Laman
Sabtu, 26 Februari 2011
SINGAPURA MERAIH PENGHARGAAN SEBAGAI KOTA TERHIJAU DI ASIA
JAMBI EKSPRES:
Negeri Singa yang kian Menghijau
Sabtu, 26 Februari 2011 20:53 WIB 0 Komentar 0 0
KOMITMEN dan konsistensi dalam mengelola sumber daya alam secara lestari, mengantarkan Singapura menjadi kota terhijau di Asia.
Singapura di akhir pekan terasa semarak. Belasan layangan hias mengudara di antara tempias jingga pancaran mentari di penghujung senja.
Keceriaan terpancar dari wajah para pemain ketika meyaksikan layangan mereka menukik, meliuk dan menari mengikuti hembusan angin.
Belasan layangan hias itu mengudara dari Marina Green Roof. Salah satu tempat favorit warga Singapura saat mengisi liburan di akhir pekan.
Taman seukuran hampir setengah luas lapangan sepak bola itu juga dipadati pengunjung lainnya. Mereka asyik bercengkarama bersama kolega sambil berlesehan di hamparan rumput hijau.
Marina Green Roof berada di atap sebuah komplek galeri berlantai tiga di kawasan Bendungan Marina (Marina Barrage). Bendungan senilai Rp1,5 triliun ini menjadi salah satu sumber bahan baku air bersih dan memasok sekitar
30% kebutuhan Singapura.
Marina Green Roof multi-fungsi. Disamping sebagai peredam panas matahari sehingga menghemat penggunaan pendingin ruangan, areal terbuka hijau ini berfungsi sebagai tempat rekreasi.
Jadi, selain merasakan manfaat air hasil olahan, masyarakat bisa menikmati keuntungan lain dari keberadaan bendungan, yakni sebagai sarana hiburan. Sebab, di kawasan ini juga tersedia beragam wahana permainan air.
"Ini salah satu cara mengedukasi masyarakat dan meningkatkan nilai tambah dari pemanfaatan sumber daya air. Sesuai moto kami Water for All: Conserve, Value, Enjoy" kata Deputi Senior Direktur Pengembangan Industri, Badan Utilitas Umum Singapura (PUB) Michael Toh.
Swasembada air
Bendungan Marina menjadi reservoar atau tandon air terbesar di Singapura, dengan luas kawasan mencapai 10 ribu hektare (ha) atau hampir seperenam luas negara tersebut. Fungsi utama bendungan yang berada di muara ini sebagai pengendali banjir dan sumber air tawar hasil penyulingan (desalinasi) air laut.
Singapura dalam beberapa tahun terakhir memang tengah bergiat menggarap berbagai potensi sumber daya air. Sejumlah skema kebijakan diimplementasikan untuk memenuhi kebutuhan air bersih, yang sampai saat
ini hampir separuhnya masih dipasok dari Malaysia.
Keseriusan itu juga ditunjukan melalui pembangunan instalasi air daur ulang, Changi Water Reclamation Plant. Instalasi ini mengolah air limbah rumah tangga dan industri agar dapat dimanfaatkan kembali seperti semula.
Changi Water Reclamation Plant menggunakan bioreaktor dalam proses pemurnian air dan memilik stasiun pompa di Akedalam 72,5 meter di bawah permukaan tanah.
"Instalasi ini berdiri di kawasan seluas 32 ha dan berkapasitas produksi 800 ribu M3 per hari," kata Asisten Direktur Changi Water Reclamation Plant Yong Wei Hin, saat ditemui di lokasi, Senin pekan lalu.
Produk akhir Changi Water Reclamation Plant kemudian didistribusikan ke sejumlah industri pengolahan air bersih dan air dalam kemasan. Terdapat lima pabrik yang siap menampung air daur ulang tersebut. Produk kelima pabrik ini dikenal dengan sebutan Newater.
"Newater memenuhi 30% kebutuhan air nasional. Pada 2060, direncanakan kapasitas mereka akan ditingkatkan hingga tiga kali lipat sehingga mampu memenuhi 50% kebutuhan air di Singapura," jelas Wei Hin.
Salah satu industri penghasil Newater berada satu lokasi dengan Changi Water Reclamation Plant di Changi. Industri milik The Sembcorp ini beroperasi sejak Juli 2009 dan berkapasitas produksi 228 ribu M3 atau 50 juta galon per hari. Industri ini diklaim sebagai pusat pemanfaatan air daur ulang terbesar di dunia.
The Sembcorp Newater Plant mengunakan teknologi ultraviolet dan reverse osmosis untuk memproduksi air bersih dan siap diminum. Mereka memiliki 6.270 tabung membran mikrofiltrasi dan 13.860 tabung membran reverse osmosis yang terkoneksi secara terpadu, sehingga menghemat kapasitas pemasangan hingga 98%.
Semua perangkat mereka dioperasikan secara otomatis dan hanya ada dua petugas yang bekerja di setiap shift. Mereka memonitor sistem yang beroperasi selama 24 jam sehari.
Singapura harus berpacu menuju swasembada air guna melepaskan ketergantungan terhadap Malaysia. Pemerintah setempat menargetkan negara ini mampu memenuhi semua kebutuhan air mereka pada 2061. Bersamaan berakhirnya seluruh kontrak perdagangan air dengan Malaysia.
Konservasi dan upaya menuju swasembada air di Singapura mulai menampakan hasil. Mereka kini mampu memenuhi lebih dari separuh kebutuhan air sendiri.
Singapura juga memelihara dan membangun beberapa kawasan resapan air dan areal terbuka hijau. Ruang publik itu tersebar di berbagai pelosok kota dan di antara gedung pencakar langit. Begitupula, hutan kota dan pohonpeneduh di kanan dan kiri jalan, dibiarkan tumbuh hingga kedua tajuk mereka bertemu.
Kota ramah lingkungan
Keberhasilan Singapura dalam membangun kota yang ramah lingkungan mengundang perhatian dan decak kagum dunia internasional. Predikat kota terhijau atau paling ramah lingkungan di Asia salah satu bukti pengakuan internasional terhadap prestasi mereka.
Penghargaan itu hasil riset dalam Asian Green City Index, yang diumumkan di Singapura pada Senin pekan lalu (14/2). Singapura secara meyakinkan mampu mengungguli 21 kota besar lainnya di Asia, yang masuk dalam penilaian. Kota ini dinilai berhasil terutama dalam menerapkan efisiensi pengelolaan air dan limbah.
"Emisi CO2 di Singapura yang mencapai 7,4 ton per kapita masih berada di atas rata-rata kota di Asia (4,6 ton per kapita). Namun, saya yakin Singapura mampu mengatasi tantangan ini," kata anggota Dewan Direksi Siemens AG Barbara Kux.
Keyakinan Kux ini sangat beralasan mengingat komitmen dan inisiatif Pemerintah Singapura dalam melestarikan lingkungan, sangat kuat. Sejak merdeka pada 1965, mereka secara berkesinanambungan melakukan berbagai upaya dan inovasi guna mewujudkan keseimbangan ekosistem.
"Komitmen itu tidak pernah mengendur tetapi justru semakin terfokus pada bidang utama, seperti (pengelolaan) air, limbah dan efisiensi energi," tegas Kepala Staf Pembangunan Berkelanjutan Siemens AG tersebut.
Asian Green City Index adalah sebuah penelitian yang dilakukan lembaga riset independen, Economist Intellegence Units (EIU) dan disponsori Siemens. Penelitian ini juga melibatkan Organisasi untuk Kerja Sama dan Pengembangan Ekonomi (EOCD), Bank Dunia, dan jaringan pemerintah lokal Asia, CityNet.
"Studi tentang kota-kota di Asia menunjukkan satu hal (menarik), yakni pendapatan tertinggi tidak selalu berarti tertinggi pula dalam mengonsumsi sumber daya alam,รข€ ungkap Kepala Riset Asian Green City dari EIU Jan Friederich.
Kriteria kota ramah lingkungan dalam dalam penelitian ini meliputi penggunaan energi dan produksi karbon dioksida, sistem transportasi, penggunaan lahan dan bangunan serta pengolahan limbah. Selain itu, pengelolaan air bersih, sanitasi, kualitas udara, dan tata kelola lingkungan juga menjadi indikator penilaian.
"Sebagain besar kota di Asia memiliki kesadaran dan kebijakan komprehensif mengenai (pengelolaan) lingkungan. Perbedaan mereka hanya terletak pada kemampuan melaksanakan dan menegakkan aturan tersebut," jelas Friederich.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar