ANGGARAN BELANJA DI DAERAH
Ilustrasi
“Persoalan selama ini adalah dana transfer daerah masih dirasa kurang. Adapun kebutuhan di daerah juga cukup banyak, termasuk untuk belanja pegawai,” kata Deputi Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas Max Pohan dalam diskusi dengan wartawan di Gedung Bappenas,
Padahal, berdasarkan data Bappenas, dalam kurun waktu 2005-2011, transfer ke daerah selalu mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Rata-rata peningkatan mencapai 22,6 persen per tahun. Dalam APBN-P 2010, dari total belanja pemerintah yang Rp 1,126 triliun, 31 persen di antaranya atau sekitar Rp 344,6 triliun dialokasikan untuk transfer daerah. “Dana transfer ini terdiri dari dana alokasi umum (DAU), dana alokasi khusus (DAK), dan dana bagi hasil (DBH),” terangnya.
Nah, dari Rp 344,6 triliun tadi, 70 persen dipergunakan untuk kebutuhan belanja pegawai dan birokrasi pemerintahan. Meskipun pemerintah pusat tidak pernah menghitung secara detail penyerapan anggaran transfer daerah, perhitungan persentase tersebut cukup memprihatinkan. Pasalnya, hal ini berdampak pada lambatnya pembangunan di daerah. “Secara umum kalau dipilah-pilah mencakup biaya administrasi, belanja barang, gaji pegawai, dan sebagainya mencapai 70 persen,” kata Max.
Menurut Max, hal itu terasa lebih karena jumlah pegawai daerah di daerah saat ini belum tentu sesuai dengan kebutuhan. Untuk itu, Bappenas akan menyoroti upaya daerah untuk membatasi jumlah pegawai yang ada.
Transfer gelondongan
Sementara itu, Direktur Pembangunan Kawasan Khusus, Daerah Tertinggal, Daerah Perbatasan, dan Rawan Bencana Kementerian PPN/Bappenas Suprayoga Adi menambahkan, khusus untuk daerah otonomi baru, ketimpangan penggunaan dana ini juga terjadi meskipun disparitasnya tak terlalu jauh. “Perbandingannya 60 persen dipakai untuk belanja pegawai, sedangkan sisanya untuk kebutuhan pembangunan daerah, termasuk belanja modal,” terangnya.
Yoga bilang, komposisi penggunaan dana transfer ini bisa dipahami lantaran rata-rata daerah otonom baru masih harus memenuhi kewajiban menyediakan susunan organisasi teknis kepegawaian (SOTK) atau dinas-dinas. Makanya, wajar ketika evaluasi kinerja daerah otonom baru disebut tidak maksimal karena pemerintah daerah masih sibuk melakukan konsolidasi. “Pembentukan dinas dan kebutuhan gaji pegawai secara tidak langsung membebani anggaran juga,” kata Yoga.
Penggunaan dana transfer sepenuhnya merupakan kewenangan daerah menyusul pemberlakuan desentralisasi dan otonomi daerah. Ini berbeda dengan pola yang diterapkan sebelumnya. “Kalau dulu mekanismenya sudah dibagi-bagi: mana yang untuk belanja rutin, mana yang untuk pembangunan. Kalau sekarang kan transfer daerah bentuk gelondongan dan mekanisme pembagiannya diserahkan sepenuhnya kepada pemda,” tutupnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar