Tak bisa dipungkiri lagi, Indonesia adalah negara rawan bencana. Berbagai fakta dan hasil riset sudah menunjukkan negara kepulauan ini kerap dilanda bencana alam. Namun, skenario pengurangan risiko dan penanganan bencananya 'jongkok'. Bahkan, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang didaulat untuk bertanggung jawab pun belum terbentuk secara merata di provinsi maupun kabupaten.
Kepala Konsorsium Pengurangan Risiko Bencana Dadang Sudardja mengatakan, dari seluruh provinsi, baru 16 provinsi yang sudah memiliki BNPB. Sementara itu, dari sekitar 500 kabupaten di seluruh Indonesia, baru 21 daerah yang memiliki BNPB.
"Pemerintah memang sudah memasukkan mitigasi bencana dalam rencana pembangunan. Sudah ada tapi lambat dalam implementasinya," ungkapnya dalam diskusi mingguan Polemik di Warung Daun Cikini, Sabtu (9/10/2010).
Minimnya BNPB di daerah, kata Dadang, menyebabkan penanganan bencana belum dapat dioptimalkan hingga saat ini sehingga sulit untuk merespon peristiwa dengan cepat.
Dadang juga mengatakan, Indonesia belum memiliki skenario untuk memperlemah risiko bencana, sehingga memudahkan penanganan di lapangan. Misalnya, jika mengetahui Jakarta rawan banjir, maka pemerintah harus mempersiapkan dengan baik infrastruktur penanganan bencana, peta evakuasi serta edukasi ke warga masyarakat dalam menghadapi bencana. Sayangnya, hingga saat ini tidak ada.
Staf Ahli Presiden bidang Pembangunan Daerah dan Otonomi Daerah Velix Wanggai mengatakan, memang UU mengamanatkan setiap kabupaten harus memiliki jaringan BNPB. Pemerintah sedang mendorong pembentukan di kabupaten dan provinsi yang belum. Meski demikian, sampai saat ini, Pemda juga diminta untuk menjalankan sistem penanganan yang efektif.
"Pemerintah memberikan asistensi untuk pembentukan badan-badan itu. Kami akui banyak kabupaten yang belum terbentuk, tapi kami dorong mereka untuk konsolidasi," katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar