JAMBI EKSPRES:
Lokalisasi Ditutup, ’Gali Gongli’ Kehilangan
Gali gongli bocah karbitan, besar dari belaian, ribuan bapak...
Tiga anak penghuni lokalisasi Poluhan tengah bermain.
Itulah sepenggal lirik lagu Iwan Fals yang berjudul Gali Gongli. Syair lagu itu setidaknya menyiratkan betapa kelamnya kehidupan remang-remang di dunia prostitusi kelas bawah di Desa Poluhan, Kec. Srengat, Blitar. Lagu itu seolah ingin mengatakan dunia tidak selamanya putih dan hitam, tapi juga ada garis abu-abu di tengahnya.
Siang itu, tiga anak kecil bermain bersama anak kucing. Mereka tampak gembira. Mereka, Mutiara Riski Anggraeni (10 tahun), Dandi Ama Febriansah (5 tahun) dan Yudistira Hendra Kusuma (7 tahun), tidak tahu kalau tanah yang ditempati merupakan daerah yang dilabeli ”kawasan hitam”.
Mereka anak-anak PSK yang dalam tiga bulan ke depan akan terusir dari tempat tinggalnya. Ini menyusul kebijakan Pemkab Blitar yang memberlakukan Perda No. 2/2008 tentang pelarangan praktik prostitusi, yang berarti akan menutup lokalisasi Poluhan.
Kegiatan anak-anak PSK seperti juga anak-anak kecil lainnya. Seperti anak-anak lain, mereka juga bersekolah. Ketiga anak ini merupakan cermin dari 70 anak lainnya yang selama ini menghuni lokalisasi di Poluhan. Dan mereka juga punya cita-cita, tak peduli ibunya seperti apa dan bapaknya siapa.
Mutiara, misalnya, mengaku ingin jadi dokter. “Saya kalau sudah dewasa ingin menjadi dokter. Saya ingin mengobati orang sakit,” ujar siswi kelas 2 SD itu.
Sedangkan Yudistira, memilih menjadi tentara dan memegang senjata sehingga tampak gagah. Sementara Dandi bercita-cita menjadi polisi. “Saya mau jadi polisi. Sekarang sekolah dulu,” katanya.
Tapi, dikemanakan cita-cita mereka kalau lokalisasi ditutup? Dari mana sang ibu mendapat uang untuk menyekolahkan mereka? Itulah keluhan para PSK penghuni lokalisasi.
Rinayanti (30 tahun), PSK setempat yang juga memiliki anak, misalnya, mengaku kaget mendengar tempat tinggalnya dan tempatnya bekerja akan ditutup. “Kami akan dikemanakan? Bagaimana dengan anak-anak kami,” katanya.
Penutupan lokalisasi memang akan berdampak langsung kepada anak-anak PSK, yang seperti anak-anak lain juga berhak punya masa depan. Mereka, diakui Kepala Seksi Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Dinas Sosial Kabupaten Blitar, Sholichin, menggantungkan hidupnya di lokalisasi.
Dia berjanji akan memikirkannya. “Aka kami pikirkan, mereka nanti akan hidup di mana dan apakah bisa diterima di lingkungan barunya,” katanya.
Sementara Camat Srengat, Edi Suraji, berharap mereka menyiapkan diri terkait rencana penerapan Perda. “Minimal kami sudah sosialisasikan perda tentang larangan prostitusi di Kabupaten Blitar,” katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar