JAMBI EKSPRES:
Persediaan Bahan Pokok Makin Terbatas
Tentara Libya yang membelot memuat amunisi dan senjata antipesawat udara ke bagian belakang sebuah truk pikap di basis militer di bagian timur Benghazi, Selasa (1/3).
Tripoli, Senin - Pada saat Libya dilanda krisis politik, yang hari Selasa (1/3) telah jatuh menjadi perang saudara, sebagian warganya dirundung kesulitan barang-barang pokok, terutama bahan pangan. Perancis telah berusaha menyalurkan logistik ke Libya meski nyawa menjadi taruhan.
Pemerintah Perancis mengirim dua pesawat berisi alat medis dan bantuan kemanusiaan lainnya ke Benghazi, yang dikuasai kelompok oposisi di Libya timur. Hal itu menjadi indikasi dimulainya operasi besar-besaran bantuan kemanusiaan bagi wilayah yang telah dikuasai kelompok antirezim Moammar Khadafy.
Terbatasnya stok pangan juga terasa di sejumlah kota lain Libya timur, seperti Al-Bayda, Tobruk, dan Ajdabiya, serta di Libya barat, seperti Basra, Zawiya, bahkan di Tripoli. Antrean panjang tampak di luar toko roti dan beras di Tripoli, Selasa. Kondisi itu sudah berlangsung sepekan akibat meningkatnya harga tepung menyusul krisis yang diwarnai aksi unjuk rasa dan kekerasan senjata.
Harga berbagai barang pokok terus meroket akibat terganggunya distribusi. Penduduk di berbagai kota mengeluhkan mahalnya harga dan terbatasnya stok bahan pangan. ”Makanan tidak cukup di sini,” kata Basim (25), pegawai bank di Tripoli.
Evakuasi belum tuntas
Sementara itu, proses evakuasi warga negara asing masih berlangsung hingga Selasa. Sekalipun ribuan orang asing telah keluar dari Libya, ribuan orang lainnya belum dapat dievakuasi ke negaranya.
Bahkan, sebagian warga asing itu putus asa karena tidak bisa keluar dari daerah konflik, pusat pertempuran kubu oposisi dan prorezim Khadafy. Angela Kervin, warga Australia, misalnya, mengutuk pemerintahnya yang belum juga menyelamatkannya. Kervin yang bekerja sebagai guru mengaku frustrasi karena belum dievakuasi, padahal warga asing lain sudah dipulangkan ke negara masing-masing.
Selain warga asing, sejak 20 Februari sudah lebih dari 75.000 warga Libya yang mengungsi menyeberang ke Tunisia. Masalah itu menjadi persoalan baru bagi Tunisia, yang juga sedang dilanda krisis politik pascatumbangnya rezim Presiden Ben Ali.
Komisi Tinggi PBB untuk Urusan Pengungsi (UNHCR) menjelaskan, sejak Senin malam, pihaknya membangun tenda yang dapat menampung 10.000 pengungsi di perbatasan. Akibat meningkatnya jumlah pengungsi ke perbatasan Tunisia, organisasi ini berusaha meningkatkan kapasitas tenda agar bisa menampung hingga sekitar 20.000 orang.
”Air dan sanitasi merupakan masalah besar, yang memusingkan kami,” kata Etyemezian, petugas UNHCR.
Presiden Venezuela Hugo Chavez mengusulkan mediasi internasional untuk menyelesaikan krisis Libya dan mencari solusi damai bagi kubu pro dan anti-Khadafy. Meski banyak pemimpin dunia mengecam Khadafy, Chavez tidak mengecamnya. Ia telah membahas rencana mediasi dengan negara sosialis di blok Amerika Latin serta negara lain di Eropa dan Amerika Selatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar