Laman

Minggu, 12 Desember 2010

Indonesia, Malaysia Promosikan Kelapa Sawit Berkelanjutan di UE

JAMBI EKSPRES:
Indonesia, Malaysia Promosikan Kelapa Sawit Berkelanjutan di UE

Indonesia, Malaysia Promosikan Kelapa Sawit Berkelanjutan di UE
London Dalam berbagai hal Indonesia dan Malaysia sering kali bersebarangan tapi tidak dengan kelapa sawit, dimana Indonesia dan Malaysia yang sama sama produsen kelapa sawit terbesar di dunia itu melancarkan kampanye dan mempromosikan citra komoditi produksi kelapa sawit berkelanjutan di Uni Eropa.

Kementerian Pertanian RI dan Menteri Pertanian, Industri dan Komoditi Malaysia melakukan kampanye bersama dan mengadakan pertemuan dengan serangkaian kepala Komisi Eropa di Brussel baru baru ini.

Indonesia yang diwakili Wakil Menteri Pertanian Dr Bayu Krisnamurthi dan Dubes RI untuk Kerajaan Belgia, Kepayathiyan Luxemburg dan Uni Eropa, Arief Havas Oegragona bertemu empat anggota Parlemen Eropa serta Komisioner Energi Janez Potocnik, Komisi Climate Action Connie Hedegaar serta Komisi Energi Gunther Oettinger.

Delegasi Indonesia yang diikuti Dirjen Pengelolaan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian Zaenal Bachruddin serta Excetutif Chairman Komisi Palm Oil Indonesia DR Rosediana Suharto juga bertemu Komite Pembangunan Uni Eropa Nirj Deva dan Komite Pertanian dan Pembangunan Paolo de Castro.

Kampanye bersama Indonesia dan Malaysia itu dilakukan dalam upaya untuk mempromosikan citra komoditi produksi kelapa yang berkelanjutan dan mengatasi publisitas negatif yang dilancarkan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat dan negara-negara Barat pengimpor kelapa sawit yang digunakan sebagai bahan bakar atau biofuel.

Biofiul yang berasal dari kelapa sawit merupakan sumber energy terbarukan yang dapat memenuhi kebutuhan energy dunia, sayangnya masih banyak yang belum mengerti dan bahkan menghambat perkembangannya.

Terutama dikalangan lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan Masyarakat Uni Eropa yang belum memahami sepenuhnya energy yang dihasilkan oleh kelapa sawit serta manfaatnya bagi masyarakat khususnya para petani kelapa sawit yang telah berhasil mengangkat dirinya dari kemiskinan.

Managing Director SIPEF, Francois Van Hoydonck, pengusaha kelapa sawit asal Belgia yang mempunyai usaha di Indonesia dalam jamuan makan malam di Wisma Duta Tramlaan, kediaman Dubes RI di Brussel Arief Havas Oegraguna, kepada koresponden Antara mengatakan bahwa banyak LSM di dunia tidak mengetahui dengan pasti manfaat kelapa sawit.

Delegasi Indonesia yang mengelar jamuan makan malam di Wisma Duta Tramlaan, kediaman Dubes, juga dihadiri anggota Parlemen Eropa, serta pengusaha kelapa sawit asal Belgia lainnya seperti Francois Van Hoydonck, dan Ruth Rawling, vice President Corporate Affairs Europe, Middle East and Africa Cardill .

Kehadiran Wakil Menteri Pertanian Dr Bayu Krisnamurthi beserta Dirjen Pengelolaan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian Zaenal Bachruddin serta Excetutif Chairman Komisi Palm Oil Indonesia DR Rosediana Suharto dalam rangka kampanye bersama Indonesia-Malaysia mengenai "Promotion on Sustainable Palm Oil Production".

DR Bayu Krisnamurthi mengatakan bahwa minyak kelapa sawit adalah biofiul yang paling produktif diantara minyak nabati lainnya. Energy yang dihasilkan dalam satu hektar lahan minyak kelapa sawit 3,74 ton pertahun dengan energy yang dihasilkan sebesar 9 kali lipat , sementara kacang kedelai hanya menghasilkan 0,38 ton dan bunga matahari 0,48 ton.

Dubes Arief Havas kepada Antara London mengatakan dalam diskusi yang diadakan dengan Komisioner Climet Action, yang menjadi titik pembicaraan adalah angka yang diberikan untuk kelapa sawit dalam rangka GHG footprint per ha , menurut Uni Eropa kelapa sawit mempunyai gues house emisionnya 19 persen , padahal produk yang bisa masuk Uni Eropa itu 35 persen.

Hal ini berarti produk biofiul Indonesia tidak bisa masuk Eropa, padahal kajian dan riset yang dilakukan Indonesia bersama Pemerintah Belanda menunjukkan kemampuan kelapa sawit untuk mengurangi green house effect itu 60 persen.

Menurut Dubes, ada gab data yang begitu luas dari angka yang disampaikan Uni Eropa, padahal kelapa sawit itu merupakan pohon yang berusia sampai 20 tahun dan bahkan ada yang sudah berumur ratusan tahun yang kemampuannya dalam menyerap lebih dari 100 persen.

Dikatakannya hal tersebut yang menjadi titip pembicaraan kami dengan komisi energy. "Kita mempertanyakan angka 19 persen dari mana, Komisioner Gunther Oettinger menyatakan siap bekerjasama dengan Indonesia melakukan kajian terhadap angka 19 persen tersebut," ujar Havas.

Selain itu juga dibicarakan mengenai pengunaan tanah untuk lahan kelapa sawit ada persepsi hutan dipotong dan dibabat lalu ditanamin kelapa sawit, padahal tanaman kelapa sawit di Indonesia sudah ada yang berusia 106 tahun, ujarnya.

"Banyak juga pohon kelapa sawit berasal dari kebun yang sudah tidak produktif lagi seperti kebun karet atau coklat serta tanah kosong dan jadi bukan pembukaan lahan baru," ujarnya.

Dalam kontek pengunaan tanah , produksi kelapa sawit paling effisein sembilan kali lebih effisien. Energy yang dihasilkan dalam satu hektar lahan minyak kelapa sawit adalah 3,74 ton pertahun dengan energy yang dihasilkan sebesar sembilan kali lipat , sementara kacang kedelai hanya menghasilkan 0,38 ton per ha dan bunga matahari 0,48 ton.

Effisiensi yang dihasilkan kelapa sawit lebih besar ketimbang yang dihasilkan dari kacang kacangan lainnya yaitu mencapai 3,74 ton oil per ha pertahun, ujarnya.

Kepada Komisioner Climet Action dan Energi juga disampaikan, kelapa sawit menghidupkan sekitar 1,5 juta petani kecil yang bergerak dalam industri kelapa sawit, dan bila dihitung dengan keluarganya mencapai lima juta orang.

"Banyak diantaranya yang dapat mengangkat dirinya dari kemiskinan melalui kelapa sawit," ujarnya.

Begitu pun pendapatan para petani yang sebelum tahun 2000 pendapatan rata rata petani kelapa sawit s hanya 600 sampai 700 euro pertahunnya, meningkat mencapai 1000 sampai 1100 euro pertahun dan hanya sekitar 37 persen.

Menurut Havas, hal ini merupakan angka angka yang ilmiah yang tidak banyak diketahui oleh Komisi Eropa, padahal dari segi effisiensi dan hasil kelapa sawit punya nilai yang sangat tinggi selain pengunaan tanahnya yang sangat tinggi pengunaannya juga beragam mulai dari biofuel, pangan dan komestik.

Hal ini merupakan fakta yang tidak terpatahkan dan kita berusaha untuk selalu memberikan penjelasan dan anggota Komisi Eropa dan juga anggota Parlemen Eropa, jangan sampai Uni Eropa yang membuat kebijaksaan tak sesuai dengan fakta dan membiat kebijakan yang salah dan menyebabkan penderitaan masyarakat.

Sekitar 41 persen CPO yang dihasilkan oleh kelapa sawit oleh 1,5 juta petani kecil dengan penghasilan 1000 sampai 1100 euro pertahunnya pada tahun 2000, meningkat sekitar 37 persen hanya berpenghasilan 600-700 euro. Dari total 133 juta hektar lahan hutan yang dipakai untuk menanam kelapa sawit tidak lebih dari lima persen.

Pada tahun 2009 pendapatan petani rata rata naik dua kali lipat menjadi 2000 euro pertahun, sementara petani yang sebelumnya memiliki penghasilan kurang dari 700 euro berkurang 16 persen. "Kelapa sawit telah berhasil meningkatkan pendapatan petani dan mengurangi kemiskinan," katanya.

Kepada Masyarakat Uni Eropa, Indonesia dan Malaysia berupaya memberikan penjelasan mengenai produksi minyak kelapa sawit yang berkelanjutan yang selama ini dinilai sebagian kalangan menjadi penyebab penebangan hutan serta punahnya orang hutan.

Dalam pertemuan dengan Jane Potocnik dibahas mengenai standar default value minyak sawit yang ditetapkan Uni Eropa sebesar 19 persen, sementara yang dibutuhkan untuk biofuel adalah sebesar 35 persen.

Ketua Dewan Minyak Sawit Indonesia DR Rosedana Suharto, mengatakan hasil study Indonesia menurut menunjukan default value minyak sawit mencapai 60 persen. Oleh karena itu Indonesia merasa diperlukannya dialog antara Uni Eropa dan Indonesia sebagai penghasil minyak sawit terbesar di dunia.

Pada tahun 2010 Indonesia menghasilkan 21 juta ton minyak kelapa sawit mentah dari sekitar 7,5 juta hektar lahan perkebunan. Sementara itu total produksi minyak kelapa sawit dunia mencapai 44,3 juta ton pada tahun 2010.

Tuntutan Indonesia pada Uni Eropa adalah dalam menentukan standar itu harus berdasarkan dua faktor yaitu transparansi dan bersifat ilmiah.

Uni Eropa mengakui bahwa Renewable Energy Directive Uni Eropa (EU-RED) masih terbuka dengan masukan dari berbagai Negara agar dapat menghaslkan kebijakan yang tepat dan mengguntungkan semua pihak, demikian Arief Havas Oegroseno.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar