Israel Panik, Dukung Mubarak
Selasa, 1 Februari 2011 | 07:39 WIB
Sederetan tank Abrams memenuhi ruas jalan saat para demonstan berkumpul di Tahrir Square di Kairo, Minggu (30/1 2011), pada hari keenam protes menentang rezim Mubarak.
Panik dan dicekam ketakutan akan kemungkinan naiknya rezim anti-Israel di Mesir apabila Presiden Hosni Mubarak terguling, Israel memerintahkan para diplomatnya menggalang dukungan dunia untuk mempertahankan pemerintahan Mubarak. Dalam laporan yang dimuat harian Hareetz di Israel, Senin (31/1), Kementerian Luar Negeri Israel disebut telah mengirimkan pesan kepada para diplomatnya di luar negeri untuk mengingatkan negara-negara tempat mereka bertugas bahwa mempertahankan stabilitas rezim di Mesir saat ini menjadi kepentingan Barat dan Timur Tengah. ”Untuk itu, kita harus membatasi kritik publik terhadap Presiden Hosni Mubarak,” demikian bunyi pesan diplomatik yang dikirim ke lebih dari selusin kedutaan besar Israel di Amerika Serikat, Kanada, Rusia, China, dan beberapa negara Eropa. Saat dikonfirmasi oleh Agence France Presse , baik juru bicara Kemlu Israel maupun Kantor Perdana Menteri Israel menolak membenarkan atau menyangkal isi laporan Hareetz itu. Jika laporan tersebut benar, berarti Israel menjadi negara kedua setelah Arab Saudi yang mendukung Mubarak. Israel hingga saat ini masih berusaha bersikap tenang dan menahan diri untuk tidak berkomentar tentang situasi memanas di Mesir. PM Benjamin Netanyahu, Minggu, memerintahkan para menterinya untuk tidak berkomentar soal Mesir secara terbuka.
Namun, di balik ketenangan sikap Israel itu tersimpan ketakutan yang sangat besar. Berita-berita utama koran di Israel, Minggu pagi, menyiratkan ketakutan itu dengan judul-judul, seperti ”Langkah Mundur 30 Tahun”, ”Yang Menakutkan Kita”, dan ”Sendirian”. Sejak menjadi negara Arab pertama yang menandatangani perjanjian damai dengan Israel pada 1979, Mesir menjadi satu-satunya ”sekutu” Israel di kawasan Timur Tengah.
”Mesir dan Israel punya kepentingan strategis yang sama. Untuk mengatakan mereka sekutu, sepertinya terlalu berlebihan. Namun, paling tidak, kedua negara itu tak saling berperang,” tutur Shlomo Avineri, pakar politik dari Hebrew University, Israel. Avineri menambahkan, Mesir adalah negara kekuatan utama di dunia Arab. ”Tidak ada negara (Arab) lain yang akan berperang (melawan Israel) tanpa melibatkan Mesir,” tutur dia.
Para pejabat pertahanan Israel pun dikabarkan mulai mempertimbangkan menggeser konsentrasi kekuatan militer mereka ke arah perbatasan Mesir di selatan. Mesir, selain terikat perjanjian damai, membantu menekan Hamas di perbatasan Gaza, mendukung proses perdamaian Israel- Palestina, dan ikut menghalangi ambisi Iran, juga memasok 40 persen kebutuhan gas alam Israel. Merusak perdamaian Mantan Duta Besar Israel untuk Mesir, Eli Shaked, mengatakan, jika rezim Mubarak betul-betul tumbang, siapa pun yang berkuasa di Mesir setelah itu akan merusak perdamaian Mesir-Israel. ”Satu-satunya pihak yang mendukung perdamaian hanya orang-orang di lingkaran dalam Mubarak,” tulis Shaked dalam artikel di harian Yedioth Ahronoth . Ketakutan utama Israel adalah apabila golongan Islam fundamentalis, seperti Ikhwanul Muslimin, berkuasa di Mesir pasca-Mubarak. ”Dalam situasi kaos seperti ini, kelompok-kelompok seperti Ikhwanul Muslimin diuntungkan karena mereka paling terorganisasi dan memiliki tujuan pasti,” tutur pakar Timur Tengah dari Haifa University, Benjamin Miller.
Berbagai kalangan di Israel juga menyayangkan sikap Presiden AS Barack Obama dan para pemimpin negara-negara Eropa yang seolah meninggalkan Mubarak di tengah krisis. Harian Ma’ariv memuat artikel berjudul ”Paman Sam Menembak dari Belakang”.
Pejabat tinggi Israel, yang dikutip Hareetz, menyebut orang- orang Amerika dan Eropa terhanyut dalam opini publik dan tidak mempertimbangkan kepentingan Barat yang sejati.
”Meski bersikap kritis terhadap Mubarak, mereka harus membuat teman mereka merasa tidak ditinggal sendirian. Jordania dan Arab Saudi melihat bagaimana semua orang (di Barat) meninggalkan Mubarak dan itu akan menimbulkan implikasi serius,” tutur pejabat tersebut.Mubarak Kian Terpojok, Massa Tak Surut
Penulis: Egidius Patnistik | Editor: Egidius Patnistik
Selasa, 1 Februari 2011 | 09:34 WIB
Para pengunjuk rasa berkumpul di sekitar Tahrir Square di Kairo, Minggu (30/1/2011), terhadap rezim Mubarak di tengah kekacauan yang terus meningkat.
Para pemrotes antipemerintah Mesir berencana mengadakan pawai besar, Selasa (1/2/2011) ini, dalam kampanye mereka untuk menggulingkan Presiden Hosni Mubarak. Di sisi lain, tentara menjamin rencana unjuk rasa besar itu tidak akan dihalangi dengan mengatakan, tuntutan rakyat Mesir sah dan tentara tidak akan menembak mereka.
Meski Mubarak telah mengumumkan kabinet baru, yang tidak menyertakan lagi menteri dalam negeri yang selama ini ditakuri secara luas, dan wakil presiden yang baru diangkat telah menawarkan pembicaraan dengan oposisi, para pengunjuk rasa terus maju dengan tujuan tunggal mereka, yaitu Mubarak harus turun dari jabatannya. Para pemrotes juga telah mengumumkan pemogokan umum tanpa batas waktu dan menyerukan "pawai satu juta orang" di Kairo pada hari Selasa ini, yang merupakan hari kedelapan aksi protes yang telah merenggut setidaknya 125 nyawa dalam bentrokan antara demonstran dengan polisi. Pawai sejuta orang juga akan digelar di kota pelabuhan Mediterania, Alexandria. Layanan kereta api nasional dibatalkan dalam sebuah upaya jelas untuk menghalangi protes.
Rencana demonstrasi-demonstrasi itu akan terjadi saat pasukan polisi telah kembali ke jalan-jalan kota Kairo setelah dua hari absen secara misterius. Absennya polisi itu, menurut para pengunjuk rasa, merupakan cara untuk menabur rasa tidak aman. Polisi telah diperintahkan untuk kembali ke jalan-jalan pada hari Senin setelah absen dua hari. Ketidakhadiran mereka tetap tidak terjelaskan secara resmi, tetapi itu menyebabkan kota itu menjadi surga bagi para penjarah dan napi yang kabur, dan warga membentuk kelompok pertahanan diri untuk melindungi lingkungan mereka.
Namun, tetap tidak diketahui, apa yang akan dilakukan polisi dalam menghadapi pemogokan dan pawai. Sementara para tentara telah menyatakan dengan jelas bahwa mereka tidak akan menghadapi para demonstran. "Untuk bangsa besar Mesir, angkatan bersenjata Anda, mengakui hak-hak sah rakyat, mereka (tentara) tidak menggunakan dan tidak akan menggunakan kekuatan terhadap orang-orang Mesir," kata militer dalam sebuah pernyataan.
Puluhan ribu demonstran telah memadati Alun-alun Pembebasan Tahrir (Tahrir Liberation Square) di Kairo, yang menjadi episentrum tuntutan untuk mengakhiri korupsi dan penindasan polisi yang tak akan terlupakan selama 30 tahun pemerintahan Mubarak. "Kami akan tinggal di alun-alun sampai pengecut itu turun," teriak kerumunan orang itu.
Eid Mohammed, seorang penyelenggara protes, kepada AFP mengatakan, "Telah diputuskan semalam, akan ada pawai satu juta orang pada Selasa. Kami juga memutuskan untuk memulai pemogokan umum tanpa batas waktu."
Dalam menghadapi protes terbesar selama masa jabatannya itu, Mubarak yang semakin terpojok telah menunjuk wakil presiden untuk pertama kalinya dan perdana menteri baru dalam sebuah upaya putus asa untuk tetap berkuasa. Sebuah kabinet baru yang diumumkan Senin tidak mampu menenangkan para pengunjuk rasa. Namun, pencopotan Menteri Dalam Negeri Habib al-Adly, yang pasukan keamanannya terkenal karena secara sistematis melanggar hak asasi manusia, disambut baik warga Mesir.
"Kami tidak akan mendapat perubahan kecuali Mubarak turun," kata salah seorang pengunjuk rasa yang meminta untuk tidak disebutkan namanya. Seorang pengunjuk rasa lain, Rifat Ressat, mengatakan, "Kami ingin perubahan pemerintah yang lengkap dengan otoritas sipil."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar