JAMBI EKSPRES:
Politisi Golkar, Priyo Budi Santoso
Fokus
KPK Tak Mampu Cari Nunun Nurbaeti?
"Kalau sungguh-sungguh mau dikejar dan diselidiki pasti dengan gampang akan diketahui."
Rabu, 9 Februari 2011, 00:27 WIB
Nunun Nurbaeti Daradjatun
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hingga kini belum berhasil menemukan keberadaan Nunun Nurbaeti Daradjatun. Padahal, nama Nunun disebut-sebut sebagai kunci dalam kasus suap pemberian cek pelawat usai pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia.
"Kami tidak mengetahui persis di mana kini ia berada. Kabarnya kan dia sakit," kata Wakil Ketua Bidang Pencegahan KPK, Haryono Umar.
Di tengah kesimpangsiuran keberadaan Nunun, politisi senior Partai Golkar, Fahmi Idris, mengungkapkan bahwa Nunun dalam keadaan sehat dan tengah berada di Bangkok, Thailand. Fahmi meyakini hal itu karena memiliki salinan paspor milik Nunun saat pergi ke Bangkok.
Fahmi pun meminta agar Nunun mau diperiksa penyidik KPK. Dan jika dalam keadaan sakit, Nunun juga harus mau diperiksa oleh tim dokter independen yang dibentuk oleh KPK. "Silakan Bu Nunun datang ke KPK dengan didampingi pengacara, jangan dokter pribadinya. Biar dokter KPK yang menentukan dia sakit apa," kata Fahmi Idris saat dihubungi VIVAnews.com.
Mengenai kesimpangsiuran kabar Nunun, pihak keluarga Nunun langsung memberikan keterangan. Suami Nunun, Adang Daradjatun berulang kali membantah istrinya adalah penyalur uang suap kepada sejumlah anggota dewan itu. "Ibu Nunun pernah disumpah tidak tahu kasus itu dan tidak pernah memberi suap."
Mantan Wakapolri itu menambahkan, "Tolong dibuktikan bahwa Ibu Nunun yang memerintahkan."
Adang pun protes kenapa hanya istrinya saja yang diburu dalam kasus suap ini. Padahal, menurut dia, yang menyerahkan cek kepada sejumlah anggota Komisi Keuangan DPR adalah seseorang berinisial AM. "Dari fakta sidang, AM kan pemberinya. Kenapa istri saya terus yang dicari."
Dia juga memprotes kenapa informasi mengenai siapa si pemberi cek hanya digali dari istrinya. Padahal, masih menurut Adang, Nunun tidak tahu-menahu soal kasus ini dan proses pemberian cek tersebut.
"Saya sudah tanya kepada Ibu, Nun, ini apa yang terjadi dan dia bilang tidak tahu sama sekali apalagi yang namanya AM yang memberikan cek kepada DPR," ujar anggota Komisi Hukum DPR dari Fraksi PKS itu.
Meski demikian, Adang mengaku sudah siap saja jika sewaktu-waktu KPK menetapkan Nunun sebagai tersangka. "Saya akan kooperatif. Saya akan hormati proses, tidak diam dan tidak mendahului. Saya akan hadir kalau dipanggil," ia menegaskan. "Tapi jangan proses ini dibawa ke politik. Tapi kan orang sakit tidak bisa diperiksa."
Mengenai teka-teki kondisi kesehatan Nunun Nurbaeti dijawab dokter pribadinya, dr Andreas Harry. Dia menegaskan bahwa pasiennya itu masih sakit.
Bahkan, masih menurut dia, ada gumpalan cairan di kepala Nunun dan kini makin bertambah. Akibat terburuk, Nunun bisa kena stroke lagi. "Gumpalan berbentuk liquid ini bertambah berdasarkan hasil rontgen dokter 17 November 2010," kata Andreas. "Nunun berpotensi stroke lagi."
Serangan stroke terakhir, kata dia, pernah menimpa Nunun pada 2006. Sejak itu, Nunun dia sebut menderita lupa akut.
Jumpa pers ini diadakan untuk merespons pernyataan politisi senior Partai Golkar, Fahmi Idris, yang menyatakan ia memiliki bukti Nunun sehat wal'afiat dan kini bermukim di Bangkok, Thailand.
Andreas, yang berpraktik di Rumah Sakit Gading Pluit, menjelaskan bahwa penyakit Nunun bukan pada faktor fisik, melainkan menyangkut post-stroke amnesia. "Jalan-jalan dia bisa, bahkan dianjurkan untuk melakukan aktivitas,"
Status perawatan Nunun sekarang adalah tengah berobat jalan di sebuah rumah sakit Singapura. Namun, anehnya, dia tidak mau memberitahu di rumah sakit mana persisnya Nunun dirawat.
*****
KPK sebenarnya sudah pernah memeriksa Nunun pada 9 Oktober 2008 atau jauh sebelum kasus ini naik ke penyidikan. Ada 10 pertanyaan yang dilayangkan tim penyelidik KPK kepada istri mantan Wakil Kepala Polri, Komjen (Purn) Adang Daradjatun, saat itu.
"Klien saya dimintai klarifikasi soal penyerahan-penyerahan cek dalam kasus Miranda Goeltom," tegas pengacara Nunun, Partahi Sihombing.
Menurut Partahi, kliennya diberondong 10 pertanyaan oleh penyelidik KPK terkait dugaan pemberian suap kepada seluruh anggota komisi perbankan di legislatif. Kendati demikian, Partahi belum mengetahui substansi pertanyaan yang dilayangkan kepada Nunun.
Pada Senin 8 Juni 2009, KPK menetapkan empat anggota Komisi Keuangan DPR periode 1999-2004 sebagai tersangka dalam kasus ini. Mereka adalah Dhudie Makmum Murod, Udju Juhaeri, Endin AJ Soefihara, dan Hamka Yandhu. Mereka diduga menerima cek pelawat usai pemilihan yang saat itu dimenangkan Miranda.
Saat itu, Wakil Ketua KPK, M Jasin menjelaskan bahwa uang yang diterima Dudhie cs berasal dari istri mantan pejabat negara berinisial N. Namun Jasin enggan menjelaskan asal uang yang diterima N. "Nanti akan diungkapkan di pemeriksaan," jelasnya. KPK pun berjanji akan kembali memanggil Nunun.
Keterlibatan Nunun dalam kasus suap pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia ini beberapa kali disebut dalam persidangan Dudhie Makmun cs. Dalam persidangan terungkap bahwa cek pelawat yang diterima Dudhie cs berasal dari Nunun melalui Arie Malangjudo.
Hakim kemudian memerintahkan untuk menghadirkan Nunun dalam persidangan. Namun hingga panggilan ketiga, jaksa KPK tidak dapat menghadirkan Nunun dalam persidangan dengan alasan sakit. Bahkan jaksa pun tidak pernah membacakan keterangan Nunun dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
Dalam putusannya, Majelis Hakim Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi, menyatakan Dudhie cs terbukti menerima cek pelawat. Hakim menegaskan bahwa cek pelawat yang diterima Dudhie Makmun Murod cs berasal dari Komisaris PT Wahana Esa Sejati, Nunun Nurbaeti Daradjatun.
Pernyataan majelis hakim ini tertuang dalam pertimbangan vonis untuk Dudhie terkait kasus saat Pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) tahun 2004.
Salah satu anggota hakim, Slamet Subagio, membacakan bahwa pada Juni 2004 sekitar pukul 10.00-11.00 WIB ada percakapan antara Nunun dan stafnya, Ahmad Hakim Safari atau Arie Malang Judo.
Meski Nunun tidak bisa dihadirkan dalam sidang untuk mengonfirmasi percakapan ini, menurut Slamet, "Percakapan ini sudah dibenarkan oleh saksi Arie Malang Judo."
Usai putusan Dudhie cs, jumlah tersangka kasus suap ini semakin banyak. KPK kemudian menetapkan lagi 26 anggota DPR periode 1999-2004 sebagai tersangka. 10 Berasal dari Partai Golkar, 14 dari PDI Perjuangan, dan 2 dari PPP. Salah satu anggota DPR dari PDI Perjuangan, Jeffrey Tongas Lumban Batu, meninggal dunia setelah ditetapkan sebagai tersangka. Dalam deretan tersangka juga terdapat nama seperti Panda Nababan, Paskah Suzetta, dan TM Nurliff.
Paska penetapan tersangka ini, desakan agar KPK untuk mengungkap siapa pemberi cek pelawat semakin gencar. Desakan semakin gencar paska para politisi itu ditahan KPK pada 28 Januari 2011.
Usai putusan terhadap Dudhie cs, KPK juga sudah berulang kali memanggil Nunun. Namun, lagi-lagi Nunun tidak dapat hadir dalam pemanggilan KPK dengan alasan sakit dan dirawat di RS Mount Elizabeth, Singapura.
KPK pun berinisiatif mencari Nunun ke Singapura untuk mencari second opinion. Namun, setelah tiba di Singapura, KPK menemukan Nunun tidak dirawat di RS Elizabeth. "Ada informasi didapat tim, ternyata di rumah sakit yang selama ini dikabarkan, tidak ada," kata Juru Bicara KPK, Johan Budi SP.
Menurut dia, tim sedang mencari ke tempat lain. Meski tim resmi belum berangkat ke Singapura. "Kalau nggak resmi saya nggak bisa menjawab," ujar Johan.
Menurut Johan, KPK berkepentingan memastikan kondisi Nunun. Apakah benar Nunun sakit lupa berat atau tidak. "Karena yang bersangkutan tidak ada di Indonesia waktu itu sehingga belum mendapatkan second opinion," ujar Johan.
Sejak saat itu, Nunun tidak dapat dihadirkan oleh KPK. "Hingga kini kami belum tahu keberadaannya (Nunun) di mana," kata Haryono Umar.
*****
Menurut Fahmi, jika pihak Nunun merasa tidak bersalah dalam kasus suap ini, seharusnya Nunun mau dengan sukarela datang ke KPK dan diperiksa. "Kalau dia tidak bersalah kenapa tidak mau diperiksa KPK, kenapa justru dia pergi. Kenapa tidak muncul dengan alasan sakit, kalau sakit minta KPK untuk bentuk tim dokter independen," ujarnya.
Politikus PDI Perjuangan, Pramono Anung, mengatakan hal senada. Menurut dia, KPK harus segera memastikan kondisi kesehatan saksi kasus suap pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia itu.
"Sebenarnya saya yakin banyak elite dan para politisi mengetahui hal ini bahwa tidak mungkin Ibu Nunun itu tiba-tiba menjadi pelupa. Kan kita tahu dulu Ibu Nunun salah satu sosialita yang selalu tampil di acara-acara yang bersifat terbuka kok tiba-tiba menjadi lupa," kata Pramono.
Menurut Pramono, hal ini kemudian menjadi tugas dari KPK untuk mencari tahu tentang penyakit yang diidap Nunun. "Kalau KPK tidak tahu menurut saya, ya...harus tahu. karena KPK diberikan peralatan untuk mengetahui itu. Dan kalau ini sungguh-sungguh mau dikejar dan diselidiki pasti dengan gampang akan diketahui," ujar Wakil Ketua DPR itu.
Menurut Pramono, kasus ini merupakan ujian bagi KPK. Lembaga tersebut, dia melanjutkan, tidak dapat bermain-main dalam menyelidiki kasus yang sudah menarik perhatian publik itu.
Keberadaan Nunun sampai saat ini masih belum diketahui. Namun, Imigrasi mencatat Nunun sudah berada di luar negeri sejak 23 Februari 2010. "Pada catatan kami, Nunun terakhir pergi keluar negeri pada 23 Februari 2010. Dia berangkat ke Singapura," kata juru bicara Keimigrasian kementerian Hukum dan HAM, M Barimbing.
Setelah Nunun ke luar negeri itu, sambungnya, Imigrasi baru menerima surat permohonan cegah untuk yang bersangkutan. Mengenai informasi Nunun ada di Thailand, Barimbing mengungkapkan Imigrasi Jakarta tidak menerima informasi ini. "Memang sistem Imigrasi kita ini tidak online. Jadi, kami tidak dapat informasi dari keimigrasian di Singapura dan Thailand soal keberadaan Nunun," jelasnya.
Hingga hari ini, kata dia, Imigrasi Indonesia belum melacak keberadaan Nunun di tanah air. "KPK memang sudah meminta jika yang bersangkutan masuk ke Indonesia, paspornya ditahan."
DPR: Tidak Logis KPK Tak Tahu Nasib Nunun
Meski sudah menahan 25 anggota DPR periode 1999-2004, KPK belum menyentuh si pemberi suap.
Selasa, 8 Februari 2011, 17:44 WIB
Politisi Golkar, Priyo Budi Santoso
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai belum mampu menjawab pertanyaan publik dalam tiga kasus besar, yakni skandal Bank Century, mafia pajak Gayus Tambunan, dan suap cek pelawat anggota DPR.
"Century makin lama makin tidak jelas ketika ditangani KPK," kata Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso di Gedung DPR, Selasa 8 Februari 2011.
Nasib yang sama juga terjadi dalam penanganan kasus mafia pajak Gayus Tambunan. DPR, kata Priyo, terkejut dengan pernyataan Menteri Keuangan bahwa sampai sekarang mereka belum dimintai data 151 perusahaan yang terkait Gayus oleh KPK. "Ini berita yang sangat memukul kita bersama," kata dia.
Sedangkan mengenai kasus cek pelawat, meski sudah menahan 25 anggota DPR periode 1999-2004, KPK belum menyentuh si pemberi suap. "Ini mengecewakan kita karena terjadi ketidakadilan. Sampai hari ini sumber penyuap tidak jelas. Nggak logis, kenapa penyuapnya tidak ada, lalu yang disuap ada," kata Priyo.
Padahal, Priyo mengaku kekuasaan KPK untuk menangkap orang besar sekali. Bahkan, bisa mengetahui gerak-gerik semua target-targetnya. "Jadi aneh, kalau tidak mengetahui keberadaan si Ini... si Itu. Itu teoritik, saya tidak hanya bicara Nunun (saksi kasus suap cek pelawat Nunun Nurbaeti). Tapi, ini memang tidak masuk akal," ujarnya.
Nunun hingga kini tidak diketahui keberadaannya. Meski pihak pengacara dan keluarga meyakinkan Nunun sakit dan sedang berobat di Singapura, politisi senior Partai Golkar, Fahmi Idris meyakinkan Nunun ada di Bangkok, Thailand dan sehat wal'afiat. Ia mengaku memiliki bukti soal keberadaan Nunun.
Namun keluarga bersikukuh. Suami Nunun, mantan Wakapolri Komjen Pol (Purn) Adang Daradjatun mengatakan pernyataan Fahmi sebagai pembunuhan karakter terhadap istrinya. Bahkan, dalam jumpa pers pagi tadi, dokter yang menangani Nunun meyakinkan pasiennya benar-benar sakit dan cairan di kepalanya semakin menumpuk. Sang dokter juga meyakinkan untuk mengobati sakit lupa akutnya, Nunun disarankan banyak beraktivitas, termasuk jalan-jalan.
DPR: KPK Harus Periksa Nunun dan Miranda
"Tindakan KPK menahan sejumlah politisi prematur, karena penyuapnya belum ditemukan."
Selasa, 8 Februari 2011, 13:09 WIB
Miranda Swaray Goeltom
Anggota Komisi Hukum DPR, Gayus Lumbuun, kembali mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memeriksa Nunun Nurbaeti dan Miranda Swaray Goeltom.
Keterangan keduanya dinilai penting dalam kasus aliran cek pelawat saat pemilihan Deputi Gubernur Bank Indonesia yang dimenangi Miranda pada tahun 2004.
"KPK jangan tebang pilih. Ibu Nunun dan Miranda harus diperiksa dan dimintai keterangan supaya ada kejelasan, apakah benar ada pemberian suap atau tidak," kata Gayus kepada VIVAnews.com, Selasa 8 Februari 2011.
Bila perlu, tambah Gayus, Nunun dan Miranda tidak perlu ditahan karena tahanan hanyalah instrumen untuk mempermudah penyidikan. "Yang penting itu keterangan mereka."
Politisi PDIP itu menyatakan, dalam ketentuan hukum apapun, pemberi suap perlu diperiksa terlebih dahulu daripada penerima suap. "Jadi tindakan KPK [yang menahan sejumlah politisi tersangka penerima suap] adalah prematur, karena penyuapnya belum ditemukan," tandas Gayus.
Sebelumnya, politisi senior Golkar Fahmi Idris menyatakan bahwa Nunun kini tinggal di Bangkok, Thailand, dalam keadaan sehat walafiat. Namun suami Nunun, mantan Wakapolri Komjen Pol (purn) Adang Daradjatun, dan dokter pribadi, Andreas Harry, menolak mengkonfirmasi keberadaan yang bersangkutan.
Andreas hanya mengatakan, Nunun masih menderita lupa akut sehingga dianjurkan untuk beraktivitas. Sementara itu, Miranda menolak berkomentar tentang kasus suap itu. "No Comment. Masih banyak berita yang lebih menarik," ujarnya ringan saat menghadiri sebuah acara seminar di Hotel Dharmawangsa, hari ini.
Menanggapi hal itu, Wakil Ketua DPR, Pramono Anung, juga meminta KPK bertindak tegas dan segera memeriksa Nunun dan Miranda. Menurutnya, tidak mungkin KPK tidak tahu apa-apa. "Dan tidak mungkin Nunun tiba-tiba lupa."
Fokus
Pramono Ragu Nunun Sakit Lupa Ingatan
"Kalau KPK tidak tahu, ya harus tahu karena KPK diberikan peralatan untuk mengetahuinya."
Selasa, 8 Februari 2011, 12:54 WIB
Pramono Anung
Politikus PDI Perjuangan, Pramono Anung, menyangsikan Nunun Nurbaeti menderita sakit lupa. Pramono pun meminta KPK harus segera memastikan kondisi kesehatan saksi kasus suap pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia itu.
"Sebenarnya saya yakin banyak elite dan para politisi mengetahui hal ini bahwa tidak mungkin Ibu Nunun itu tiba-tiba menjadi pelupa. Kan kita tahu dulu Ibu Nunun salah satu sosialita yang selalu tampil di acara-acara yang bersifat terbuka kok tiba-tiba menjadi lupa," kata Pramono di Gedung DPR, Jakarta, Selasa 8 Februari 2011.
Menurut Pramono, hal ini kemudian menjadi tugas dari KPK untuk mencari tahu tentang penyakit yang diidap Nunun. "Kalau KPK tidak tahu menurut saya ya harus tahu karena KPK diberikan peralatan untuk mengetahui itu. Dan kalau ini sungguh-sungguh mau dikejar dan diselidiki pasti dengan gampang akan diketahui," ujar Wakil Ketua DPR itu.
Menurut Pramono, kasus ini merupakan ujian bagi KPK. Komisi juga tidak dapat bermain-main dalam menyelidiki kasus yang sudah menarik perhatian publik itu.
Mengenai kondisi Nunun, dokter pribadinya, dr Andreas Harry, menegaskan pasiennya masih sakit. Menurut dia, ada gumpalan cairan di kepala Nunun dan kini makin bertambah. Akibat terburuk, Nunun bisa kena stroke lagi. Serangan stroke terakhir, kata dia, pernah menimpa Nunun pada 2006. Sejak itu, Nunun dia sebut menderita lupa akut.
Dr. Andreas, yang berpraktik di Rumah Sakit Gading Pluit, menjelaskan bahwa penyakit Nunun bukan pada faktor fisik, melainkan menyangkut post-stroke amnesia. "Jalan-jalan dia bisa, bahkan dianjurkan untuk melakukan aktivitas," jelas dia.
Keterlibatan Nunun dalam kasus suap pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia ini ditegaskan Majelis Hakim Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi. Majelis menyatakan bahwa cek pelawat yang diterima Dudhie Makmun Murod cs berasal dari Komisaris PT Wahana Esa Sejati, Nunun Nurbaeti Daradjatun.
Pernyataan majelis hakim ini tertuang dalam pertimbangan vonis untuk Dudhie terkait kasus saat Pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) tahun 2004.
Salah satu anggota hakim, Slamet Subagio membacakan bahwa pada Juni 2004 sekitar pukul 10.00-11.00 WIB ada percakapan antara Nunun dan stafnya, Ahmad Hakim Safari atau Arie Malang Judo.
Meski Nunun tidak bisa dihadirkan dalam sidang untuk mengonfirmasi percakapan ini, menurut Slamet, percakapan ini sudah dibenarkan oleh saksi Arie Malang Judo.
Dalam kasus ini, sebanyak 30 anggota Komisi Keuangan DPR periode 1999-2004 sudah dijerat KPK. Sebanyak 4 tersangka sudah divonis dengan hukuman beragam.
Terakhir, KPK menetapkan 26 tersangka penerima cek pelawat usai pemilihan DGS BI yang dimenangkan Miranda Swaray Goeltom itu. Dari 26 tersangka, sebanyak 14 orang berasal dari PDI Perjuangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar