Laman

Minggu, 20 Februari 2011

ILEGAL LOGGING: SETELAH SUMATERA DAN KALIMANTAN HABIS SEKARANG PINDAH KE PAPUA

JAMBI EKSPRES:

"Illegal Logging" di Hutan Papua Turun

Minggu, 20 Februari 2011 | 16:08 WIB

Para pekerja kayu di sebuah kanal di Kawasan Taman Nasional Sebangau, Kalimantan Tengah, sedang menarik kayu bulat menuju muara. Ratusan meter rakit kayu dijarah dari Hutan Sebangau, yang merupakan satu-satunya warisan hutan gambut unik dunia yang tersisa di Kalimantan Tengah. Tidak ada hambatan menebang maupun memilirkan dan kegiatan yang dikenal dengan "tebang banjir" ini terus berulang pada setiap musim hujan.


Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Provinsi Papua Drs Ignn Suteja MM mengatakan, perambahan hutan secara ilegal atau illegal logging di Papua tahun 2010 mengalami penurunan jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.

"Illegal Logging di Papua memang menurun setelah adanya larangan kayu log keluar dari Papua beberapa waktu yang lalu," kata Drs Ignn Suteja di Jayapura, Minggu (20/2/2011).

Ia mengatakan, tolok ukurnya persentase penurunan itu adalah pada 2010 hanya mengamankan 70,6 meter kubik kayu hasil illegal logging.

Jumlah tersebut menurun signifikan jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya yang mencapai dua atau tiga kali lipatnya.

"Biasanya sangat marak tindak illegal logging di bumi Cenderawasih ini, tetapi belakangan menurun drastis yang sangat terasa, terbukti dari berkurangnya kayu sitaan," tuturnya.

Menurut Ignn Suteja, kebijakan pemerintah melarang kayu log keluar Papua merupakan kebijakan yang sangat bagus dalam penyelamatan sumber daya hayati dan ekosistim hutan di Papua.

Hanya saja, pihak Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Papua mencurigai adanya indikasi pencucian kayu asal Papua di tengah laut.

Modusnya adalah dengan membawa kayu log Papua ke tengah lautan kemudian ditukar dan ditandai dengan lambang kayu log Provinsi Papua Barat.

"Indikasinya sangat kuat, tetapi saat ini belum bisa kami buktikan. Apalagi di Papua Barat tidak ada larangan bagi keluarnya kayu Log," ujar Ignn Suteja.

Dalam kesempatan tersebut, Ignn Suteja juga mengimbau semua pihak, terutama masyarakat yang bermukim di sekitar areal hutan, untuk ikut menjaga stabilitas wilayahnya dengan tidak melakukan perburuan dan menangkap hewan langka serta penebangan secara liar.

"Kami harapkan kerja sama untuk tidak melakukan hal-hal yang dilarang menurut aturan hukum di negara ini, dengan harapan kelestarian satwa dan alam Papua benar-benar terjaga," katanya.

BURUNG MATA-MATA BUATAN PENTAGON

JAMBI EKSPRES:



Burung Mata-mata Buatan Pentagon
Minggu, 20 Februari 2011 | 16:13 WIB

Robot burung bernama Nano Hummingbird yang dikembangkan AeroVironment Inc dan DARPA.

Lembaga Pertahanan AS di Pentagon mengembangkan sebuah robot mini yang bisa terbang untuk kegiatan mata-mata. Bentuknya mirip burung kolibri lengkap dengan sayapnya yang mengepak saat terbang sesuai namanya Nano Hummingbird.

"Keberhasilan program ini membuka jalan bagi wahana terbang generasi baru dengan kemampuan dan bentuk menyerupai burung berukuran kecil," kata Todd Hlton, manajer program Hummingbird di Pentagon, seperti dilansir situs web Los Angeles Times, belum lama ini.

Dengan bentuk yang seperti burung dan berukuran kecil, robot tersebut bisa melakukan manuver lebih lincah, bahkan mungkin menerobos jendela atau bertengger di kawat listrik. Bisa terbang vertikal, ke kanan, ke kiri, maju, dan mundur. Robot tersebut bisa terbang hingga kecepatan 17 kilometer per jam. Dirancang sebagai robot mata-mata, badannya dilengkapi kamera untuk merekam suasana sekitar.

Bentangan sayapnya hanya 6,5 inci atau sekitar 18 cm dan beratnya cuma 19 gram atau lebih ringan dari sebuah baterai standar AA. Seringan itu sudah dengan mesin motor penggerak, sistem komunikasi, dan kamera video.

Riset pembuatan robot tersebut menghabiskan waktu lima tahun sejak tahun 2006 dan dana sebesar 4 juta dollar AS. Defense Advanced Research Projects Agency (DARPA), yang merupakan lembaga riset pertahanan milik Departemen Pertahanan AS, menggandeng Monrovia dan AeroVironment Inc.