JAMBI EKSPRES:
Pembakaran 3 Gereja di Malaysia "Sayangnya Malaysia Tak Punya Figur Gus Dur" Jika Gus Dur masih hidup, dia pasti akan berkomentar, 'gitu aja kok repot." Sabtu, 9 Januari 2010, 09:00
WIB Elin Yunita Kristanti
Foto Gus Dur - Abdurrahman Wahid
Karena berebut kata 'Allah', tiga gereja di Malaysia dilempari bom-bom molotov oleh pihak-pihak yang tak bertanggung jawab, Jumat 8 Januari 2010. Negeri jiran sedang bergolak.
Kolumnis asal Malaysia, Karim Raslan, menghubungkan peristiwa memprihatinkan di negerinya dengan wafatnya Abdurrahman Wahid alias Gus Dur. Lho , apa hubungannya?
Seperti dimuat laman The Malaysian Insider , Karim menilai apa yang terjadi di Malaysia adalah topik yang sangat dimengerti oleh Gus Dur.
Meski tak bisa melihat dan harus menggunakan kursi roda, Gus Dur memiliki pandangan yang progresif dan pemahaman intuitif terhadap isu seperti ini - baik di sisi agama maupun kenegaraan.
Jika Gus Dur masih hidup, dia pasti akan mengomentari kejadian di Malaysia dengan celetukan khasnya, ' gitu aja kok repot.' Kalimat itu terdengar remeh, tapi justru menunjukan ketajaman akal dan kebijaksaan Gus Dur.
Kata Karim Raslan, senadainya Malaysia punya tokoh seperti Gus Dur, yang kaya humor dan pikiran terbuka, amarah kelompok-kelompok konservatif bisa mencair.
Diceritakan Karim, penghargaan Gus Dur atas situasi plural dan multikultural tergambar jelas saat pemakamannya. Tak hanya kaum muslim yang menangis, semua umat beragama pun berduka dan merasa kehilangan figus Bapak.
Gus Dur adalah contoh bahwa seorang figur ulama tradisonal dengan pikiran yang terbuka - bisa menjadi ikon demokasi dan pemersatu umat beragama.
Kata Karim, Malaysia butuh figur Gus Dur. Tapi, "saat kita setengah mati mengharapkan figur ulama yang yang berpikiran terbuka dan dinamis, sebersit tanya timbul, siapkah mereka, para ulama, memimpin dan mengatur masyarakat modern saat ini?"
Kejadian pembakaran gereja tak seharusnya terjadi. "Menurut saya sebagai negara mayoritas muslim, Malaysia tak seharusnya terguncang hanya karena isu ini. Kita harus mengenyahkan rasa takut dan lebih percaya diri," kata Karim.
Tiga gereja yang diserang di Malaysia adalah Metro Tabernacle Church, Assumption Church, dan Life Chapel, yang semuanya terletak di pinggir kota Kuala Lumpur.
Tidak dilaporkan adanya korban dalam peristiwa itu. Di semua gereja itu polisi menemukan bekas-bekas bom molotov.
Hingga kini belum ada pihak yang mengaku bertanggungjawab atas serangan itu. Insiden terjadi di tengah kontroversi boleh tidaknya kata "Allah" digunakan di kalangan non-Muslim di Malaysia.
Awal pekan ini, pemerintah mengajukan permohonan banding kepada Pengadilan Tinggi di Kuala Lumpur agar meninjau kembali keputusan sidang 31 Desember 2009. Saat itu pengadilan mengizinkan gereja dan umat Katolik menggunakan kata Allah dalam media penerbitan, literatur maupun saat ibadah.
Keputusan itu terkait dengan gugatan media mingguan Katolik, Herald, yang dilayangkan akhir 2007 setelah pemerintah melarang umat non-Muslim menggunakan kata Allah. Bagi pemerintah, penggunaan kata Allah di kalangan non Muslim dapat menimbulkan keresahan bagi umat Islam karena bisa dianggap memuja Tuhan umat Kristiani.
Sesuai dengan permintaan pemerintah, Pengadilan pun Rabu lalu memutuskan untuk menunda pemberlakukan keputusan sidang 31 Desember lalu hingga muncul vonis atas permohonan banding dari pemerintah.
Ratusan Orang Serbu Gereja
Mereka meminta ummat nasrani tidak lagi menggunakan rumah tinggal sebagai gereja.
Minggu, 7 Februari 2010, 16:52 WIB
Penyerangan Gereja di Malaysia : Gereja Metro Tabernacle
Sekitar 200an orang menyerbu rumah ibadah di Pondok Timur Indah, Bekasi. Mereka meminta ummat nasrani tidak lagi menggunakan rumah tinggal sebagai gereja.
Massa mulai mengepung sejak pukul 07.00 hingga 08.30. "Mereka mengatasnamakan penduduk sekitar, tapi saya lihat tidak hanya masyarakat sekitar. Saya tidak kenal mereka," kata pendeta Luspita Simanjuntak saat berbincang dengan VIVAnews, Minggu 7 Februari 2010.
Luspita mengatakan, konflik masyarakat sekitar dengan jemaat yang ia pimpin sudah terjadi sejak 19 tahun lalu. Rumah ibadah yang mereka gunakan selalu jadi sengketa. Puncaknya pada 2004, saat mereka mendirikan bangunan, paginya dirobohkan warga.
"Kami mendirikan bangunan di tanah kami yang akan digunakan sebagai gereja," katanya.
Dia mengakui bila tempat ibadah yang ia gunakan tidak memiliki izin. Namun bukan tanpa usaha, Luspita dan jemaatnya sudah mengajukan izin pembangunan gereja pada tanah itu. "Kami sudah mendapat tanda tangan 200 warga," katanya. "Tapi setelah dibangun pada 2004, malah dirobohkan."
Sedangkan pada rumah ibadah yang diprotes sekarang, yang tepatnya berada di Jalan Puyuh, Pondah Timur Indah ini, menurut Luspita, baru digunakan sejak tiga tahun lalu. "Jadi sampai sekarang belum ada izin."
Akibat kejadian ini, sekitar ratusan jemaat tidak bisa beribadah di tempat itu.
Lagi, Gereja di Malaysia Diserang
Lemparan bom meleset sehingga tidak mengenai jendela yang terbuat dari kaca.
Sabtu, 9 Januari 2010, 17:32 WIB
Lokasi gereja Metro Tabernacle Church di pinggir kota Kuala Lumpur
Satu lagi gereja di Malaysia diserang, Sabtu 9 Januari 2010. Uskup Philip Loke mengatakan, dua bom dilempar ke gereja Lutheran Domba Allah di Petaling Jaya pada Sabtu pagi waktu setempat.
Untungnya, lemparan bom meleset sehingga tidak mengenai jendela yang terbuat dari kaca melainkan mengenai dinding gereja.
Peristiwa ini terjadi di tengah perselisihan di antara penduduk Malaysia terkait penggunaan kata "Allah" oleh umat non muslim. Kemarin, tiga gereja juga diserang.
Uskup Loke mengatakan, umat gereja Lutheran menemukan dua kerusakan akibat terbakar di dinding bangunan siang hari tadi. Mereka juga menemukan serpihan kaca di lantai. Menurut Uskup Loke, tidak ada kerusakan parah yang ditimbulkan.
Banyak umat muslim di Malaysia yang geram atas keputusan pengadilan pada 31 Desember lalu untuk mencabut larangan penggunaan kata "Allah" oleh umat non muslim. Keputusan itu kini sedang ditinjau kembali.
PM Malaysia Kecam Penyerangan 3 Gereja
Kalangan pejabat menganggap serangan atas tiga gereja itu sebagai perbuatan pengecut
Jum'at, 8 Januari 2010, 14:13 WIB
Lokasi gereja Metro Tabernacle Church di pinggir kota Kuala Lumpur
Perdana Menteri Malaysia, Najib Tun Razak, mengecam pembakaran tiga gereja di pinggir kota Kuala Lumpur, Jumat dini hari. Dia juga meminta masyarakat untuk tidak langsung menuduh pihak-pihak yang bertanggungjawab atas insiden itu.
Harian The Star mengungkapkan bahwa Najib mengaku memberi perhatian serius atas penyerangan tiga gereja itu. Menurut dia aksi-aksi kekerasan demikian dapat merusak kerukunan antar umat.
"Kita tidak boleh membiarkan perdamaian dan rasa saling pengertian diantara rakyat Malaysia yang berasal dari berbagai etnis dan kepercayaan diancam oleh pihak-pihak manapun," kata Najib.
Maka, dia memerintahkan Kepala Kepolisian Malaysia, Inspektur Jenderal Musa Hassan untuk memperketat keamanan dan pengawasan di tempat-tempat ibadah.
Menteri Besar (pejabat setingkat gubernur) negara bagian Selangor, Khalid Ibrahim, mengecam serangan atas tiga gereja. Dia menyebut insiden itu sebagai perbuatan pengecut.
"Saya meminta polisi untuk memberikan perlindungan kepada semua gereja dan melancarkan investigasi atas serangan itu," kata Khalid saat meninjau gedung Gereja Assumption Church yang dirusak kelompok tak dikenal.
Dia juga bersyukur bahwa pihak gereja tidak langsung memberikan reaksi yang emosional atas penyerangan tempat ibadah mereka.
Pihak keamanan mengungkapkan bahwa tiga gereja yang diserang itu adalah Metro Tabernacle Church, Assumption Church, dan Life Chapel, yang semuanya terletak di pinggir kota Kuala Lumpur.
Tidak dilaporkan adanya korban dalam peristiwa itu. Di semua gereja itu polisi menemukan bekas-bekas bom molotov.
Hingga kini belum ada pihak yang mengaku bertanggungjawab atas serangan itu. Insiden terjadi di tengah kontroversi boleh tidaknya kata "Allah" digunakan di kalangan non-Muslim di Malaysia.
Awal pekan ini, pemerintah mengajukan permohonan banding kepada Pengadilan Tinggi di Kuala Lumpur agar meninjau kembali keputusan sidang 31 Desember 2009. Saat itu pengadilan mengizinkan gereja dan umat Katolik menggunakan kata Allah dalam media penerbitan, literatur maupun saat ibadah.
Keputusan itu terkait dengan gugatan media mingguan Katolik, Herald, yang dilayangkan akhir 2007 setelah pemerintah melarang umat non-Muslim menggunakan kata Allah. Bagi pemerintah, penggunaan kata Allah di kalangan non Muslim dapat menimbulkan keresahan bagi umat Islam karena bisa dianggap memuja Tuhan umat Kristiani.
Sesuai dengan permintaan pemerintah, Pengadilan pun Rabu lalu memutuskan untuk menunda pemberlakukan keputusan sidang 31 Desember lalu hingga muncul vonis atas permohonan banding dari pemerintah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar