JAMBI EKSPRES:
Kasus Ahmadiyah
Presiden dan Menteri Tak Sejalan
Sabtu, 19 Februari 2011 | 20:18 WIB
Keberadaan Ahmadiyah menuai pro dan kontra di berbagai lapisan masyarakat Indonesia. Sejumlah ormas garis keras menuntut Ahmadiyah dibubarkan karena dianggap menyimpang dari ajaran Islam, sementara di sisi lain sebagian masyarakat justru meminta ormas-ormas garis keras yang dibubarkan karena melakukan kekerasan terhadap umat Ahmadiyah.
Namun, ternyata bukan hanya masyarakat saja yang bersilang pendapat. Juga terdapat indikasi antara Presiden dan mandatarisnya, dalam hal ini menteri, justru turut tidak sejalan menangani persoalan kekerasan terhadap umat Ahmadiyah.
"Kita lihat Presiden itu bisa dikatakan ucapannya otoritatif kalau mandataris atau dalam hal ini adalah menterinya menjadi ukuran. Pada kenyataannya, Presiden bilangnya tidak boleh ada toleran terhadap organisasi masyarakat yang berpotensi kekerasan, tapi kemudian kita tahu Menteri Agama justru mengatakan Ahmadiyah yang harusnya dibubarkan," jelas pengamat politik, Yudi Latif saat menjadi pembicara dalam peluncuran Institut Gerakan di Gedung LIPI, Sabtu (19/2/2011).
Pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk membubarkan ormas berpotensi kekerasan disampaikan saat Presiden mengikuti peringatan Hari Pers Sedunia di Kupang, NTT, Selasa 09 Februari lalu.
Sementara Menteri Agama, Suryadharma Ali, justru mengeluarkan sejumlah pernyataan yang berindikasi perencanaan membubarkan Ahmadiyah. Dalam hal ini, ia menyarankan Ahmadiyah untuk keluar dari agama Islam sehingga terbebas dari pemahaman ajaran yang sesat menurutnya.
Pernyataan-pernyataan Suryadharma sejak kasus kekerasan Ahmadiyah di Indonesia memang mendapat kecaman dari sebagian masyarakat yang menjunjung tinggi kebebasan berkeyakinan.
Sementara itu, pidato SBY mengenai pembubaran ormas dianggap isapan jempol semata oleh berbagai kalangan. Pasalnya, belum ada langkah tegas untuk merealisasikan pembubaran ormas-ormas garis keras tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar