Laman

Sabtu, 06 November 2010

KORBAN TSUNAMI MASIH TERANCAM MAUT

JAMBI EKSPRES:
Mentawai

Satu keluarga Ayah, Barti (tengah), Suwandi (kiri) dan Rina warga kampung Sabogungung yang menjadi korban tsunami terlelap di rumah sakit Kostrad, di Kecamatan Sikakap, Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat, Minggu (31/10/2010). Lebih dari 270 orang korban yang luka berat perawatanya dipusatkan di Sikakap.

Terselamatkan dan dapat dievakuasi relawan hingga ke Sikakap bukan berarti korban gempa dan tsunami di Kepulauan Mentawai telah selamat dari intaian maut. Justru ketika rumah sakit darurat yang didirikan di Puskesmas Sikakap tak memiliki peralatan memadai untuk menangani penyakit yang diderita korban akibat digulung terjangan tsunami, maut sewaktu-waktu bisa datang kembali.

Anggota tim dokter relawan dari Dinas Kesehatan Provinsi Sumbar dr Mulhendra di Padang, Rabu (3/11/2010), mengatakan, banyak sekali korban tsunami menderita bronchopneumonia atau infeksi paru-paru. Infeksi di paru-paru korban tsunami terjadi akibat mereka terlalu banyak menelan air laut. Digulung tsunami setinggi 10 meter dan terseret kemana-mana membuat air laut bisa dengan mudah masuk ke paru-paru.

Menurut Mulhendra, bila tak tertangani dengan baik, korban bronchopneumonia bisa saja meninggal. Mulhendra mengakui, peralatan medis di rumah sakit darurat sama sekali tak memadai. Sehingga sebisa mungkin, korban bronchopneumonia harus dibawa ke rumah sakit di Kota Padang.

Sayangnya, evakuasi dengan helikopter dari Sikakap ke Padang juga sangat terbatas. "Jadi kami terpaksa memilih korban yang paling parah untuk bisa diangkut terlebih dulu," ujar Mulhendra.

Selasa sore kemarin, Mulhendra bersama dua dokter anggota tim relawan lainnya, dr Erinaldi Sp Ot dan dr Dona Handayani ikut mengevakuasi Darnius, korban tsunami yang mengalami bronchopneumonia dari Sikakap ke RSUP dr M Jamil Padang. "Banyak sekali korban tsunami di Sikakap yang mengalami bronchopneumonia ini," ujar Dona.

Selain infeksi paru-paru, korban tsunami juga banyak yang mengalami patah tulang di berbagai bagian tubuhnya. Menurut Erinaldi, sebagian di antara mereka mengalami infeksi karena lama tak tertolong tim medis atau tidak mendapatkan perawata n medis yang cukup.

Erinaldi pun mengaku stress tak bisa berbuat banyak karena minimnya peralatan. Dia yang berada seminggu di Sikakap mengaku, mestinya bisa berbuat banyak dengan keahliannya jika ada peralatan medis yang memadai. "Stressnya kami di Sikaka p ini bukan karena banyaknya pekerjaan yang harus kami lakukan, tetapi justru kami tak dapat berbuat banyak dengan alat yang ada. Jadi kalau pun operasi, ya hanya operasi kecil-kecilan dan sederhana," katanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar