pun bisa," ujarnya.
Sejumlah mahasiswa, aktivis, politisi, pengamat dan tokoh agama melakukan aksi mimbar bebas di atas panggung rakyat di USNI tersebut untuk menurunkan rezim SBY. Hadir diantaranya Hariman Siregar, Yudi Latief, Permadi, Ratna Sarumpaet, Muchtar Pakhpahan, Frans Magnis, Nur Suhud, Ridwan S, Mustar Bona Ventura, Fuad Bawazier, Sabam Sirait, Eggi Sudjana, Syafii Ma'arif, Lili Wahid, Fadjroel Rachman, Teguh Sh, Hatta Taliwang, Pong Hardjatmo, Sri Bintang Pamungkas, Anto Baret, Effendy Choire, Muchtar Pakpahan dan lain-lain.
Humas panggung rakyat, Revo mengatakan aksi mimbar bebas akan dilakukan sekitar pukul 10.00 WIb dan dibentuk dalam rangka membangun kekuatan di elemen masyarakat untuk menurunkan pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dan Boediono. "Aksi ini bentuk kekecewaan kepada pemerintahan SBY-Boediono. Dan kami minta agar SBY-Boediono mundur," paparnya.
Menurutnya, panggung rakyat itu sudah dibentuk di dalam kampus dengan ukuran 5X6 meter. Revo yang merupakan mahasiswa akhir ini mengaku aksi ini sudah mendapat izin dari pihak kampus. "Diatas panggung ini masyarakat bebas menyerukan aspirasi dan kekecewaannya kepada pemerintah," jelasnya.
Rakyat Mau Revolusi
Permadi nampaknya sudah kesal dengan kebobrokan dan tingkah laku pemerintah yang membuat segalanya jadi tak pasti. Bahkan, "Penyambung Lidah Bung Karno" ini menyerukan agar rakyat menggelar revolusi dengan cepat. “Jangan bunuh anak kita karena miskin. Mari kita bunuh orang yang sudah menyengsarakan rakyat,” kata Permadi saat berorasi di acara mimbar bebas yang digelar di USNI, Jakarta, Senin (21/3).
Permai menyerukan juga kepada para mahasiswa untuk melakukan revolusi, salah satunya dengan menggulingkan pemerintahan SBY-Boediono. “Di sini ada intel SBY, tolong bilang sama SBY rakyat mau revolusi,” tandas pakar paranormal ini.
Ia berpesan kepada mahasiswa agar melakukan revolusi seperti di Thailand atau Mesir. “Revolusi bukan seperti itu. Revolusi yang harus dilakukan itu seperti Bung Karno. Tapi, kita jangan hanya gulingkan SBY saja, karena kalau hanya SBY yang digulingkan nanti penggantinya masih antek-antek Amerika,” tandas Permadi, disambut tepuk tangan dan yel-yel perjuangan ratusan mahasiswa yang berada di lokasi.
SBY Kehilangan Simpati
Presiden SBY sudah kehilangan simpatinya. Pasalnya, dalam kasus-kasus yang menyerang personalnya, SBY langsung bereaksi. Tapi untuk hal-hal yang berkenaan dengan masyarakat seperti teror bom buku, SBY tidak cekatan.
"Ketika bom buku (yang berkaitan langsung dengan keamanan rakyat), SBY tidak melakukan apa-apa. Ia hanya adem ayem saja. Padahal dahulu ketika bom Ritz Charton, SBY langsung menunjuk seseorang dalang dibalik isu bom ini," kata pengamat politik Yudi Latief disela Mimbar Rakyat di Kampus USNI, Senin (21/3).
Yudi lalu menganalogikan SBY seperti seorang sutradara. Sutradara kerjanya hanya mengejar jam tayang saja dan bila kontraknya selesai, pekerjaannya dianggap selesai. "Ia hanya berfikir bagaimana untuk sampai ke 2014. Lalu apapun yang terjadi di masyarakat ia sudah tidak peduli lagi. Pemerintah sudah mengalami deligitimasi yang paling rendah," tegasnya.
Ada Teroris Baru
Paket bom buku yang menyasar secara acak menimbulkan kecurigaan bahwa pemerintah berada dibalik semua teror ini. Apalagi polisi dan Badan Intelijen Negara (BIN) terkesan ogah-ogahan untuk mengungkap pelaku teror bom ini. "Kecurigaan itu masuk akal. Belum apa-apa BIN sudah bilang (pelakunya) sulit untuk diungkap" kata pengamat politik Yudi Latief di sela Mimbar Rakyat di Kampus USNI, Senin (21/3).
Yudi menambahkan, banyak berfikir bom ini berasal dari teroris konvensional. Tapi karena target bervariasi, maka analisa itu sangat diragukan. "Mungkin hal ini dijalankan teroris lain. Ini wujud teroris baru. Kalau ini dilakukan oleh teroris konvesional, masak Ahmad Dhani jadi target. Itu terlalu kecil, karena masih banyak target yang lebih besar dari dia. Teroris konvensional itu targetnya single track, misalnya lambang kapitalisme AS. Tidak pernah teroris itu menyasar warga Islam sendiri, yang disasar pasti ada argumentasinya," tambahnya.
Yudi menambahkan, kalau ini dilakukan oleh teroris konvensional sangat tidak mungkin, karena jaringan mereka terbatas dan sudah tidak massif lagi. "Karena dikerjakan serentak, tidak mungkin dilakukan oleh teroris lama. Kalau yang lama pasti sudah tercium aparat," tegasnya.
DIN: SBY LEBIH BANYAK NATO
JAMBI EKSPRES:
Din: SBY Lebih Banyak "Nato"
Senin, 21/03/2011 | 18:54 WIB
Din: SBY Lebih Banyak "Nato"
Jakarta - Kehidupan bangsa yang semakin tidak jelas arahnya membuat banyak orang terus bertanya-tanya tentang kualitas kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), yang dinilai semakin tak punya kredibilitas. Kepemimpinan SBY dinilai lebih banyak “memperkatakan perbuatannya” daripada “memperbuat perkataannya” alias NATO (No Action, Talking Only).
Demikian dikatakan ketua umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin dalam pertemuan dengan Dewan Penyelamat Negara (DEPAN) di Kantor PP Muhammadiyah, Menteng, Jakarta, Senin (21/3/2011).
Hadir dari tokoh DEPAN antara lain Wakil Ketua DPD RI Laode Ida, Vokalis DPR Bambang Soesatyo, Effendy Choirie (Gus Choi), mantan Anggota DPR Imam Addaruqutni, Koordinator Grup Diskusi Angkatan 77-78 M Hatta Taliwang.
“Memang Presiden (SBY) lebih banyak memperkatakan perbuatan daripada mem[perbuat perkataannya. Ini masalah kalau banyak persoalan bertumpuk dan dibiarkan seolah-olah tak ada masalah,” papar Din Syamsuddin.
Din berharap, DEPAN jangan larut pada masalah-masalah yang “numpang l;ewat” tetapi harus fokus pada penuntasan kasus masalah seperti skandal Century, kasus mafia pajak, bocoran Wikileaks, dan lain-lain, yang langsung berkait dengan nasib rakyat.
Ia pun berpendapat perlunya sebuah ‘koalisi sejati’ yang melibatkan semua stakeholder bangsa yang mempunyai kepedulian atas kondisi bangsa dan negara, bukan koalisi dalam kesesatan yang hanya untuk kepentingan sesaat.
Selanjutnya, Din berharap agar segenap komponen bangsa jangan larut pada masalah-masalah yang "numpang lewat" tapi DEPAN diharapkan fokus pada penuntasan kasus Century, mafia pajak, wikileaks dan lain-lain yang langsung berkait dengan nasib rakyat. Senada pula, Hatta Taliwang berpendapat, bangsa ini sudah tidak dapat berharap banyak dari kepemimpinan SBY yang dinilai minim prestasi dan marak tragedi.
Dalam kesempatan yang sama, Laode Ida mengatakan, DEPAN menilai pemerintah SBY telah gagal dalam mengelola negara. Demi perbaikan, menurutnya, maka tokoh-tokoh seperti Din Syamsuddin diharapkan memberi masukan dan nasihat dalam perjuangan DEPAN.
Sementara Bambang Soesatyo menegaskan, DEPAN tidak melihat ada titik terang dalam pengelolaan negara. Menurutnyaa, adanya koalisi hanya semu karena pada akhirnya akan retak lagi mengingat ada masalah-masalah yang menunggu di depan seperti skandal Century, kasus mafia pajak, ambang batas suara pemilu, RUU DIY, dan lainnya.
Ia pun menilai, pemecatan vokalis DPR Effendy Choirie dan Lily Wahid oleh PKB Muhaimin adalah sebagai korban koalisi, yang tidak mustahil terjadi lagi pada kader yang lain. Karena itu, tegas dia, para tokoh yang masih memiliki idealis bias mencari solusi masalah bangsa yang kini dalam kegelapan.
Effendy Choirie mengungkapkan, dengan memakai tolok ukur tujuan didirikan negara ini dalam Pembukaan UUD 45, maka negara telah gagal dalam empat hal: (1) gagal dalam melindungi tumpah darah, (2) gagal mensejahterakan rakyat, (3) gagal mencerdaskan rakyat (malah membodohi), dan (4) gagal meningkatkan derajat dan martabat bangsa dlam pergaulan dunia.
“Dengan kondisi ini apakah akan kita biarkan bangsa ini makin terpuruk sampai empat tahun ke depan?” papar Gus Choi sembari berharap Din Syamsuddin bersama para tokoh lainnya mengambil inisiatif agar kita bisa selamatkan bangsa ini.
Din: SBY Lebih Banyak "Nato"
Senin, 21/03/2011 | 18:54 WIB
Din: SBY Lebih Banyak "Nato"
Jakarta - Kehidupan bangsa yang semakin tidak jelas arahnya membuat banyak orang terus bertanya-tanya tentang kualitas kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), yang dinilai semakin tak punya kredibilitas. Kepemimpinan SBY dinilai lebih banyak “memperkatakan perbuatannya” daripada “memperbuat perkataannya” alias NATO (No Action, Talking Only).
Demikian dikatakan ketua umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin dalam pertemuan dengan Dewan Penyelamat Negara (DEPAN) di Kantor PP Muhammadiyah, Menteng, Jakarta, Senin (21/3/2011).
Hadir dari tokoh DEPAN antara lain Wakil Ketua DPD RI Laode Ida, Vokalis DPR Bambang Soesatyo, Effendy Choirie (Gus Choi), mantan Anggota DPR Imam Addaruqutni, Koordinator Grup Diskusi Angkatan 77-78 M Hatta Taliwang.
“Memang Presiden (SBY) lebih banyak memperkatakan perbuatan daripada mem[perbuat perkataannya. Ini masalah kalau banyak persoalan bertumpuk dan dibiarkan seolah-olah tak ada masalah,” papar Din Syamsuddin.
Din berharap, DEPAN jangan larut pada masalah-masalah yang “numpang l;ewat” tetapi harus fokus pada penuntasan kasus masalah seperti skandal Century, kasus mafia pajak, bocoran Wikileaks, dan lain-lain, yang langsung berkait dengan nasib rakyat.
Ia pun berpendapat perlunya sebuah ‘koalisi sejati’ yang melibatkan semua stakeholder bangsa yang mempunyai kepedulian atas kondisi bangsa dan negara, bukan koalisi dalam kesesatan yang hanya untuk kepentingan sesaat.
Selanjutnya, Din berharap agar segenap komponen bangsa jangan larut pada masalah-masalah yang "numpang lewat" tapi DEPAN diharapkan fokus pada penuntasan kasus Century, mafia pajak, wikileaks dan lain-lain yang langsung berkait dengan nasib rakyat. Senada pula, Hatta Taliwang berpendapat, bangsa ini sudah tidak dapat berharap banyak dari kepemimpinan SBY yang dinilai minim prestasi dan marak tragedi.
Dalam kesempatan yang sama, Laode Ida mengatakan, DEPAN menilai pemerintah SBY telah gagal dalam mengelola negara. Demi perbaikan, menurutnya, maka tokoh-tokoh seperti Din Syamsuddin diharapkan memberi masukan dan nasihat dalam perjuangan DEPAN.
Sementara Bambang Soesatyo menegaskan, DEPAN tidak melihat ada titik terang dalam pengelolaan negara. Menurutnyaa, adanya koalisi hanya semu karena pada akhirnya akan retak lagi mengingat ada masalah-masalah yang menunggu di depan seperti skandal Century, kasus mafia pajak, ambang batas suara pemilu, RUU DIY, dan lainnya.
Ia pun menilai, pemecatan vokalis DPR Effendy Choirie dan Lily Wahid oleh PKB Muhaimin adalah sebagai korban koalisi, yang tidak mustahil terjadi lagi pada kader yang lain. Karena itu, tegas dia, para tokoh yang masih memiliki idealis bias mencari solusi masalah bangsa yang kini dalam kegelapan.
Effendy Choirie mengungkapkan, dengan memakai tolok ukur tujuan didirikan negara ini dalam Pembukaan UUD 45, maka negara telah gagal dalam empat hal: (1) gagal dalam melindungi tumpah darah, (2) gagal mensejahterakan rakyat, (3) gagal mencerdaskan rakyat (malah membodohi), dan (4) gagal meningkatkan derajat dan martabat bangsa dlam pergaulan dunia.
“Dengan kondisi ini apakah akan kita biarkan bangsa ini makin terpuruk sampai empat tahun ke depan?” papar Gus Choi sembari berharap Din Syamsuddin bersama para tokoh lainnya mengambil inisiatif agar kita bisa selamatkan bangsa ini.
PRABOWO MALU OLEH JEBAKAN MAUT PRESIDEN SBY
JAMBI EKSPRES:
Prabowo Terjerat Jebakan Maut SBY?
lokasi: Home / Berita / Analisa / [sumber: Jakartapress.com]
Senin, 21/03/2011 | 20:43 WIB
Prabowo Terjerat Jebakan Maut SBY?
Prabowo Terjerat Jebakan Maut SBY?
Presiden SBY kerap dituduh berbohong. Pernah para tokoh lintas agama menyebut pemerintahan SBY-Boediono berbohong karena tidak memenuhi janji kampanye. Kali ini, tuduhan berbohong datang dari politisi Partai Gerindra yang menagih janji "kue kekuasaan" dari SBY.
Anggota Dewan Pembina Partai Gerindra, Permadi, mengatakan, sampai sekarang SBY belum merealisasikan janji memberikan jatah kursi menteri kepada partai berlambang kepala garuda itu. Padahal, Ketua Dewan Pembina Gerindra, Prabowo Subianto, dan beberapa pengurus pusat partai itu secara terbuka sudah mengajukan persyaratan agar Gerindra mau jadi bagian pemerintah. Memang Permadi secara pribadi menolak keinginan berkoalisi dengan pemerintah SBY.
"Saya sendiri sebagai Anggota Dewan Pembina menentang keras untuk berkoalisi dan menerima jatah menteri. Itu adalah jebakan maut dan bisa membuat tenggelam Prabowo," kata Permadi seperti dilansir RM Online.
Diakui, perolehan suara Gerindra memang amat kecil jika dibandingkan dengan Demokrat pada Pemilu lalu. Tapi, elektabilitas Prabowo di kemiliteran menyamai SBY. Selain itu, ada faktor lain yang menimbulkan kekecewaan tentara pada SBY yaitu kondisi tentara yang kebanyakan hidup dalam kemiskinan. "Mungkin tentara tidak akan melawan SBY, tapi melawan ketidakadilan," papar Permadi.
Nama Prabowo bisa terbenam kalau Partai Gerindra masuk dalam wadah koalisi. Oleh karena itu, tidak bergabungnya Partai Gerindra ke dalam koalisi dinilai tepat oleh Permadi. SBY pun tidak merealisasikan janjinya untuk memberikan ruang pada Gerindra untuk bergabung dalam koalisi, meski sejumlah elit Gerindra termasuk Prabowo Subianto telah memberikan syarat agar Gerindra bisa menerima tawaran tersebut.
"Bagus Gerindra tidak gabung, saya orang yang menantang hal itu, ini sangat mungkin jebakan agar Prabowo tenggelam saat masuk pemerintahan," tegas Permadi.
Menurutnya, elektabilitas Prabowo di dalam pemilu memang kalah dibandingkan SBY. Akan tetapi, aktivitas kemiliteran Prabowo itu sama dengan SBY. Oleh karena itu, sangat mungkin tentara kecewa lantaran SBY tidak membuat banyak serdadunya itu hidup dalam kondisi yang layak. “Mungkin tentara tidak akan melawan SBY, tapi melawan ketidakadilan," tandasnya lagi.
Di pihak lain, nampaknya Presiden SBY serius berniat menyeret Partai Gerindra ke dalam barisan pendukung pemerintah. Juru Bicara Presiden Julian Pasha mengaku, Presiden SBY sudah mengirim surat ke Gerindra untuk membicarakan kerjasama partai. "Surat Bapak Presiden telah dikirimkan beberapa hari lalu," ujar Julian melalui pesan singkatnya, Senin (21/3).
Surat itu, lanjut dia, hanya ditujukan kepada Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto untuk bekerjasama dalam pemerintahan. "Surat ditujukan kepada Ketua Dewan Pembina Partai Gerakan Indonesia Raya Prabowo Subianto," terangnya. "Bapak Presiden berharap Partai Gerindra bisa bekerjasama di masa mendatang demi kepentingan bangsa dan negara."
Meski demikian, Ketua Umum Partai Gerindra, Suhardi, mengaku tidak tahu menahu soal surat tersebut. Ia enggan berbicara lebih lanjut soal isi surat yang diakui Istana dikirim beberapa hari lalu itu. "Saya tidak tahu tentang surat tersebut," sangkal Suhardi, Senin (21/3).
Partai Gerindra sudah mengajukan beberapa permintaan pada SBY sebagai syarat untuk menggandengnya dalam koalisi pemerintah. Syarat itu antara lain, ekonomi harus pro rakyat, BUMN harus dijadikan faktor utama penggerak ekonomi Indonesia, produksi gas untuk pasar internasional dihentikan dan lebih baik ditujukan untuk pasokan dalam negeri. Selain itu pangan dalam negeri juga harus diperkuat.
Sebelumnya disebutkan, salah satu syarat Gerindra mau bergabung dengan pemerintah SBY adalah diberikan dua pos menteri, Pertanian dan Badan Usaha Milik Negara. Bila usul Gerindra tersebut diamini, otomatis Menteri Pertanian Suswono yang merupakan kader PKS akan didepak.
Prabowo Terjerat Jebakan Maut SBY?
lokasi: Home / Berita / Analisa / [sumber: Jakartapress.com]
Senin, 21/03/2011 | 20:43 WIB
Prabowo Terjerat Jebakan Maut SBY?
Prabowo Terjerat Jebakan Maut SBY?
Presiden SBY kerap dituduh berbohong. Pernah para tokoh lintas agama menyebut pemerintahan SBY-Boediono berbohong karena tidak memenuhi janji kampanye. Kali ini, tuduhan berbohong datang dari politisi Partai Gerindra yang menagih janji "kue kekuasaan" dari SBY.
Anggota Dewan Pembina Partai Gerindra, Permadi, mengatakan, sampai sekarang SBY belum merealisasikan janji memberikan jatah kursi menteri kepada partai berlambang kepala garuda itu. Padahal, Ketua Dewan Pembina Gerindra, Prabowo Subianto, dan beberapa pengurus pusat partai itu secara terbuka sudah mengajukan persyaratan agar Gerindra mau jadi bagian pemerintah. Memang Permadi secara pribadi menolak keinginan berkoalisi dengan pemerintah SBY.
"Saya sendiri sebagai Anggota Dewan Pembina menentang keras untuk berkoalisi dan menerima jatah menteri. Itu adalah jebakan maut dan bisa membuat tenggelam Prabowo," kata Permadi seperti dilansir RM Online.
Diakui, perolehan suara Gerindra memang amat kecil jika dibandingkan dengan Demokrat pada Pemilu lalu. Tapi, elektabilitas Prabowo di kemiliteran menyamai SBY. Selain itu, ada faktor lain yang menimbulkan kekecewaan tentara pada SBY yaitu kondisi tentara yang kebanyakan hidup dalam kemiskinan. "Mungkin tentara tidak akan melawan SBY, tapi melawan ketidakadilan," papar Permadi.
Nama Prabowo bisa terbenam kalau Partai Gerindra masuk dalam wadah koalisi. Oleh karena itu, tidak bergabungnya Partai Gerindra ke dalam koalisi dinilai tepat oleh Permadi. SBY pun tidak merealisasikan janjinya untuk memberikan ruang pada Gerindra untuk bergabung dalam koalisi, meski sejumlah elit Gerindra termasuk Prabowo Subianto telah memberikan syarat agar Gerindra bisa menerima tawaran tersebut.
"Bagus Gerindra tidak gabung, saya orang yang menantang hal itu, ini sangat mungkin jebakan agar Prabowo tenggelam saat masuk pemerintahan," tegas Permadi.
Menurutnya, elektabilitas Prabowo di dalam pemilu memang kalah dibandingkan SBY. Akan tetapi, aktivitas kemiliteran Prabowo itu sama dengan SBY. Oleh karena itu, sangat mungkin tentara kecewa lantaran SBY tidak membuat banyak serdadunya itu hidup dalam kondisi yang layak. “Mungkin tentara tidak akan melawan SBY, tapi melawan ketidakadilan," tandasnya lagi.
Di pihak lain, nampaknya Presiden SBY serius berniat menyeret Partai Gerindra ke dalam barisan pendukung pemerintah. Juru Bicara Presiden Julian Pasha mengaku, Presiden SBY sudah mengirim surat ke Gerindra untuk membicarakan kerjasama partai. "Surat Bapak Presiden telah dikirimkan beberapa hari lalu," ujar Julian melalui pesan singkatnya, Senin (21/3).
Surat itu, lanjut dia, hanya ditujukan kepada Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto untuk bekerjasama dalam pemerintahan. "Surat ditujukan kepada Ketua Dewan Pembina Partai Gerakan Indonesia Raya Prabowo Subianto," terangnya. "Bapak Presiden berharap Partai Gerindra bisa bekerjasama di masa mendatang demi kepentingan bangsa dan negara."
Meski demikian, Ketua Umum Partai Gerindra, Suhardi, mengaku tidak tahu menahu soal surat tersebut. Ia enggan berbicara lebih lanjut soal isi surat yang diakui Istana dikirim beberapa hari lalu itu. "Saya tidak tahu tentang surat tersebut," sangkal Suhardi, Senin (21/3).
Partai Gerindra sudah mengajukan beberapa permintaan pada SBY sebagai syarat untuk menggandengnya dalam koalisi pemerintah. Syarat itu antara lain, ekonomi harus pro rakyat, BUMN harus dijadikan faktor utama penggerak ekonomi Indonesia, produksi gas untuk pasar internasional dihentikan dan lebih baik ditujukan untuk pasokan dalam negeri. Selain itu pangan dalam negeri juga harus diperkuat.
Sebelumnya disebutkan, salah satu syarat Gerindra mau bergabung dengan pemerintah SBY adalah diberikan dua pos menteri, Pertanian dan Badan Usaha Milik Negara. Bila usul Gerindra tersebut diamini, otomatis Menteri Pertanian Suswono yang merupakan kader PKS akan didepak.
ISU KUDETA TERHADAP PRESIDEN SBY SEMAKIN SANTER DI DALANGI PARA JENDRAL
JAMBI EKSPRES:
Isu Kudeta, SBY Mau Digulingkan Jenderal?
Rabu, 23/03/2011 | 14:24 WIB
Isu Kudeta, SBY Mau Digulingkan Jenderal?
Jakarta - Menteri Koordinator Polhukam Djoko Suyanto mengatakan sudah mengetahui pemberitaan televisi Qatar, Al Jazeera mengenai upaya penggulingan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) oleh jenderal purnawirawan.
Menurutnya, berita itu terlalu mengada-ngada. "Aya, aya wae," ujar Djoko di Jakarta Convention Center, Rabu (23/3/2011). Ia menyatakan itu dalam bahasa Sunda yang berarti, “Ada-ada saja”.
Dia mengatakan, tidak terganggu dengan pemberitaan tersebut. Karena itu, pemerintah belum melakukan tindakan apa-apa. “Saya sudah baca. Saya sudah tahu itu. Saya mendengar berita dan informasi itu seminggu atau 10 hari lalu. Tanya ke mereka yang namanya disebut, jangan tanya saya," ujar Menko Polhukam.
Dalam pemberitaan Al Jazeera itu, sejumlah pihak diwawancari. Antara lain, Ketua Umum Gerakan Reformis Islam (GARIS) Haji Chep Hernawan dan Mantan KSAD Jenderal (Purn) Tyasno Sudarto. Para purnawirawan itu juga mengaku mendukung revolusi damai. Dalam tayangan Selasa (22/11/2011) itu, Al Jazeera menurunkan laporan ekslusif tentang adanya purnawirawan jenderal yang mendukung kelompok Islam garis keras untuk menggulingkan SBY. Salah satu indikasinya adalah penyerangan terhadap Jemaah Ahmadiyah di Cikeusik, Pandeglang, Banten.
Para jenderal menggunakan kelompok Islam garis keras itu untuk menggulingkan SBY. Disebutkan, para purnawirawan itu mendukung penggulingan SBY oleh kelompok Islam dengan cara revolusi. Namun, revolusi yang dimaksud berbeda dengan upaya yang dilakukan oleh kelompok Islam garis keras. “Kalau mereka berjuang atas nama Islam, kami lewat politik. Kami ingin menyelamatkan negeri, bukan menghancurkannya. Revolusi itu harus damai, bukan berdarah,” ujar Tyasno.
Menurut Djoko, pemerintah sudah mengembangkan demokrasi, sehingga penggulingan dalam bentuk apapun tidak bisa dibenarkan. Tahapan demokrasi sudah ditentukan dan itu diatur oleh undang-undang. "Kita ikuti saja tahapan demokrasi itu. Demokrasi kita menuju kematangan. Jadi, kalau di sana sini masih ada yang kurang kita ikuti proses itu," kata dia sembari menambahkan, tahapan demokrasi yang sudah disepakati bersama dalam rangka reformasi sudah ada UU, tahapan, dan proses politik.
Djoko menyampaikan ha,l ini menanggapi pemberitaan media internasional Al-Jazeera yang juga dikutip surat kabar berbahasa Inggris di Jakarta menyebut adanya beberapa mantan jenderal yang mendukung kelompok garis keras untuk menggulingkan Presiden. "Mengganggu? Mengganggu siapa? Kamu merasa terganggu tidak? Saya tidak merasa terganggu," kata Djoko di sela acara Jakarta Internasional Defense Dialogue di JCC, Rabu (23/3).
Terkait pemberitaan soal kudeta itu, Djoko mengaku sudah membaca. "Saya mendengar berita dan informasi itu seminggu, sepuluh hari lalu, yah tanya ke mereka yang namanya disebut. Jangan tanya saya," kata Djoko.
Di tempat yang sama, Menteri Pertahanan (Menhan) Purnomo Yusgiantoro menegaskan akan menghadang upaya pihak-pihak yang ingin menggulingkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. "Kalaupun ada akan kita hadapi," ujar Menhan.
Namun, menurutnya, dugaan penggulingan sebagaimana diberitakan media asing Al-Jazeera tidaklah benar. Jika ada jenderal purnawirawan yang berencana mengkudeta SBY, tentu akan dipantau pergerakannya melalui sistem yang ada. "Kita punya perangkat yang kita bisa memantau perkembangan di lapangan dan kita juga tahu persis seberapa besar itu," ucapnya.
Kementerian Pertahanan, tidak akan memberikan pernyataan klarifiksi terhadap pemberitaan media asing tersebut. "Saya kira kalau kita melakukan klarifikasi ya bahaya sekali, kan kita punya data punya informasi. Kementerian Pertahanan itu punya direktur intelijen, ada BIN, ada Bais, ada mata dan telinga kita," tandasnya.
Sebelumnya, televisi yang berbasis di Qatar, Al Jazeera menurunkan laporan tentang adanya purnawirawan jenderal yang mendukung kelompok Islam garis keras untuk menggulingkan SBY. Salah satu indikasinya adalah penyerangan terhadap Jemaah Ahamadiyah di Cikeusik, Pandeglang, Banten, beberapa waktu lalu.
Sementara itu, ada analisa yang mengatakan bahwa Presiden SBY dan pejabat-pejabat di sekitarnya termakan skenario yang dikembangkan kubu Sri Mulyani dan kelompok neoliberal pendukung mantan Menteri Keuangan itu.
Seorang mantan pejabat di salah satu dinas intelijen Indonesia mengatakan, cerita tentang ancaman penggulingan yang akan dilakukan para purnawirawan jenderal senior seperti yang dimuat di Aljazeera merupakan bagian dari skenario pembusukan dan adu domba yang mulai dikembangkan beberapa waktu belakangan ini. “Ini mainan SMI (Sri Mulyani Indrawati) dan AS. Jangan keliru,” ujarnya Rabu (23/3/2011), seperti dilansir Rajkyat Merdeka Online.
Menurutnya, cerita tentang Dewan Revolusi Islam (DRI) memiliki motif yang sama dengan pemberitaan mengenai nota diplomatik Kedutaan Besar Amerika Serikat yang diperoleh dan dibocorkan WikiLeaks di dua media Australia, Sydney Morning Herald dan The Age.
Dalam tulisan Philip Dorling, jurnalis Australia yang mendapatkan dokumen-dokumen itu dari WikiLeaks, disebutkan tentang sejumlah kasus yang melilit Presiden SBY dan Ibu Ani Yudhoyono, baik yang berbau korupsi maupun penyalahgunaan kekuasaan dan tekanan politik ke pihak-pihak lain.
Selain SBY, berita media Australia itu juga memojokkan Jusuf Kalla, mantan wakil presiden, yang disebutkan membeli suara untuk memenangkan pemilihan ketua umum Partai Golkar tahun 2005. Terakhir, nama Boediono pun disinggung dalam skandal dana talangan Bank Century.
Sementara kalangan menilai, keluarga Cikeas adalah salah satu lawan potensial yang akan dihadapi Sri Mulyani dalam pemilihan presiden tahun 2014 mendatang. Adapun Jusuf Kalla dianggap sebagai pihak yang paling sulit ditaklukkan karena terkenal blak-blakan dalam bersikap, serta sigap dan tegas dalam mengambil keputusan. JK juga kerap berseberangan dengan SMI dalam pemerintahan SBY periode pertama.
Namun kalangan lain menilai, JK berpeluang menggantikan SBY bila pemerintahan SBY-Boediono kandas di tengah jalan. Dan untuk mencegah hal itu, tidak ada cara lain kecuali menghabisi JK sedari kini.
Bagaimana dengan Boediono? Boediono dan Sri Mulyani menurut banyak kalangan tidak berada di sisi yang berbeda. Hanya saja, keduanya memiliki jam tayang yang tidak sama. Boediono bisa jadi disiapkan untuk menggantikan SBY di tengah jalan bila hanya SBY yang harus lengser. Tetapi, bila kejatuhan SBY juga menggeret Boediono, maka harus ada skenario canggih yang bisa membuat kekuasaan di Indonesia tidak jatuh ke tangan-tangan orang seperti JK atau malah ke tangan "kaum nasionalis yang sesungguhnya", yang menjadi musuh utama kubu SMI dan neolib.
Kalau Boediono dan SMI berada dalam satu kubu, mengapa tulisan Dorling juga menyikat Boediono? Sementara pengamat dan pemerhati memperkirakan dua kemungkinan. Pertama, terjadi perubahan cara pandang di kalangan pendukung SMI yang melihat Boediono sudah tidak bisa diselamatkan, karena memiliki kasus yang terlalu akut. Kedua, ada keyakinan bahwa Boediono sengaja disinggung dalam tulisan Dorling sekadar untuk mengalihkan perhatian.
Adapun, susunan anggota atau pejabat DRI terkesan sangat mengada-ada. Tokoh-tokoh yang selama ini memiliki lapangan dan fokus kegiatan yang berbeda-beda dipaksakan masuk untuk memberikan stigma tertentu.
Bagian ini dipercaya sebagai bagian yang betujuan untuk mengalihkan perhatian publik. Sementara bagian lainnya, yang menyebut rencana penggulingan dan perebutan kekuasaan yang dilakoni jenderal purnawirawan senior, merupakan bagian yang bertujuan untuk memojokkan gerakan oposisi dimana beberapa purnawirawan jenderal memang terlibat aktif. Mengapa mereka terlibat aktif? Ini lebih karena mereka tidak puas dengan performa SBY yang terlalu lembek dalam memperjuangkan kepentingan nasional.
Tetapi, sekali lagi, maksud utama dari kesemua cerita itu adalah merusak peta di dalam negeri, sehingga memungkinkan pihak-pihak yang berorientasi menggadaikan negara ini dapat mengambil keuntungan maskimal.
Kembali ke mantan pejabat di salah satu lembaga intelijen Indonesia itu. “Skenario yang dimainkan kubu ini sangat sistematis dan mematikan. Bila tidak hati-hati negara ini akan rusak semakin parah,” paparnya.
Isu Kudeta, SBY Mau Digulingkan Jenderal?
Rabu, 23/03/2011 | 14:24 WIB
Isu Kudeta, SBY Mau Digulingkan Jenderal?
Jakarta - Menteri Koordinator Polhukam Djoko Suyanto mengatakan sudah mengetahui pemberitaan televisi Qatar, Al Jazeera mengenai upaya penggulingan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) oleh jenderal purnawirawan.
Menurutnya, berita itu terlalu mengada-ngada. "Aya, aya wae," ujar Djoko di Jakarta Convention Center, Rabu (23/3/2011). Ia menyatakan itu dalam bahasa Sunda yang berarti, “Ada-ada saja”.
Dia mengatakan, tidak terganggu dengan pemberitaan tersebut. Karena itu, pemerintah belum melakukan tindakan apa-apa. “Saya sudah baca. Saya sudah tahu itu. Saya mendengar berita dan informasi itu seminggu atau 10 hari lalu. Tanya ke mereka yang namanya disebut, jangan tanya saya," ujar Menko Polhukam.
Dalam pemberitaan Al Jazeera itu, sejumlah pihak diwawancari. Antara lain, Ketua Umum Gerakan Reformis Islam (GARIS) Haji Chep Hernawan dan Mantan KSAD Jenderal (Purn) Tyasno Sudarto. Para purnawirawan itu juga mengaku mendukung revolusi damai. Dalam tayangan Selasa (22/11/2011) itu, Al Jazeera menurunkan laporan ekslusif tentang adanya purnawirawan jenderal yang mendukung kelompok Islam garis keras untuk menggulingkan SBY. Salah satu indikasinya adalah penyerangan terhadap Jemaah Ahmadiyah di Cikeusik, Pandeglang, Banten.
Para jenderal menggunakan kelompok Islam garis keras itu untuk menggulingkan SBY. Disebutkan, para purnawirawan itu mendukung penggulingan SBY oleh kelompok Islam dengan cara revolusi. Namun, revolusi yang dimaksud berbeda dengan upaya yang dilakukan oleh kelompok Islam garis keras. “Kalau mereka berjuang atas nama Islam, kami lewat politik. Kami ingin menyelamatkan negeri, bukan menghancurkannya. Revolusi itu harus damai, bukan berdarah,” ujar Tyasno.
Menurut Djoko, pemerintah sudah mengembangkan demokrasi, sehingga penggulingan dalam bentuk apapun tidak bisa dibenarkan. Tahapan demokrasi sudah ditentukan dan itu diatur oleh undang-undang. "Kita ikuti saja tahapan demokrasi itu. Demokrasi kita menuju kematangan. Jadi, kalau di sana sini masih ada yang kurang kita ikuti proses itu," kata dia sembari menambahkan, tahapan demokrasi yang sudah disepakati bersama dalam rangka reformasi sudah ada UU, tahapan, dan proses politik.
Djoko menyampaikan ha,l ini menanggapi pemberitaan media internasional Al-Jazeera yang juga dikutip surat kabar berbahasa Inggris di Jakarta menyebut adanya beberapa mantan jenderal yang mendukung kelompok garis keras untuk menggulingkan Presiden. "Mengganggu? Mengganggu siapa? Kamu merasa terganggu tidak? Saya tidak merasa terganggu," kata Djoko di sela acara Jakarta Internasional Defense Dialogue di JCC, Rabu (23/3).
Terkait pemberitaan soal kudeta itu, Djoko mengaku sudah membaca. "Saya mendengar berita dan informasi itu seminggu, sepuluh hari lalu, yah tanya ke mereka yang namanya disebut. Jangan tanya saya," kata Djoko.
Di tempat yang sama, Menteri Pertahanan (Menhan) Purnomo Yusgiantoro menegaskan akan menghadang upaya pihak-pihak yang ingin menggulingkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. "Kalaupun ada akan kita hadapi," ujar Menhan.
Namun, menurutnya, dugaan penggulingan sebagaimana diberitakan media asing Al-Jazeera tidaklah benar. Jika ada jenderal purnawirawan yang berencana mengkudeta SBY, tentu akan dipantau pergerakannya melalui sistem yang ada. "Kita punya perangkat yang kita bisa memantau perkembangan di lapangan dan kita juga tahu persis seberapa besar itu," ucapnya.
Kementerian Pertahanan, tidak akan memberikan pernyataan klarifiksi terhadap pemberitaan media asing tersebut. "Saya kira kalau kita melakukan klarifikasi ya bahaya sekali, kan kita punya data punya informasi. Kementerian Pertahanan itu punya direktur intelijen, ada BIN, ada Bais, ada mata dan telinga kita," tandasnya.
Sebelumnya, televisi yang berbasis di Qatar, Al Jazeera menurunkan laporan tentang adanya purnawirawan jenderal yang mendukung kelompok Islam garis keras untuk menggulingkan SBY. Salah satu indikasinya adalah penyerangan terhadap Jemaah Ahamadiyah di Cikeusik, Pandeglang, Banten, beberapa waktu lalu.
Sementara itu, ada analisa yang mengatakan bahwa Presiden SBY dan pejabat-pejabat di sekitarnya termakan skenario yang dikembangkan kubu Sri Mulyani dan kelompok neoliberal pendukung mantan Menteri Keuangan itu.
Seorang mantan pejabat di salah satu dinas intelijen Indonesia mengatakan, cerita tentang ancaman penggulingan yang akan dilakukan para purnawirawan jenderal senior seperti yang dimuat di Aljazeera merupakan bagian dari skenario pembusukan dan adu domba yang mulai dikembangkan beberapa waktu belakangan ini. “Ini mainan SMI (Sri Mulyani Indrawati) dan AS. Jangan keliru,” ujarnya Rabu (23/3/2011), seperti dilansir Rajkyat Merdeka Online.
Menurutnya, cerita tentang Dewan Revolusi Islam (DRI) memiliki motif yang sama dengan pemberitaan mengenai nota diplomatik Kedutaan Besar Amerika Serikat yang diperoleh dan dibocorkan WikiLeaks di dua media Australia, Sydney Morning Herald dan The Age.
Dalam tulisan Philip Dorling, jurnalis Australia yang mendapatkan dokumen-dokumen itu dari WikiLeaks, disebutkan tentang sejumlah kasus yang melilit Presiden SBY dan Ibu Ani Yudhoyono, baik yang berbau korupsi maupun penyalahgunaan kekuasaan dan tekanan politik ke pihak-pihak lain.
Selain SBY, berita media Australia itu juga memojokkan Jusuf Kalla, mantan wakil presiden, yang disebutkan membeli suara untuk memenangkan pemilihan ketua umum Partai Golkar tahun 2005. Terakhir, nama Boediono pun disinggung dalam skandal dana talangan Bank Century.
Sementara kalangan menilai, keluarga Cikeas adalah salah satu lawan potensial yang akan dihadapi Sri Mulyani dalam pemilihan presiden tahun 2014 mendatang. Adapun Jusuf Kalla dianggap sebagai pihak yang paling sulit ditaklukkan karena terkenal blak-blakan dalam bersikap, serta sigap dan tegas dalam mengambil keputusan. JK juga kerap berseberangan dengan SMI dalam pemerintahan SBY periode pertama.
Namun kalangan lain menilai, JK berpeluang menggantikan SBY bila pemerintahan SBY-Boediono kandas di tengah jalan. Dan untuk mencegah hal itu, tidak ada cara lain kecuali menghabisi JK sedari kini.
Bagaimana dengan Boediono? Boediono dan Sri Mulyani menurut banyak kalangan tidak berada di sisi yang berbeda. Hanya saja, keduanya memiliki jam tayang yang tidak sama. Boediono bisa jadi disiapkan untuk menggantikan SBY di tengah jalan bila hanya SBY yang harus lengser. Tetapi, bila kejatuhan SBY juga menggeret Boediono, maka harus ada skenario canggih yang bisa membuat kekuasaan di Indonesia tidak jatuh ke tangan-tangan orang seperti JK atau malah ke tangan "kaum nasionalis yang sesungguhnya", yang menjadi musuh utama kubu SMI dan neolib.
Kalau Boediono dan SMI berada dalam satu kubu, mengapa tulisan Dorling juga menyikat Boediono? Sementara pengamat dan pemerhati memperkirakan dua kemungkinan. Pertama, terjadi perubahan cara pandang di kalangan pendukung SMI yang melihat Boediono sudah tidak bisa diselamatkan, karena memiliki kasus yang terlalu akut. Kedua, ada keyakinan bahwa Boediono sengaja disinggung dalam tulisan Dorling sekadar untuk mengalihkan perhatian.
Adapun, susunan anggota atau pejabat DRI terkesan sangat mengada-ada. Tokoh-tokoh yang selama ini memiliki lapangan dan fokus kegiatan yang berbeda-beda dipaksakan masuk untuk memberikan stigma tertentu.
Bagian ini dipercaya sebagai bagian yang betujuan untuk mengalihkan perhatian publik. Sementara bagian lainnya, yang menyebut rencana penggulingan dan perebutan kekuasaan yang dilakoni jenderal purnawirawan senior, merupakan bagian yang bertujuan untuk memojokkan gerakan oposisi dimana beberapa purnawirawan jenderal memang terlibat aktif. Mengapa mereka terlibat aktif? Ini lebih karena mereka tidak puas dengan performa SBY yang terlalu lembek dalam memperjuangkan kepentingan nasional.
Tetapi, sekali lagi, maksud utama dari kesemua cerita itu adalah merusak peta di dalam negeri, sehingga memungkinkan pihak-pihak yang berorientasi menggadaikan negara ini dapat mengambil keuntungan maskimal.
Kembali ke mantan pejabat di salah satu lembaga intelijen Indonesia itu. “Skenario yang dimainkan kubu ini sangat sistematis dan mematikan. Bila tidak hati-hati negara ini akan rusak semakin parah,” paparnya.
Langganan:
Postingan (Atom)