Laman

Selasa, 07 September 2010

PEMERASAN TKI DI KBRI

Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ilegal asal Kerinci yang bekerja di Malaysia, ternyata harus membayar mahal jika ingin berlebaran di kampung halaman.

Pasalnya, calo yang mengurus mereka mengambil keuntungan besar dari pembuatan Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP).

"Ya, saat pulang tiga hari yang lalu, saya dikenakan bayaran 1.200 Ringgit Malaysia, atau sekitar Rp 3.600.000. Angka tersebut memang mahal, namun karena tidak bisa mengurusnya sendiri, jadi terpaksa dibayar," ujar Deni, seorang TKI yang baru saja tiba di Kerinci, Sabtu (28/8).

Hal senada juga disampaikan oleh Bahrum. Ia mengatakan, biaya 1.200 Ringgit memang sangat mahal untuk biaya pulang dari Malaysia. Karena jarak antara Malaysia dengan Indonesia tidak begitu jauh. "Masa jarak yang begitu dekat harus mengeluarkan biaya sebesar itu. Apalagi dana 1.200 Ringgit belum termasuk biaya transportasi pulang," katanya.

Tarif resmi membuat SPLP kata Bahrum, sekitar 100 Ringgit Malaysia, atau setara dengan Rp 300 ribu. Ditambah biaya administrasi sekitar 15 ringgit, atau sekitar Rp 40 ribu, serta biaya surat keterangan hilang sebanyak dua Ringgit atau Rp 6 ribu. Jadi biaya resmi sebenarnya hanya 121 Ringgit Malaysia.

"Kalau kita berpatokan pada tarif tersebut, berarti keuntungan yang diambil oleh para calo sekitar 1.000 Ringgit per orang, atau sebesar Rp 3 juta," tegasnya.

Sementara seorang calo, yang berhasil dihubungi Tribun, saat dikonfirmasi membantah biaya pembuatan SPLP hanya 121 Ringgit. Menurutnya, dana tersebut akan bertambah besar, karena harus memberikan uang pelicin kepada petugas, agar pembuatan SPLP bisa dipermudah.

"Ya, membuatnya tidak terlalu lama. Dalam waktu satu hari sudah bisa siap. Hanya saja biaya yang dikeluarkan lebih besar, yakni mencapai 400 Ringgit, karena harus membayar petugas," sebut seorang calo yang enggan namanya disebutkan.

Berbeda dengan TKI yang memiliki dokumen resmi. Mereka hanya mengeluarkan biaya pembelian tiket pesawat atau kapal, sementara mereka tidak dikenakan biaya izin keluar, dan prosedurnya juga sangat mudah.

"Saat saya pulang kemarin, dana yang saya keluarkan tidak lebih dari Rp 800 ribu. Harga tiket kapal hanya Rp 200 ribu, ditambah tiket mobil dari Dumai ke kerinci Rp 210 ribu. Selebihnya hanya biaya makan selama dalam perjalanan," kata Arman, seorang TKI yang memiliki dokumen resmi.

Enggan Pulang
Mahalnya biaya pulang ke kampung halaman, membuat sejumlah TKI yang bekerja di Malaysia enggan pulang. Karena bagi mereka, dana yang mahal tersebut akan lebih bermanfaat untuk memenuhi keperluan lain.

"Saya tahun ini tidak pulang. Kan sayang uang sebanyak itu hanya dihabiskan untuk biaya pulang hanya beberapa hari," kata Elvi, seorang TKI yang dihubungi Tribun via Facebook.

Menurut Elvi, ada ribuan atau bahkan jutaan TKI yang tidak pulang saat lebaran. Pertimbangan mereka hanya satu, yaitu biaya yang besar yang harus dikeluarkan. "Uang sebanyak itu cukup untuk keperluan kami tiga bulan disini," tegasnya.

Belum lagi biaya yang harus dikeluarkan saat kembali ke Malaysia nantinya, yang juga tidak sedikit jika menggunakan jasa calo. Biasanya biaya yang dikeluarkan untuk kembali ke Malaysia sebanyak Rp 2.800.000. padahal biaya resminya tidak sampai Rp 1 juta.

"Makanya banyak TKI yang tidak bisa lagi kembali ke Malaysia jika sudah di Kerinci. Mereka tidak lagi memiliki biaya untuk kembali. Sementara hasil kiriman uang selama mereka berada di Malaysia, sudah dibangun rumah dan membeli kendaraan," jelasnya lagi.

Untuk informasi, kebanyakan TKI yang bekerja di Malaysia berstatus ilegal, karena mereka bekerja tidak memenuhi persyaratan resmi. Mereka berangkat dengan menggunakan paspor melancong, yang hanya diizinkan tinggal dalam waktu beberapa bulan saja, sementara mereka tinggal di Malaysia dalam kurun waktu bertahun-tahun.

Karena sudah tinggal dalam waktu bertahun-tahun, pasport mereka dinyatakan bermasalah, karena tidak keluar dari Malaysia secara resmi, sehingga untuk kembali ke Indonesia, mereka harus mengurus SPLP di kedutaan RI yang ada disana.

SPLP atau Travel Document In Lieu of Passport adalah Surat Perjalanan Republik Indonesia yang dikeluarkan oleh Perwakilan RI (KBRI/KJRI/KRI) di luar negeri karena paspor anda hilang akibat kelalaian, kekurangwaspadaan, kecerobohan atau sebab-sebab yang lainnya.

SPLP juga diakui oleh internasional. Anda tidak perlu khawatir mengani hal tersebut, namun memang SPLP tidak dapat digunakan masuk ke negara lain sebebas paspor. SPLP diberikan kepada WNI sebagai identitas agar digunakan sebagai dokumen perjalanan Republik Indonesia yang sah untuk pulang kembali ke tanah air. SPLP hanya dapat digunakan sekali jalan.

Dipandang dari fungsinya sebagai Surat Perjalanan Republik Indonesia, baik Paspor dan SPLP tidaklah berbeda. Namun, SPLP diberikan kepada mereka yang tidak memiliki dokumen/kehilangan dokumen perjalanan RI yang sah, agar yang bersangkutan dapat melakukan perjalanan pulang kembali ke tanah air.

SPLP memiliki masa berlaku lebih pendek daripada paspor, dan hanya dapat diperpanjang satu kali. SPLP tidak diperuntukkan sebagai pengganti paspor. Apabila pemegang SPLP pernah memperpanjang dokumennya, akan sulit bagi Perwakilan RI untuk melakukan perpanjangan kembali

Tidak ada komentar:

Posting Komentar