Laman

Senin, 20 September 2010

INDONESIA TANAH AIR KU

JAMBI EKSPRES:


(Kapan?) Indonesia Bangkit

Tentu kita masih ingat tayangan Negeri Impian Republik BBM (Baru Bisa Mimpi), acara parodi politik yang ditayangkan salah satu stasiun televisi swasta kita beberapa waktu lalu. Meski cukup diminati oleh banyak pemirsa televisi, usia tayangan acara tersebut ternyata tidak berlangsung lama. Baru seumur jagung, tayangan acara tersebut sudah langsung dihentikan. Pasalnya bisa ditebak, acara tersebut (dianggap) sudah terlalu berlebihan dalam mengkritisi setiap kebijakan pemerintah.

Terlepas dari ada atau tidak adanya lagi acara parodi politik yang sebenarnya cukup mendidik tersebut, tentu kita semua sepakat bahwa setiap elemen bangsa ini masih memiliki kerinduan yang sama demi terciptanya negeri impian yang hingga kini barangkali masih sebatas mimpi. Negeri sejahtera gemah ripah loh jinawi, negeri yang aman, negeri yang bebas dari korupsi, dan masih banyak impian-impian lainnya. Usia kemerdekaan lebih dari 64 tahun sudah kita nikmati. Era reformasi pun sudah kita alami bersama lebih dari 10 tahun. Ironisnya, visi kebangsaan sebagaimana yang termaktub dalam Pembukaan UUD 1945 ternyata belum bisa kita capai.

Angka kemiskinan masih sangat tinggi. Data resmi BPS (Badan Pusat Statistik) melansir angka kemiskinan di negeri ini sudah lebih dari 35 juta jiwa. Sementara jika menggunakan data World Bank (Bank Dunia) yang menggunakan indikator penghasilan 2 dollar per hari, jumlah penduduk miskin di Indonesia sudah mencapai 100 juta jiwa (setara dengan 49,5 persen dari total penduduk Indonesia). Angka pengangguran terus meningkat, tingkat kriminalitas pun tidak kunjung menurun. Indeks prestasi korupsi negara kita juga masih sangat memprihatinkan. Hingga kini, Indonesia masih tetap “setia” berada pada jajaran negara paling korup di dunia.

Belakangan, persoalan semakin bertambah karena memudarnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Menurut hemat saya, pemerintah saat ini sudah diambang krisis kepercayaan (delegitimasi) dari rakyatnya sendiri. Indikasinya bisa kita lihat bersama. Kebijakan pemerintah acapkali mendapat penolakan masyarakat. Program pemerintah dianggap tidak memihak kepada rakyat. Opini pemerintah “bentrok” dengan opini publik. Contohnya cukup banyak. Keputusan kepolisian dan kejaksaan sebagai lembaga resmi penegak hukum di negeri ini menahan Bibit-Chandra terpaksa harus dianulir karena demikian hebatnya tuntutan dari masyarakat baik melalui aksi di jalanan, maupun aksi di dunia maya melalui situs jejaring sosial facebook. UU BHP (Badan Hukum Pendidikan) yang sudah disahkan oleh pemerintah akhir tahun lalu, baru-baru ini pun harus dicabut kembali karena mendapat penolakan yang sangat hebat dari banyak pihak. Tokoh ekonomi kebanggaan negeri dan sudah diakui oleh dunia internasional, Sri Mulyani, terpaksa harus “dipensiun dini” dari jabatannya sebagai Menteri Keuangan karena desakan masyarakat terkait pengusutan kasus bank Century.

Keteladanan

Berbagai persoalan yang tidak kunjung selesai lantas menimbulkan pertanyaan besar bagi kita semua. Kapan bangsa kita akan bangkit? Atau, masih mampukah bangsa kita bangkit dari keterpurukan? Tentu, kita semua harus terus berharap serta dengan optimis menjawab, bangsa kita masih bisa bangkit. Karena kalau kita sudah berhenti berharap, sebenarnya sudah tidak ada lagi gunanya kita hidup termasuk di negeri ini. Harapan agar bangsa ini bisa bangkit seharusnya masih dan harus terus ada di hati setiap elemen bangsa ini.

Keteladanan para founding fathers (pendiri bangsa) ini tentu menjadi penting untuk direnungkan kembali terutama pada momen memperingati Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas) saat ini. Ketika bangsa ini masih berada dalam cengkraman penjajah, para pendiri bangsa tidak pernah surut semangat dan upayanya untuk menghadirkan kemerdekaan di bumi pertiwi. Berbagai upaya dilakukan. Perjuangan dan pengorbanan bahkan sampai titik darah penghabisan dilakukan. Sekat perbedaan (suku, agama, ras) sejenak “disingkirkan” demi mencapai tujuan bersama; Indonesia Merdeka. Ternyata perjuangan mereka berhasil. Alam kemerdekaan yang kita nikmati saat ini adalah buktinya.

Para pemimpin di negeri ini sudah selayaknya mewarisi serta melanjutkan keteladanan yang sudah diwariskan oleh para pendiri bangsa. Soekarno dengan segala kelemahan yang dimiliki, tetaplah merupakan seorang proklamator bangsa, pemimpin karismatik yang tidak mau tunduk pada kepentingan asing. Ucapan-ucapannya mampu membuat lutut para penjajah bergetar hebat. Bagaimana tidak? Dialah yang mengucapkan, “Amerika kita seterika, Inggris kita linggis”, bahkan ada juga ucapan “Ganyang Malaysia” saat Indonesia sedang bersengketa dengan negeri jiran tersebut. Pemimpin berani, tegas, dan tidak menghamba pada kekuatan asing semacam Soekarno tentu masih sangat kita dambakan hingga kini.

Sementara, sosok jujur dan bersahaja seperti Hoegeng Iman Santosa (mantan Kapolri) juga harus diteladani oleh para pemimpin di negeri ini agar tidak terjebak dalam rantai pidana korupsi. Hoegeng semasa hidupnya selalu mengutamakan pengabdian kepada bangsa diatas segala-galanya. Dia tidak mau menerima uang suap. Dia juga dikenang sangat berani mengungkap kasus-kasus besar yang melibatkan para pejabat negara meski kemudian berdampak pada pencopotan jabatannya sebagai Kapolri. Lalu ada sosok Abdurahman Wahid (Gus Dur), tokoh bangsa yang sering disebut sebagai “guru bangsa”. Sikapnya yang melindungi semua pihak dan golongan tanpa melihat perbedaan agama, suku, dan kepercayaan senantiasa dirindukan oleh bangsa ini demi mencegah terjadinya disintegrasi (perpecahan) bangsa.

Beberapa nama yang disampaikan penulis tentu masih terlalu sedikit. Negeri ini masih memiliki banyak tokoh yang bisa dijadikan teladan. Maka, penting bagi kita (termasuk pemerintah) untuk terus menggali teladan-teladan tokoh yang pernah ada di negeri ini. Keteladanan itu pula yang akan memandu watak, perilaku, serta sikap kita semua untuk memajukan bangsa ini dan menjadi negeri impian sebagaimana yang kita cita-citakan bersama. Sehingga, negeri impian yang kita rindukan itu pun tidak hanya sekedar mimpi. Semoga.(*)

*Penulis adalah PNS Kantor BPDAS Kabupaten Batanghari

Tidak ada komentar:

Posting Komentar