JAMBI EKSPRES:
Selasa, 14 Desember 2010 03:38 WIB
Timika
PT Freeport Indonesia (PTFI) selama Juli sampai September 2010 telah melakukan kewajiban pembayaran kepada Pemerintah Indonesia sebesar 418 juta dolar AS, atau sekitar Rp 3,8 Triliun dengan kurs saat ini.
"Pajak yang dibayarkan PTFI itu terdiri atas Pajak Penghasilan Badan sebesar 343 juta dolar AS, Pajak Penghasilan Karyawan, Pajak Daerah serta pajak-pajak lainnya sebesar 41 juta dolar AS, dan royalti sebesar 34 juta dolar AS," kata Juru bicara PTFI, Ramdani Sirait melalui siaran pers yang diterima ANTARA, di Timika, Senin (13/12) malam.
Dengan demikian, lanjut Ramdani, total pembayaran yang telah dilakukan Freeport selama tahun 2010 sampai dengan September telah mencapai 1,3 milyar dolar AS atau sekitar Rp 11,8 Triliun dengan kurs saat ini, yang terdiri dari Pajak Penghasilan Badan sebesar 925 juta dolar AS; Pajak Penghasilan Karyawan, Pajak Daerah serta pajak-pajak lainnya sebesar 178 juta dolar AS, royalti 139 juta dolar AS, dan dividen bagian Pemerintah 75 juta dolar AS.
Dia mengatakan, nilai pembayaran triwulanan berfluktuasi sesuai dengan harga komoditas, tingkat penjualan dan produksi.
Total kewajiban keuangan sesuai dengan ketentuan yang mengacu pada Kontrak Karya tahun 1991 yang telah dibayarkan Freeport Indonesia kepada Pemerintah Indonesia sejak tahun 1992 sampai September 2010 adalah sebesar 10,8 miliar dolar AS.
Jumlah tersebut terdiri dari pembayaran Pajak Penghasilan Badan sebesar 6,6 miliar dolar AS, Pajak Penghasilan Karyawan, Pajak Daerah, serta pajak- pajak lainnya sebesar 2,0 miliar dolar AS, royalti 1,1 miliar dolar AS dan dividen sebesar 1 miliar dolar AS.
Ramdani Sirait menjelaskan, PTFI juga memberikan kontribusi tidak langsung bagi Indonesia termasuk investasi infrastruktur di Papua seperti kota, instalasi pembangkit listrik, bandara udara dan pelabuhan, jalan, jembatan, sarana pembuangan limbah, dan sistem komunikasi modern.
Infrastruktur sosial yang disediakan oleh perusahaan termasuk sekolah, asrama, rumah sakit dan klinik, tempat ibadah, sarana rekreasi dan pengembangan usaha kecil dan menengah. PTFI telah melakukan investasi senilai kurang lebih 6,7 miliar dolar AS pada berbagai proyek.
Jumlah keseluruhan nilai pembelian barang dan jasa dalam negeri secara lokal mencapai 271 juta dolar AS pada 2008 yang meningkat 43,8 persen dibandingkan 2007. Barang dalam negeri tersebut merupakan 21,3 persen dari semua barang pembelian PTFI.
Sekitar 80 persen dari seluruh pembelian jasa oleh PTFI terdiri dari produk dalam negeri, dengan nilai total mencapai 469 juta dolar AS.
Dari semua pembelian jasa dalam negeri, tujuh persen berasal dari perusahaan yang berada di Papua; dan dari seluruh jasa yang dibeli di Papua, 28 persen dibeli dari usaha yang dimiliki warga Papua, dengan total nilai lebih dari sembilan juta dolar AS.
Berdasarkan studi yang dilakukan Lembaga Penelitian Ekonomi dan Sosial Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia pada tahun 2009, kontribusi PTFI terhadap Produk Domestik Bruto Daerah (PDRB) Kabupaten Mimika mencapai 96 persen, sedangkan untuk PDRB Propisi Papua mencapai 40 persen. Kontribusi PTFI terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia mencapai 1,3 persen.
Sampai dengan September 2010, PTFI memiliki tenaga kerja langsung sebesar lebih dari 11.000 karyawan dengan komposisi 31,54 persen tenaga kerja asal Papua.
Jumlah tenaga kerja tidak langsung melalui kontraktor PTFI sejumlah lebih dari 10.000 karyawan. Menurut Ramdani, sejak tahun 1996, PTFI berkomitmen untuk meningkatkan jumlah karyawan asal Papua dua kali lipat dalam kurun waktu lima tahun dan digandakan lagi di tahun 2006. PTFI juga berkomitmen untuk sekurangnya dua kali lipat karyawan staf asal Papua.
"Dua komitmen ini telah melebihi target di tahun 2006 dan PTFI terus melanjutkan komitmennya untuk memberikan kesempatan kerja bagi lebih banyak karyawan asal Papua," katanya.
Untuk meningkatkan tenaga terampil asal Papua, lanjut Ramdani, pada tahun 2003 PTFI mendirikan sejenis Balai Latihan Kerja dengan nama Institut Pertambangan Nemangkawi (IPN) yang sampai saat ini sudah meluluskan lebih dari 1.400 siswa magang untuk bekerja di PTFI dan perusahaan kontraktor, dengan 90 persen peserta magang di IPN adalah peserta asal Papua.
Harga emas mencapai level tertinggi pekan ini. Selama 10 tahun terakhir, harga komoditas tambang itu telah melesat dari US$275 per ons menjadi US$1.300 per ons per September 2010.
Lonjakan secara drastis tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satunya adalah pembelian secara besar-besaran oleh sejumlah negara.
Bagaimana di Indonesia? Berdasarkan data PT Logam Mulia, harga emas di dalam negeri pun kini mencapai level tertinggi sepanjang 2010. Harga emas pada salah satu unit produksi PT Aneka Tambang Tbk itu mencapai Rp382 ribu per gram pada 30 September 2010.
Selain karena meningkatnya permintaan, lonjakan harga emas juga disokong penurunan nilai tukar dolar terhadap sejumlah mata uang dunia.
Tingginya harga emas di pasar internasional dan domestik itu pun berpotensi mendongkrak pundi-pundi perusahaan tambang yang beroperasi di Indonesia. Salah satunya adalah Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc melalui PT Freeport Indonesia.
Meski demikian, ketika dikonfirmasi, manajemen Freeport Indonesia belum dapat memberikan penjelasan detail.
"Kalau soal angka saya belum bisa jelaskan," kata Juru Bicara Freeport Indonesia, Ramdani Sirait, ketika dihubungi VIVAnews di Jakarta, Kamis 30 September 2010.
Namun, berdasarkan data Freeport-McMoran per akhir 2009, Freeport Indonesia merupakan penyumbang pendapatan terbesar bagi induk perusahaan tambang emas yang berpusat di Phoenix, Arizona, AS itu.
Freeport Indonesia membukukan pendapatan US$5,9 miliar, jauh melampaui perusahaan Freeport yang beroperasi di Amerika Utara dengan pendapatan US$4,8 miliar.
Bahkan, Freeport Indonesia juga mengungguli perusahaan dalam kelompok Freeport yang beroperasi di Amerika Selatan dan Eropa. Di Amerika Selatan, kontribusi pendapatan perusahaan Freeport di sana sebesar US$3,8 miliar, sedangkan Eropa hanya US$1,89 miliar.
Secara total, pendapatan Freeport-McMoran dari perusahaan-perusahaan yang beroperasi di sejumlah negara tersebut selama 2009 mencapai US$15,04 miliar.
Bukan hanya untuk Amerika, Freeport juga membayarkan manfaat langsung bagi Indonesia. Freeport Indonesia telah menyetor kepada pemerintah Indonesia senilai US$1,01 miliar, lebih tinggi dibanding perusahaan Freeport di Amerika Selatan dengan pembayaran US$507 juta.
Sementara itu, selama periode April-Juni 2010, Freeport Indonesia juga telah melakukan kewajiban pembayaran kepada pemerintah Indonesia sebesar US$634 juta atau sekitar Rp5,7 triliun.
Setoran kepada pemerintah Indonesia itu terdiri atas pajak penghasilan badan US$490 juta, pajak penghasilan karyawan, pajak daerah serta pajak-pajak lainnya sebesar US$106 juta, dan royalti US$38 juta.
Dengan demikian, total pembayaran Freeport selama 2010 hingga Juni telah mencapai US$899 juta dolar atau sekitar Rp8,1 triliun.
Sedangkan total kewajiban keuangan sesuai ketentuan yang mengacu pada kontrak karya 1991 dan telah dibayarkan Freeport Indonesia kepada pemerintah Indonesia sejak 1992 hingga Juni 2010 tercatat US$10,4 miliar.
Belum lama ini, Freeport-McMoran, induk Freeport Indonesia juga telah memutuskan pembagian dividen tunai sebesar US$0,3 persen per saham yang akan dibayarkan kepada pemegang saham pada 1 November 2010.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar