Laman

Sabtu, 06 November 2010

LETUSAN GUNUNG TINGKATKAN CURAH HUJAN

JAMBI EKSPRES:
Sabtu, 6 November 2010 | 07:24 WIB
Mount Merapi volcano erupts spewing out towering clouds of hot gas and debris as seen from Wukirsari village in Sleman, near the ancient city of Yogyakarta, November 4, 2010. Mount Merapi has killed at least 42 people since it began erupting on October 26 and more than 70,000 people have been displaced, according to Indonesias National Disaster Management Board.

SINGAPURA, Para ilmuwan mempelajari lingkaran pada pohon untuk memperagakan ulang masa lalu bahwa sebagian besar letusan vulkanik dapat meningkatkan curah hujan di Asia Tenggara sehingga membalikkan persepsi umum bahwa gunung berapi sebagai bencana penghancuran.

Sejumlah penelitian pada masa lalu telah memperlihatkan letusan dahsyat yang dialami oleh Gunung Tambora pada 1815 dan Krakatau pada 1883, yang keduanya berada di Indonesia, telah menurunkan suhu udara dunia dan melenyapkan pepohonan.

Para peneliti di Pusat Pengamatan Bumi Lamont-Doherty di Universitas Columbia di Amerika Serikat ingin meneliti beberapa dampak pada musim di Asia karena hujan merupakan hal yang penting bagi tumbuhan dan kehidupan miliaran manusia.

Menurut penelitian yang dipublikasikan dalam edisi jurnal Geophysical Research Letters, upaya tunggal untuk mengetahuinya adalah dengan merunut ke masa lalu.

Mereka mempelajari pertumbuhan lingkaran pepohonan yang umurnya beberapa abad dari sekitar 300 kawasan di penjuru Asia.

Mereka meneliti sejumlah dampak pada curah hujan dari sekitar 54 letusan pada 800 tahun lalu dengan mengukur pengaruh pertumbuhan pepohonan.

Pertumbuhan lingkaran yang kecil dan tipis menunjukkan curah hujan yang kecil dan jika hal itu sebaliknya maka menunjukkan curah hujan yang besar.

Lingkaran pohon menunjukkan di kawasan besar China selatan, Mongolia, dan daerah sekitarnya secara tetap masih kering dalam satu atau dua tahun setelah letusan besar gunung berapi, sementara daratan Asia Tenggara mendapatkan curah hujan lebih banyak.

Letusan gunung berapi menyebarkan kandungan belerang yang berubah menjadi partikel sulfat mikroskopis di atmosfir yang tinggi sehingga membiaskan cahaya matahari yang mempengaruhi pendinginan suhu udara di bumi dapat bertahan selama beberapa bulan ataupun tahun.

Penyiaran penelitian tersebut hadir di saat serangkaian letusan gunung Merapi di Pulau Jawa, Indonesia, meletus kembali pada Jumat dengan jumlah korban hampir mencapai 100 orang.

"Letusan tersebut, walaupun besar, belum dapat mempengaruhi suhu dunia," ujar sebuah keterangan media penelitian tersebut.

Kaitannya El Nino

Para peneliti yang diketuai oleh Kevin Anchukaitis dari badan pengamatan mengatakan, penelitian mereka tidak menilai kaitan erat antara atmosfir serta samudera dan juga tantangan peraga iklim yang ada.

"Kebanyakan peraga iklim yang ada menggabungkan gejala alam yang dikenal, seperti perubahan pada matahari dan atmosfir, telah memperkirakan bahwa letusan vulkanik dapat mengganggu musim dengan mengurangi jumlah curah hujan ke Asia Tenggara," ujarnya.

Sejumlah temuan, kata para peneliti, dapat membantu memperbaiki beberapa peraga berikutnya yang digunakan oleh para ilmuwan yang mencoba memahami seberapa jauh dampak global dari perubahan iklim dan pengaruh besar lainnya.

Sebagai contoh, mereka menjelaskan, mungkin terdapat kaitan erat antara dampak letusan dan fenomena cuaca El Nino serta La Nina, yang memicu kemarau atau banjir di beberapa bagian Asia dan Australia.

Peristiwa cuaca El Nino atau La Nina yang kuat dapat menangkal dampak letusan, mengurangi pengeringannya dan memberikan efek yang melembabkan atau sebaliknya, yang dalam kondisi tertentu, hal itu dapat memperburuk dampak yang menimbulkan bencana banjir atau kemarau yang parah.

Para ilmuwan juga mengatakan, penelitian mereka berguna sebagai peringatan atas kemungkinan dampak yang tidak disengaja mengenai rencana besar perbaikan bumi untuk mengurangi perubahan iklim, dengan membangun gunung berapi buatan yang bertujuan untuk mendinginkan suhu dengan memompa partikel sulfat ke atmosfir tertinggi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar