JAMBI EKSPRES:
Dam Raksasa Keluar Konsep Tata Ruang Jakarta
"Jangan gara-gara pohon hilang, kemudian dibuat dam atau bendungan raksasa."
Banjir di Jakarta
Pemerintah DKI Jakarta dianggap selalu berwacana untuk menyelesaikan persoalan yang sebenarnya tidak masuk dalam tata ruang yang ada sekarang ini. Pembagunan tanggul atau dam raksasa yang kini menjadi wacana, dianggap sebagai konsep yang keluar dari permasalahan.
Menurut pengamat tata kota Universitas Trisakti, Yayat Supriatna, perlu dipertanyakan lagi apakah pembangunan dam raksasa itu sudah mengacu dengan konsep tata ruang Jakarta. "Sudah banyak rencana untuk Jakarta. Yang ini (tanggul raksasa) sudah ada studi dan kajiannya belum. Kalau ada baru diwacanakan. Jangan sampai tidak ada basis yang kuat," ujar Yayat, saat berbincang dengan VIVAnews.com.
Menurut Yayat, studi kelayakan mengenai hal ini harus lebih fokus dan lebih dalam membahas dampak, dan pewujudan ide sesuai dengan pembiayaan yang sesuai dengan kekuatan finansial. "Jangan terlalu pinter lah. Kalau akhirnya kemampuan terbatas kan jadi memalukan," ujarnya.
Ditambahkan Yayat, bila Pemerintah Jakarta konsisten melakukan pengawasan dari kegiatan penanaman pohon di sepanjang pantai utara, tidak akan muncul kegelisahan karena ancaman banjir rob. "Persoalannya karena kita lebih senang menanam tapi tidak ada yang merawat, dan memelihara. Semua sekedar simbolis," ujarnya.
Pemerintah DKI Jakarta diminta untuk melaksanakan program yang realistis, dan melibatkan masyarakat. Dan jangan gara-gara pohon hilang, kemudian dibuat dam atau bendungan.
Seperti diketahui Jakarta akan membangun dam raksasa. Sejumlah studi sedang dipersiapkan. Pembahasan rencana ini akan dimulai Februari bersama dengan pemerintah pusat dan pihak swasta.
Deputy Representative Bos Witteveen, salah satu perusahaan anggota Konsorsium Jakarta Coastal Defence Strategy (JCDS), Sawarendro mengatakan, studi untuk kajian pembangunan tanggul raksasa ini telah dimulai dan dilakukan hingga enam bulan ke depan.
Saat ini yang sedang dilakukan adalah melakukan studi untuk mengetahui permasalah Jakarta, khususnya di kawasan utara. Seperti persoalan segi tanah, air, dan transportasi. Hasil studi ini akan dipetakan dan dibicarakan bersama dengan Pemerintah Pusat, Pemprov DKI Jakarta dan swasta.
"Seluruh data ini akan dibuka untuk umum, agar masyarakat bisa menambahkan data tersebut dan dapat disepakati banyak pihak," ujarnya.
Metro
Tiga Studi Dam Raksasa Jakarta
Saat ini akan difokuskan mengatasi banjir di kawasan pinggir p
Banjir Jakarta
Sejumlah studi sedang dipersiapkan Pemerintah DKI Jakarta untuk merealisasikan pembangunan tanggul atau dam raksasa. Pembahasan rencana ini akan dimulai Februari bersama dengan Pemerintah pusat dan swasta.
Deputy Representative Bos Witteveen, salah satu perusahaan anggota Konsorsium Jakarta Coastal Defence Strategy (JCDS), Sawarendro mengatakan, studi untuk kajian pembangunan tanggul raksasa ini telah dimulai dan dilakukan hingga enam bulan ke depan.
"Lebih fokus, bagimana mengatasi daerah pinggir pantai. Karena ancaman banjir rob lebih tinggi," ujarnya kepada VIVAnews.com, Jumat 28 Januari 2011.
JCDS, kata Sawarendro, akan melakukan tiga tahapan atau 'Tripel A' untuk studi pembahasan tanggul raksasa ini. Ketiganya adalah Atlas (pemetaan), Agenda (perencanaan), dan Aturan Main (prosedur dan petunjuk pelaksanaan).
Saat ini yang sedang dilakukan adalah melakukan studi untuk mengetahui permasalah Jakarta, khususnya di kawasan utara. Seperti persoalan tanah, air, dan transportasi. Hasil studi ini akan dipetakan dan dibicarakan bersama dengan Pemerintah Pusat, Pemprov DKI Jakarta dan swasta.
Seluruh data ini akan dibuka untuk umum, agar masyarakat bisa menambahkan data itu dan dapat disepakati banyak pihak.
Setelah proses pemetaan disetujui, dilanjutkan dengan program 'Agenda', membicarakan mengenai apa yang harus dilakukan berdasarkan hasil pemetaan persoalan di wilayah utara tersebut. Kemudian baru ditetapkan dalam 'Aturan Main', siapa yang harus melaksanakan proyek itu.
Dam raksasa dibuat karena terjadinya penurunan permukaan tanah (land subsidence) dan peningkatan permukaan air laut terjadi di sebagian wilayah Jakarta. Selai itu, tanggul yang saat ini ada sudah tidak mampu menampung dan perlu dilakukan peninggian tanggul.
Karena itu, Representative Bos Witteveen akan mempelajari empat lokasi yang direkomendasikan Pemerintah DKI Jakarta untuk pembangunan tanggul tersebut. Sawarendro, mengatakan keempat lokasi itu antara lain:
1. Tanggul laut diintegrasikan dengan reklamasi pantai utara Jakarta.
2. Tanggul laut berada di luar wilayah reklamasi
3. Tanggul laut berada di luar wilayah reklamasi kecuali Tanjungpriok
4. Tanggul laut menghubungkan antarpulau di Kepulauan Seribu.
Dam Raksasa Atasi Banjir DKI Hingga 100 Tahun
Rencana dam raksasa atau giant sea wall akan dibahas awal Februari.
Banjir akibat rob
Rencana pembangunan tanggul atau dam raksasa atau giant sea wall akan dibahas Pemerintah DKI Jakarta bersama dengan pemerintah pusat awal Februari mendatang.
Dalam pembahasan nanti, DKI akan fokus terhadap pembuatan grand design bendungan raksasa yang diyakini dapat menghindari ibukota dari malapetaka pada 2025, yakni ancaman Jakarta tenggelam.
Menurut Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo, kerjasama yang dilakukan dengan pemerintah Belanda ini baru sampai pada tahap pre elementary atau kajian dasar. "Kajiannya tidak bisa terburu-buru, karena ini kajian defense strategy jangka panjang di seluruh pantai utara Jawa," kata Foke, begitu sebutan Fauzi Bowo.
Konsep pembangunan tanggul laut raksasa yang diintegrasikan dengan reklamasi pantai utara karena peningkatan air laut terus bertambah. Bendungan raksasa ini, sengaja dirancang untuk mengantisipasi bencana banjir Jakarta hingga 50-100 tahun mendatang.
"Peningkatan permukaan air laut terus bertambah, tidak bisa dihindari. Itu world wide dan terjadi dimana-mana. Jadi kita harus merespon dengan cara yang lain yaitu membangun giant seawall. Itu harus dibuat dengan perencanaan teliti," paparnya.
Mengingat wilayah utara Jakarta memiliki tingkat penurunan muka tanah (land subsidence) paling parah, maka studi amdal sangat penting dilakukan. Foke pun menyadari hal itu dan rencana studi analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) dipastikan akan terlaksana.
"Masalah studi Amdal itu kecil, yang penting kan grand designnya dulu. Nanti belakangan baru kita buat studi Amdalnya, tentu ini tidak bisa kita buat tanpa studi Amdal. Saya juga belum tahu akan dipasang itu, butuh kajian lebih lanjut," ungkapnya.
Dam Raksasa Membentang dari Tangerang-Bekasi
Tanggul raksasa akan dibuat untuk membendung laut pantai utara Jakarta dan sekitarnya.
Citra satelit banjir di Jakarta tahun 2007
Pemerintah DKI Jakarta segera merealisasikan pembangunan tanggul atau dam raksasa untuk pengendalian banjir di Jakarta. Pembahasan rencana ini akan dimulai Febuari ini bersama dengan Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum dan swasta.
Menurut Direktur Sungai dan Pantai Ditjen Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum, Pitoyo Subandrio, pembuatan tanggul menjadi penting karena ancaman pemanasan global dan penurunan permukaan tanah (land subsidence). Ini menjadi pertimbangan utama untuk membangun tanggul dan menjadi tanggung jawab pemerintah dan swasta.
"Lihat jembatan di Jakarta Utara, balok jembatan sudah hampir menyentuh air. Itu bukan karena airnya naik, tapi juga karena tanahnya sudah turun. Kalau dibiarkan, Jakarta tenggelam," ujar Pitoyo saat berbincang dengan VIVAnews.com, Kamis 27 Januari 2011.
Kata Pitoyo, tanggul raksasa akan dibuat untuk membendung laut di Pantai Utara. Pembendungan akan dilakukan mulai dari kawasan Tanjung Burung, Kecamatan Teluk Naga, Tangerang, hingga ke Tanjung Priok, Jakarta Utara. "Dari Tanjung Priok sampai di Muara Gembong Bekasi. Namun untuk Pelabuhan Tanjung Priok tetap dibuka," ujarnya lagi.
Kata Pitoyo, pembuatan tanggul akan menggunakan sistem polder ke arah laut, agar kawasan di bawah permukaan air laut tidak akan tergenang. Seperti yang telah dilakukan Belanda dan New Orleans.
Sketsanya, meski air laut tinggi, tetapi kawasan di bawah permukaan air laut tetap kering karena ada tanggul laut raksasa yang akan memompa air ke laut.
Deputy Representative Bos Witteveen, salah satu perusahaan anggota Konsorsium Jakarta Coastal Defence Strategy (JCDS) Sawarendro mengatakan, sejak Desember 2010 telah dilakukan penyusunan rencana strategi sebagai bagian kegiatan perencanaan pembangunan tanggul laut raksasa.
Diharapkan bulan Mei 2011, strategi ini sudah bisa dipaparkan untuk didiskusikan dengan stakeholder yang lain, seperti Bappenas, Departemen PU, Dinas PU dan Pemprov DKI Jakarta.
Terdapat empat pilihan tanggul laut yang mungkin bisa diterapkan. Pertama, pembangunan tanggul laut diintegrasikan dengan reklamasi pantai utara. Kedua, tanggul laut berada di luar wilayah reklamasi. Ketiga, tanggul laut berada di luar wilayah reklamasi kecuali Tanjung Priok dan keempat tanggul laut menghubungkan antar pulau di Kepulauan Seribu.
Pilihan pertama dinilainya merupakan pilihan yang paling mungkin dilakukan untuk dilaksanakan dalam 20 tahun ke depan.
"Opsi pertama ini membutuhkan pembiayaan yang relatif kecil dan pelaksanaan bisa dilakukan dengan kontribusi sektor publik dan swasta," ujarnya.
Pembangunan Tanggul Raksasa Jakarta 10 Tahun
Kajian atas rencana dilakukan sejak Desember 2010 dan selesai pada Mei 2011.
Banjir di Jakarta
Pemerintah DKI telah melakukan kajian rencana pembangunan tanggul raksasa di pantai utara Jakarta sejak Desember 2010. Setelah kajian selesai dilanjutkan dengan pembangunan konstruksi fisik tanggul.
"Pembangunan fisik tanggul akan memakan waktu selama 10 tahun. Jadi tahun 2025 mendatang, Jakarta telah memiliki tanggul laut raksasa yang mampu meminimalisir bencana banjir di ibu kota," kata Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo.
Kata Foke, pembangunan tanggul laut raksasa dibangun di sepanjang pantai utara Jakarta atau di antara pulau-pulau terdekat di Kepulauan Seribu.
Sejatinya, kata Fauzi Bowo, sebelum berencana membangun tanggul raksasa, DKI juga pernah memiliki opsi lain untuk mengatasi ancaman Jakarta tenggelam di tahun 2025.
Sejumlah opsi yang disiapkan antara lain menyediakan danau atau waduk sebagai tempat retensi air yang luasnya mencapai 50-100 kilometer persegi. Namun, opsi ini tidak mungkin dilaksanakan karena keterbatasan lahan dan kendala dalam pembebasan lahan di Jakarta. "Disuruh membebaskan 10 meter persegi saja sudah luar biasa, apalagi sampai 100 kilometer persegi," kata Fauzi Bowo.
Karena sulit, akhirnya Foke memilih membangun sistem polder atau penampung air berbentuk tanggul raksasa di laut. Pilihan ini ternyata lebih memungkinkan karena tidak membutuhkan pembebasan lahan yang banyak.
Dijelaskan Foke, dengan mendorong sistem polder ke arah laut, maka kawasan di bawah permukaan air laut tidak akan tergenang. Seperti yang telah dilakukan Belanda dan New Orleans, Amerika Serikat. Sketsanya, meski air laut tinggi, tetapi kawasan di bawah permukaan air laut tetap kering karena ada tanggul laut raksasa yang akan memompa air ke laut.
"Dalam waktu dekat kami bicarakan rencana ini pada pusat. Buat saya tidak ada lagi alasan selain membuat tanggul laut raksasa di Jakarta,” tuturnya.
Deputy Representative Bos Witteveen, salah satu perusahaan anggota Konsorsium Jakarta Coastal Defence Strategy (JCDS) Sawarendro mengatakan, sejak Desember 2010 telah dilakukan penyusunan rencana strategi sebagai bagian kegiatan perencanaan pembangunan tanggul laut raksasa.
Diharapkan bulan Mei 2011, strategi ini sudah bisa dipaparkan untuk didiskusikan dengan stakeholder yang lain, seperti Bappenas, Departemen PU, Dinas PU dan Pemprov DKI Jakarta.
Terdapat empat pilihan tanggul laut yang mungkin bisa diterapkan. Pertama, pembangunan tanggul laut diintegrasikan dengan reklamasi pantai utara. Kedua, tanggul laut berada di luar wilayah reklamasi. Ketiga, tanggul laut berada di luar wilayah reklamasi kecuali Tanjung Priok dan keempat tanggul laut menghubungkan antar pulau di Kepulauan Seribu.
Pilihan pertama dinilainya merupakan pilihan yang paling mungkin dilakukan untuk dilaksanakan dalam 20 tahun ke depan.
"Opsi pertama ini membutuhkan pembiayaan yang relatif kecil dan pelaksanaan bisa dilakukan dengan kontribusi sektor publik dan swasta," ujarnya.
Tanggul Raksasa Jakarta Atasi Malapetaka 2025
Ketinggian permukaan air laut di tahun 2025 diperkirakan naik 2,5 meter.
Banjir akibat ron di Gunung Sahari
Jakarta berencana membuat tanggul raksasa di pantai utara Ibukota. Pembangunan ini untuk mengantisipasi naiknya ketinggian permukaan air laut di tahun 2025 yang diperkirakan naik 2,5 meter. Selain itu tanggul ini juga dibangun untuk mengatasi penurunan permukaan tanah (land subsidence).
Demikian dikatakan Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo. Kata Fauzi, giant sea wall atau tanggul laut raksasa dengan sistem polder di kawasan Teluk Jakarta. "Kajiannya telah dilakukan sejak Desember tahun lalu dan diharapkan selesai dua hingga tiga tahun ke depan," kata Fauzi Bowo.
Sehingga, kata Foke, begitu sebutan Fauzi Bowo, pada tahun 2025 nanti, Jakarta telah memiliki tanggul laut raksasa yang bisa mengatasi ancaman Jakarta tenggelam, yang kerap disebut sebagai malapetaka.
Sebelumnya mantan Gubernur DKI Sutiyoso menyatakan Jakarta terancam dua malapetaka yakni macet dan tenggelam. Ancaman Jakarta tenggelam didasari atas data Dinas Pekerjaan Umum DKI Jakarta yang menyebutkan terjadi penurunan tanah. Ini paling terlihat di Waduk Pluit dimana permukaan air laut lebih tinggi 3 meter dari air waduk.
Fauzi Bowo mengungkapkan, DKI telah diminta pemerintah pusat untuk merancang sea defence strategy atau strategi pertahanan air laut di pantai utara Jakarta. Dari kajian yang telah dilakukan konsorsium Jakarta Coastal Defence Strategy (JCDS), lembaga bantuan dari Pemerintah Belanda, menemukan dua faktor penting yang menyebabkan banjir masih melanda kota Jakarta.
Kedua faktor itu yakni, penurunan permukaan tanah di wilayah utara Jakarta sudah sangat memprihatinkan serta peningkatan permukaan air laut yang semakin tinggi.
"Kalau kombinasi kedua faktor ini dibiarkan terus maka kawasan pantai utara Jakarta terancam. Sebab keduanya mengakibatkan seringnya pantai utara Jawa tergenang. Bukan hanya pantai utara Jakarta. Diproyeksikan pada lima sampai sepuluh tahun mendatang keadaan itu makin parah,” ujar Foke.
Selama ini, kata Foke, untuk menjaga kawasan utara Jakarta, Dinas Pekerjaan Umum (PU) DKI Jakarta telah melakukan pembangunan tanggul serta memperbaiki tanggul yang rusak.
Menurut konsorsium JCDS, tindakan itu sudah sangat optimal dan mampu menurunkan banjir bila dibandingkan saat terjadi bencana banjir di tahun 2007.
Hanya saja permasalahnya, apakah pembangunan dan penguatan tanggul ini masih bisa digunakan untuk kondisi 10 hingga 50 tahun ke depan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar