Laman

Rabu, 02 Maret 2011

GOLKAR TANTANG DEMOKRAT KALAU BERANI MENGELUARKAN GOLKAR DARI KOALISI DAN KABINET

JAMBI EKSPRES:




Partai Golkar Tantang Dikeluarkan
Selasa, 1 Maret 2011 | 03:04 WIB

Jakarta

Partai Golkar menjadi anggota Sekretariat Gabungan Koalisi Partai Politik Pendukung Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono karena diminta dan tidak melamar. Akibatnya, partai tersebut merasa tidak punya alasan untuk mengundurkan diri dari koalisi.

”Namun, jika Golkar diusir dari koalisi, kami 1.000 persen bersyukur,” kata Agun Gunandjar, anggota Komisi II DPR yang juga fungsionaris Partai Golkar, Senin (28/2) di Jakarta.

Menurut Agun, sikap Partai Golkar, seperti dengan mendukung hak angket mafia pajak, tidak dapat dijadikan alasan untuk mundur dari koalisi. Ini karena dukungan tersebut merupakan bagian dari pelaksanaan instruksi Presiden Yudhoyono untuk memberantas mafia pajak dan dikehendaki masyarakat.

Agun berharap Partai Demokrat bersikap tegas. ”Demokrat jangan asal bunyi, (seperti dengan) mengusir Golkar dan lainnya. Tegas saja, jangan asal bicara,” ujar Agun.

Sementara itu, Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Saan Mustopa tetap berharap partai anggota koalisi yang selama ini banyak berbeda pendapat dengan koalisi secara sadar dan kesatria keluar dari koalisi. Jika sikap kesatria itu tidak ada, Partai Demokrat akan minta yang bersangkutan dikeluarkan dari koalisi.

Saan meyakini, Yudhoyono selaku pendiri dan Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat akan memahami gejolak perasaan di fraksi dan Partai Demokrat.

Sementara itu, Wakil Ketua DPR dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Pramono Anung menyatakan, partainya tetap akan berada di luar pemerintahan. PDI-P tetap bersikap kritis, jujur, dan melakukan komunikasi politik secara santun.

Hubungan partai-partai koalisi pendukung pemerintah menjadi kurang baik setelah muncul usulan hak angket pajak yang dimotori oleh dua partai anggota koalisi, yaitu Partai Golkar dan Partai Keadilan Sejahtera. Namun, usulan hak angket yang diusung kedua partai itu gagal mendapat dukungan di DPR.

Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring di Jakarta, Senin (28/2), menyatakan bahwa dirinya siap jika direshuffle karena itu adalah kewenangan Presiden SBY.

Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat, yang juga Ketua DPR, Marzuki Alie di Jakarta, Minggu (27/2), mengharapkan Presiden SBY selaku Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat dapat memutuskan yang terbaik bagi Setgab. ”Saya kira Presiden Yudhoyono akan mengambil keputusan yang terbaik dan tidak akan mengeluarkan keputusan yang kontroversial,” ujar Marzuki Alie.

Hal senada disampaikan anggota Dewan Pembina Partai Demokrat, Achmad Mubarok. ”Namun, sebaiknya Partai Demokrat tidak usah meminta ini-itu kepada Presiden Yudhoyono terkait dengan Setgab. Dari pengalaman selama ini, Presiden Yudhoyono memiliki kearifannya sendiri,” katanya.


Koalisi di Indonesia Aneh

Rabu, 2 Maret 2011 | 08:53 WIB

Pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Ikrar Nusa Bhakti, mengatakan, koalisi antarpartai masih sangat labil karena beberapa partai bisa mengubah sikap sesuai isu dan kepentingan. Kondisi itu memunculkan ketidakpastian politik yang membuat pemerintah sulit mengambil keputusan strategis dengan cepat dan tegas.

Menurut dia, sistem koalisi yang tercipta pada era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini merupakan anomali atau keanehan politik. Dalam fatsun politik umum, dukungan partai-partai koalisi tak hanya berlangsung di kabinet, melainkan juga dalam parlemen.

”Di Indonesia, partai-partai koalisi pendukung pemerintah mendapat kursi sebagai menteri di kabinet, tetapi bisa berseberangan di parlemen. Ini tidak umum,” katanya di Jakarta, Selasa (1/3/2011). Koalisi semacam itu rapuh dan labil karena muncul sikap partisan.

Ikrar mengatakan ini menanggapi wacana evaluasi koalisi yang digulirkan Presiden SBY sebagai respon pasca-usulan hak angket pajak di parlemen. Partai Golkar dan PKS yang notabene adalah anggota koalisi partai pendukung pemerintah memilih sikap berbeda dengan Partai Demokrat dan partai koalisi lainnya. Golkar dan PKS mendukung penuh usulan hak angket, sementara Demokrat bersama partai koalisi menolak.

Tanpa menyebut nama parpol, SBY mengatakan, ada sejumlah kesepakatan yang tidak ditaati atau dilanggar oleh 1-2 parpol. ”Jika ada parpol yang tak lagi bersedia menaati kesepakatan yang dibuat bersama saya, tentu parpol seperti itu tidak bisa bersama-sama lagi dalam koalisi. Ini sangat jelas, gamblang, dan menurut saya logikanya juga begitu,” kata Presiden, kepada para wartawan di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa kemarin.

Ikrar berpendapat, agar ketidakpastian tidak terus berlarut-larut, perlu dilakukan kontrak ulang koalisi dengan partai-partai pendukung pemerintah.

Indria Samego, pengamat politik LIPI, menyatakan, yang terjadi terkait dengan koalisi partai-partai pendukung pemerintah merupakan koalisi strategis, bukan koalisi permanen. ”Artinya, itu koalisi on and off, tergantung dari situasi, kapan mendukung SBY merupakan sebuah keharusan dan kapan memihak kepada rakyat,” kata dia.


Kenapa Prabowo Merapat ke SBY?

Rabu, 2 Maret 2011 | 17:21 WIB

JAKARTA

Hubungan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) dengan Partai Demokrat dinilai semakin harmonis. Terakhir, Gerindra, yang selama ini terdengar vokal terhadap kebijakan pemerintah, kini mendukung Partai Demokrat yang menentang usulan pembentukan panitia khusus hak angket pajak.

Pengamat politik Burhanuddin Muhtadi mengatakan, pemimpin Partai Gerindra, Prabowo Subianto, saat ini memang tengah berusaha mencari simpati dari Demokrat dan Presiden SBY.

"Ini terkait dengan pencapresan dia (Prabowo) pada 2014. SBY tidak bisa mencalonkan diri kembali karena kendala konstitusi dan Demokrat belum memiliki capres definitif pada 2014," kata Burhanuddin kepada Kompas.com, Rabu (2/3/2011).

"Pada saat yang sama, dan ini saya kira jauh lebih urgent, Gerindra membutuhkan dukungan Demokrat agar parliamentary threshold tidak naik sampai 5 persen. Parliamentary threshold memungkinkan Gerindra tetap survive, saat ini pembahasannya sedang digodok di DPR," kata Burhanuddin.

Tak hanya itu, Burhanuddin juga memperkirakan Gerindra tengah mendekati Demokrat agar mau mengurangi presidential threshold di bawah 20 persen. Pada Pemilu 2009, pasangan calon presiden dan wakil presiden yang maju harus didukung parpol atau gabungan parpol yang memperoleh suara di parlemen sebanyak 20 persen.

Burhanuddin, yang juga alumnus Australian National University ini, mengatakan, peluang bergabungnya Gerindra ke koalisi pemerintahan cukup terbuka lebar. Hanya saja, alasan bergabungnya Gerindra ke koalisi menunggu sikap Golkar dan PKS.

Ia mengatakan, masuknya Gerindra ke koalisi pemerintah tidak akan menimbulkan resistensi dari parpol yang selama ini setia mendukung pemerintahan SBY.

"Saya kira resisten kecil. Justru, kalau misalnya Golkar dan PKS diceraikan, Gerindra bisa dianggap sebagai penyelamat. Konteks masuknya Gerindra adalah bagian dari usaha untuk mengamankan kebijakan pemerintah di DPR. Meski jumlah kursinya hanya 5 persen, tapi dalam pertarungan yang sangat ketat suara Gerindra dapat membantu," katanya.

Menteri Pertanian Cocok buat Gerindra

Rabu, 2 Maret 2011 | 13:31 WIB

JAKARTA,

Dukungan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) yang menolak pembentukan panitia khusus hak angket pajak di DPR RI mendapat apresiasi dari politisi Partai Demokrat.

Gerindra yang secara bulat menolak pembentukan pansus angket pajak dipandang menyelamatkan koalisi parpol pimpinan Partai Demokrat. Terlebih, selisih suara antara pihak yang mendukung dan menolak hanya terpaut dua suara.

Tak heran sejumlah pengamat politik memperkirakan Gerindra akan "diganjar" kursi menteri oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yang juga Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat. Gerindra pun telah memberikan sinyal terbuka.

"Kemungkinan (masuknya Gerindra ke kubu pemerintahan) itu ada," ujar pengajar Ilmu Politik Universitas Airlangga, Airlangga Pribadi, ketika dihubungi Kompas.com, Rabu (2/3/2011).

Hal yang sama diungkapkan pengamat politik Charta Politika Yunarto Wijaya. "Tinggal negosiasi (pos menteri) saja. Pasalnya, ketika masuk ke barisan koalisi, Gerindra tak mau dipersepsikan oleh konstituennya sebagai partai yang terkooptasi oleh Presiden SBY. Dengan demikian, dibutuhkan pos-pos yang sesuai dengan identitas Gerindra sebagai partai peduli rakyat. Jadi, pos (menteri) menjadi negosiasi yang paling penting," kata Yunarto.

Salah satu pos yang sesuai dengan identitas Gerindra, menurut Yunarto, adalah Menteri Pertanian. Saat ini pos Menteri Pertanian diduduki kader PKS Suswono. Peluang ini dikatakan terbuka lebar. Terlebih, Presiden telah memberikan ultimatum, partai yang tidak bersedia bersepakat maka sebaiknya keluar dari koalisi.

"Ada logika linear, ketika PKS ingin dikeluarkan, kursi Menteri Pertanian akan kosong. Jika logika SBY linear dengan Partai Demokrat, maka kedua pos itu adalah pos pertama yang berada di ujung tanduk," sambung Yunarto.

Namun Airlangga mengatakan, langkah tersebut bisa mendatangkan resistensi dari anggota koalisi yang setia mendukung SBY sejak pemilu 2009. Terlebih, Gerindra tak turut "mengeluarkan keringat" atas kemenangan SBY-Boediono.

Namun demikian, Presiden diperkirakan akan menyusun masak-masak perombakan kabinet agar meredam pergolakan di tubuh koalisi. Tak menutup kemungkinan Presiden akan memberikan tambahan "jatah kursi menteri" bagi parpol yang setia mendukungnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar