Laman

Kamis, 24 Februari 2011

TERNYATA DIN SYAMSUDIN ANAK BUAH PRESIDEN LIBYA MUAMAR KHADAFY

JAMBI EKSPRES:


Din Syamsuddin
Din Mundur dari Organisasi Pimpinan Khadafi
Langkah Din ini sebagai bentuk keprihatinan sekaligus protes terhadap Khadafi.
Kamis, 24 Februari 2011, 10:26 WIB

Din Syamsuddin

Din Syamsuddin, Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah, baru-baru ini, mengajukan surat pengunduran diri dari dua organisasi yang dipimpin Pemimpin Libya Muammar Khadafi. Langkah Din ini sebagai bentuk keprihatinan sekaligus protes terhadap kekerasan pemerintahan Khadafi terhadap warga yang tengah demonstrasi.

Din mundur dari kepengurusan World Islamic People's Leadership International Council dan World Islamic Call Society. “Pak Din mengajukan surat pengunduran itu sejak awal-awal terjadinya kekerasan di Libya. Situasi itu membuat dia gelisah sehingga memutuskan mundur saja,” kata Sekreratis Jenderal PP Muhammadiyah, Izzul Muslimin, Kamis, 24 Februari 2011.

Surat pengunduran diri ini, Izzul melanjutkan, disampaikan melalui kantor perwakilan Libya di Indonesia.

Izzul menjelaskan respon Din terhadap situasi di Libya ini sama seperti anggota masyarakat dunia lainnya. Tidak dibenarkan, penguasa pemerintahan menerapkan cara-cara di luar perikemanusiaan untuk menangani warga negaranya yang sedang menyampaikan aspirasi.

“Pak Din sebagai pimpinan Muhammadiyah menunjung tinggi kemanusiaan. Tapi yang terjadi di Libya itu, justru di luar yang harapkan,” kata Izzul. “Padahal, semangat Islam ialah mengutamakan nilai kedamaian dan keadilan.”

Seperti diketahui, pekan-pekan terakhir, Libya terus bergolak. Ribuan demonstran turun ke jalan menuntut Khadafi turun. Tapi aksi massa ini diladeni pemerintah dengan mengerahkan tentara untuk menghentikan mereka. Akibatnya, ratusan warga tewas. Tapi semangat massa terus berkobar hingga hari ini.


Migrant Care: 1000 WNI Terjebak di Libya
“Para pekerja terdaftar lebih terproteksi karena ada akses ke pemerintah."
Kamis, 24 Februari 2011, 09:41 WIB

Demonstran membawa poster anti pemimpin Libya Moammar Khadafi

Migrant Care memperkirakan lebih dari 1.000 Warga Negara Indonesia (WNI) berada di tengah pergolakan berdarah di Libya. Di antara WNI tersebut, mayoritas adalah para pekerja ilegal atau tidak terdaftar di Kedutaan Besar RI di Tripoli.

“Menurut perkiraan kami, WNI di Libya antara 1.000 sampai 2.000 orang, dan mayoritasnya tidak terdaftar,” ujar Direktur Migrant Care, Anis Hidayah, di Jakarta, Kamis, 24 Februari 2011.

Anis mengatakan, tidak seperti para pekerja asal Indonesia yang terdaftar di berbagai perusahaan dan sektor informal di Libya, pekerja ilegal yang tidak terdaftar sangat rentan di tengah situasi yang bergejolak di suatu negara.

“Para pekerja terdaftar lebih terproteksi karena ada akses ke pemerintah. Tetapi yang saya risaukan adalah para pekerja ilegal, karena aksesnya yang terbatas,” tutur Anis.

Kekerasan di Libya dari hari ke hari semakin parah dengan jumlah korban yang semakin bertambah. Data dari berbagai badan di Libya menyebutkan korban telah mencapai ratusan orang. Hal itu sesuai dengan tekad Pemimpin Libya, Muammar Khadafi, yang tidak ingin turun dan akan menggempur para demonstran penentang pemerintah.

Migrant Care, Anis melanjutkan, saat ini sudah membangun beberapa posko di berbagai daerah untuk mendata keluarga yang mempunyai kerabat yang bekerja di Libya. Anis mengatakan, upaya itu bertujuan untuk mengumpulkan data mengenai keberadaan WNI di Libya guna proses evakuasi.

Anis mengharapkan evakuasi WNI di Libya dapat dilakukan secepatnya mengingat situasi yang lebih parah daripada pergolakan yang terjadi di Mesir.

“Pemerintah Indonesia harus juga turun membantu, lebih proaktif dan tidak hanya mengandalkan KBRI di Libya,” ujar Anis.

Krisis Libya, Presiden SBY Surati Sekjen PBB
"Indonesia berharap bangsa Libya dapat menyelesaikan masalah dalam negerinya dengan baik."
Kamis, 24 Februari 2011, 09:37 WIB

Demonstran membawa poster anti pemimpin Libya Moammar Khadafi

Indonesia menyatakan keprihatinannya terhadap kekerasan yang terjadi di Libya, menyusul krisis politik yang menghendaki digantinya Presiden Libya Muammar Khadafi. Indonesia khawatir, krisis Libya menimbulkan implikasi, terutama bagi perekonomian dunia.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikan langsung keprihatinannya dalam konferensi pers di Bandara Halim Perdanakusumah, sebelum bertolak ke Brunai Darussalam, 24 Februari 2011.

"Indonesia berharap bangsa Libya dapat menyelesaikan masalah dalam negerinya dengan baik. Mencari solusi damai, menjauhkan kekerasan yang menimbulkan kerugian bagi bangsa Libya sendiri," kata SBY.

Indonesia juga berharap Persatuan Bangsa-Bangsa segera mengambil langkah khusus terhadap eskalasi konflik yang terjadi di Libya, juga efek domino yang terjadi di kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara. Salah satu implikasinya adalah naiknya harga pangan dan minyak yang dirasakan secara global.

"Kalau ini tidak dihentikan, dunia akan kena dampaknya. Seperti kenaikan harga minyak dan pangan. Kalau kita biarkan akan berdampak ke seluruh negara, negara maju yang saat ini sedang recovery dan negara berkembang," ucap SBY.

Selanjutnya, SBY pun akan mengirim surat ke Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki Moon, agar mengambil langkah mencegah implikasi terhadap perekonomian dunia. "Saya harap PBB mau ajak komunitas global lakukan hal yang tepat. Ini agar krisis Libya bisa diselesaikan dan tidak merembet ke negara lain," ucap SBY.


Presiden SBY Prihatin Krisis di Libya
Kepala Negara menilai perkembangan di negara yang dipimpin Khadafi ini sangat dramatis.
Kamis, 24 Februari 2011, 09:02 WIB
Siswanto, Bayu Galih
Presiden SBY (Biro Pers Istana Presiden/Abror Rizki)

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikan keprihatinannya atas situasi krisis yang terjadi di Libya, Kamis, 24 Februari 2011.

Kepala Negara menilai perkembangan di negara yang dipimpin Muammar Khadafi ini sangat dramatis.

“Sangat disayangkan. Kita harapkan bersama ada suatu penyelesaian,” kata Julian Aldrin Pasha, Juru Bicara Presiden, di Halim Perdanakusumah, sebelum bertolak mendampingi Kepala Negara ke Brunei Darussalam.

Solusi yang diharapkan Presiden SBY segera muncul ialah adanya kebijakan yang dapat memberikan rasa aman bagi semua warga negara yang berada di sana, baik warga Libya sendiri maupun pendatang dari negara lain, termasuk Indonesia.

“Mudah-mudahan bisa segera dicarikan solusi yang paling tepat, bijak, arif, dan yang tidak memakan korban,” kata Julian Aldrin. “Itu yang diharapkan pemerintah sebagaimana yang juga pernah kita alami di masa-masa sulit, (ketika) transisi ke arah demokrasi.”

Seperti diketahui, pekan-pekan terakhir, Libya terus bergolak. Ribuan demonstran turun ke jalan menuntut Khadafi turun. Tapi aksi massa dini diladeni pemerintah dengan mengerahkan tentara untuk menghentikan mereka. Ratusan warga tewas dalam peristiwa ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar