Polri Lindungi Para Jenderalnya
Selasa, 1 Februari 2011 | 07:49 WIB
Terdakwa, AKP Sri Sumartini alias Tini, menjalani sidang dengan agenda pembacaan tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum di PN Jaksel, Kamis (16/9/2010). Ia divonis dua tahun penjara karena terbukti menerima suap dari terpidana korupsi pajak Gayus Tambunan selama proses penyidikan kasus Gayus.
Penanganan kasus Gayus Halomoan Tambunan di kepolisian kembali dipertanyakan. Kali ini sorotan terarah pada hasil sidang kode etik dan profesi di Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri terhadap terperiksa AKP Sri Sumartini alias Tini, mantan penyidik Bareskrim Polri.
Komisi kode etik dan profesi menyimpulkan, tidak ada suap dari pihak mana pun yang diterima Tini selama penyidikan kasus korupsi dan pencucian uang yang menjerat Gayus tahun 2009. Sidang kode etik berlangsung tertutup sehingga para pewarta tidak mengetahui apa saja yang terungkap dalam persidangan.
Tini hanya terbukti melakukan tiga pelanggaran yakni terkait perubahan status tersangka Roberto Santonius, perubahan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan, serta pertemuan dengan jaksa Cirus Sinaga dan Fadil Regan di Hotel Krystal, Jakarta Selatan. Tini diganjar dengan rekomendasi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH).
Putusan itu bertolak belakang dengan vonis Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang menyebut Tini terbukti menerima suap berkali-kali selama penyidikan. Majelis hakim yang menjatuhkan vonis dua tahun terhadap Tini menilai, Tini terbukti menerima uang Rp 1,5 juta dari Roberto Santonius. Uang itu bagian dari Rp 5 juta pemberian Roberto. Sisa uang dibagi ke Arafat dan AKBP Mardiyani.
Putusan sidang kode etik juga bertolak belakang dengan penyidikan Polri sendiri yang dilakukan tim independen pimpinan Irjen Matius Salempang.
Lindungi jenderal menguat
Donal Fariz, aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW), menilai, putusan komisi kode etik itu semakin menguatkan adanya upaya Polri melindungi para perwira tinggi yang diduga terlibat kasus Gayus. Komisi seakan menutup-nutupi perubahan status Roberto dari tersangka menjadi saksi terkait aliran dana ke Gayus.
"Penyidik di level Arafat dan Sri Sumartini tidak memiliki kuasa yang lebih strategis untuk merubah status. Yang bersangkutan (Arafat) sudah katakan ada level petinggi yakni Brigjen (Pol) Edmond Ilyas (saat itu menjabat Direktur Ekonomi Khusus Bareskrim) yang punya kewenangan atau sebagai otak dari perubahan status," ujarnya.
Seperti diketahui, saat sidang di PN Jaksel Senin (4/10/2010), Arafat mengaku perubahan status Roberto atas perintah Edmond setelah Roberto menemui Edmond. Dalam berita acara pemeriksaan (BAP), kata Arafat, Roberto mengaku menyerahkan uang ke Edmond dan Kombes Pambudi Pamungkas (saat itu kanit) untuk mengubah status.
Gayus juga menyebut hal yang sama. "Itu perintah Edmond. Roberto yang cerita ke saya," kata Gayus di sela-sela sidang Senin (4/10/2010).
Vonis lain diragukan
Setelah vonis terhadap Tini, komisi akan memeriksa lima terperiksa lain yakni Brigjen (Pol) Edmond, Brigjen (Pol) Raja Erizman, Kombes Pambudi Pamungkas, Kombes Eko Budi Sampurno, dan AKBP Mardiyani. Sama seperti Tini, sidang akan berlangsung tanpa pantauan publik.
Melihat vonis Tini, Donal meragukan hasil sidang terhadap para terperiksa itu. Pasalnya, komisi telah mengabaikan vonis Tini di PN Jaksel yang sudah berkekuatan hukum tetap. "Apalagi pemeriksaan terhadap terperiksa yang belum berkekuatan hukum. Kita lebih percaya terhadap putusan hakim," paparnya.
"Kalau hasil pemeriksaan berbeda, itu mengindikasikan kuat Polri melindungi jenderal-jenderalnya. Kalau Polri berupaya saling melindungi, tidak akan terbongkar siapa sesungguhnya mafianya. Polri hanya bersih di pinggir-pinggir saja, membersihkan para perwira menengah. Sementara para jenderalnya dilindungi," ujar Donal.
Gayus Saksi Sidang Etik Sri Sumartini
Terpidana kasus mafia pajak Gayus Tambunan saat menunggu sidang perdananya di Ruang Tahanan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (8/9/2010). Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang diketuai Albertina Ho, Rabu (19/1/2011), menghukum Gayus selama 7 tahun penjara.
Divisi Profesi dan Pengamanan Polri kembali menggelar sidang kode etik dan profesi lanjutan terhadap terperiksa Ajun Komisaris Sri Sumartini alias Tini terkait mafia kasus Gayus HP Tambunan, Rabu (26/1/2011). Sidang digelar tertutup di Gedung TNCC Mabes Polri.
"Sidang masih lanjutkan yang kemarin," kata Kepala Bagian Penerangan Umum Polri Komisaris Besar Boy Rafli Amar ketika dihubungi Kompas.com, Rabu.
Boy mengatakan, rencananya, sidang hari ini menghadirkan saksi-saksi dari eksternal Polri, yakni Gayus, Roberto Santonius, dan Haposan Hutagalung. Pada sidang kemarin, dihadirkan saksi internal, yakni Brigjen (Pol) Edmond Ilyas, Kombes Eko Budi Sampurno, dan Ajun Komisaris Besar Mardiyani.
Setelah mendengarkan semua saksi, kata dia, majelis akan menjatuhkan putusan. "Vonis paling lambat Jumat," ucap Boy.
Saldy Hasibuan, pengacara Gayus, belum dapat memastikan terkait rencana Gayus menjadi saksi. "Bisa jadi, tapi saya belum dapat konfirmasi dari Gayus," kata dia.
Seperti diberitakan, Tini telah divonis dua tahun penjara di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Majelis hakim menilai Tini terbukti menerima suap berkali-kali selama penyidikan kasus Gayus tahun 2009. Tini adalah penyidik kedua yang disidang. Tahun lalu Arafat, terperiksa lainnya, telah disidang dengan rekomendasi pemberhentian tidak dengan hormat.
Selain Arafat dan Tini, sembilan anggota lain juga telah ditetapkan sebagai terperiksa dan menunggu sidang kode etik. Mereka adalah Brigjen (Pol) Raja Erizman, Brigjen (Pol) Edmond Ilyas, Kombes Pambudi Pamungkas, Kombes Eko Budi Sampurno, AKBP Muh Anwar, AKBP Mardiyani, AKP I Gede Putu Widjaya, Iptu Joni Surya, dan Iptu Angga.
Sri Sumartini Tak "Tersentuh" Suap
Terdakwa penyuapan AKP Sri Sumartini menangis dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Jumat (27/8/2010) Sri Sumartini menangis karena merasa dizholimi oleh sejumlah penyidik Mabes Polri.
Putusan Komisi Kode Etik dan Profesi Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri terhadap terperiksa AKP Sri Sumartini, mantan penyidik Bareskrim Polri, bertolak belakang dengan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Putusan itu terkait mafia kasus Gayus HP Tambunan.
Sidang yang berlangsung tertutup di Gedung Transnational Crime Center Mabes Polri itu menyimpulkan tidak ada penerimaan suap dari siapa pun selama penyidikan kasus korupsi dan pencucian uang yang menjerat Gayus.
Dalam putusan yang dibacakan Senin ( 31/1/2011 ) petang, Tini hanya terbukti melakukan tiga pelanggaran kode etik dan profesi. Tiga pelanggaran itu yakni terkait perubahan status tersangka Roberto Santonius, perubahan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan, serta pertemuan dengan Jaksa Cirus Sinaga dan Fadil Regan di Hotel Krystal, Jakarta Selatan.
Kepala Bagian Penerangan Umum Polri, Kombes Boy Rafli Amar, ketika ditanya perihal suap, mengatakan, selama sidang hanya terungkap penerimaan uang Rp100 juta dari Andy Kosasih untuk sumbangan gempa Padang. Andy menerima uang itu dari Gayus.
"Yang bersangkutan (Tini) mengatakan menerima (uang Rp 100 juta) dan menyerahkan ke staf pribadi Direktur II Ekonomi Khusus (saat itu dijabat Brigjen Pol Edmond Ilyas). Kaitan uang hanya itu aja," ucap Boy.
Putusan itu bertolak belakang dengan putusan majelis hakim yang dibacakan Rabu ( 6/10/2010 ), dengan vonis dua tahun penjara ditambah denda Rp 50 juta. Hakim menilai Tini terbukti menerima suap berkali-kali selama penyidikan.
Dalam putusan yang dibacakan Ahmad Shalihin, ketua majelis hakim, Tini terbukti menerima suap Rp 1,5 juta dari Roberto, Rp 10 juta dan 100 dollar AS dari Haposan melalui Arafat, Rp 1,5 juta dari Haposan. Vonis itu sesuai dengan penyidikan yang dilakukan tim independen Polri.
Akankah Sri Sumartini Dipecat?
Senin, 31 Januari 2011 | 07:56 WIB
AKP Sri Sumartini mendengarkan keterangan saksi Gayus Halomoan Tambunan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (3/8/2010). Sumartini divonis dua tahun penjara karena terbukti menerima suap dari terpidana korupsi pajak Gayus Tambunan selama proses penyidikan kasus Gayus.
\ Komisi kode etik dan profesi Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri akan menjatuhkan vonis terhadap terperiksa AKP Sri Sumartini alias Tini terkait kasus Gayus Halomoan Tambunan. Vonis akan diberikan disidang terakhir di Gedung TNCC Mabes Polri, Jakarta, Senin (31/1/2011).
"Ya," kata Kepala Bagian Penerangan Umum Polri, Kombes Boy Rafli Amar, melalui pesan singkat kepada Kompas.com, ketika ditanya apakah hari ini Tini divonis.
Seperti diberitakan, Tini telah tiga kali menjalani sidang secara tertutup. Komisi kode etik telah memeriksa saksi-saksi diantaranya Brigjen (Pol) Edmond Ilyas, Kombes Eko Budi Sampurno, AKBP Mardiyani, Kompol Arafat, Gayus, Haposan Hutagalung, dan Andy Kosasih. Mereka bersaksi terkait proses penanganan kasus korupsi dan pencucian uang yang menjerat Gayus.
Tini didakwa melakukan sejumlah pelanggaran bersama Arafat selama menangani kasus itu. Mereka menerima suap berkali-kali dari Gayus melalui Haposan, melakukan pemeriksaan Gayus di luar Gedung Bareskrim Polri, dan pelanggaran lain.
Terkait pidana, Tini telah divonis dua tahun penjara. Perkara itu telah berkekuatan hukum tetap lantaran dia dan jaksa penuntut umum tidak mengajukan banding atas vonis itu. Adapun Arafat divonis lima tahun penjara.
April tahun lalu, Arafat telah disidang komisi kode etik dengan rekomendasi yakni pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH). Hingga saat ini, rekomendasi itu belum disahkan oleh atasannya saat itu yakni Kepala Bareskrim Polri Komjen Ito Sumardi.
Akankah Tini mendapat rekomendasi yang sama? Kita tunggu saja..
Sri Sumartini Direkomendasikan Dipecat
Senin, 31 Januari 2011 | 19:33 WIB
AKP Sri Sumartini
Sama seperti Kompol Arafat Enanie, Komisi Kode Etik dan Profesi Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri merekomendasikan pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) kepada terperiksa AKP Sri Sumartini alias Tini, mantan penyidik Bareskrim Polri terkait kasus Gayus HP Tambunan.
Rekomendasi itu diberikan saat sidang vonis secara tertutup di Gedung Transnational Crime Center (TNCC) Mabes Polri, Senin ( 31/1/2011 ) petang.
"Pimpinan sidang kode etik menilai AKP Sri Sumartini telah melakukan perbuatan tercela dan melanggar kode etik. Padanya direkomendasikan untuk diberhentikan tidak dengan hormat, dianggap tidak layak jadi anggota Polri," ucap Kepala Bagian Penerangan Umum Polri, Kombes Boy Rafli Amar di Mabes Polri seusai pembacaan vonis.
Boy mengatakan, rekomendasi itu setelah Komisi Kode Etik mendengar keterangan 10 saksi dalam tiga kali sidang. Kesimpulannya, kata Boy, sebagai penyidik, Tini terbukti melakukan tiga pelanggaran kode etik dan profesi selama menyidik kasus korupsi dan pencucian uang yang menjerat Gayus tahun 2009 .
Pertama, Tini terbukti merubah status tersangka Roberto Santonius, konsultan pajak. Awalnya, Roberto ditetapkan tersangka bersama Gayus terkait aliran dana ke Gayus. Tini merubah laporan polisi dari dua tersangka itu menjadi Gayus tersangka tunggal.
Pelanggaran kedua, tambah Boy, Tini terbukti merubah surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) terkait kasus Gayus tanpa sepengetahuan Direktur Ekonomi Khusus Bareskrim Polri yang saat itu dijabat Brigjen (Pol) Edmond Ilyas.
Ketiga, lanjut Boy, Tini bersama Arafat terbukti melakukan pertemuan dengan Jaksa Cirus Sinaga dan Fadil Regan di Hotel Krystal, Jakarta Selatan, pada 12 Oktober 2009 . Pertemuan itu, kata dia, untuk merubah pasal yang dikenakan ke Gayus dengan menambahkan pasal 372 KUHP tentang penggelapan.
"Itu tiga hal yang dianggap merusak citra Polri," kata Boy. Komisi menilai Tini terbukti melanggar pasal 5 huruf a dan b, pasal 7 ayat 1, pasal 10 ayat 1 huruf c, Pasal 15 Perkap Nomor 7 Tahun 2006 tentang Kode Etik Profesi Polri.
Hal yang meringankan Tini, papar Boy, yang bersangkutan belum pernah dihukum, belum pernah melakukan tindakan tercela, menyesali perbuatan, berterus terang selama persidangan, dan memiliki tanggungan anak-anak.
Adapun hal yang memberatkan terperiksa yakni perbuatannya mencoreng nama bak Polri serta adanya putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang menghukum dirinya 2 tahun penjara terkait menerima suap. "Sri Sumartini diberikan waktu untuk ajukan keberatan (atas vonis) selama tujuh hari kerja," tutup Boy.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar