JAMBI EKSPRES:
MUI: Jangan Hanya Ormas Agama Dibubarkan
Polisi memblokade jalan di depan PN Temanggung, mengantisipasi meluasnya kerusuhan, Selasa (8/2/2011).
Ketua Bidang Kerukunan Umat Beragama Majelis Ulama Indonesia (MUI) Slamet Effendy Yusuf, mendukung pernyataan tegas Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk membubarkan ormas-ormas anarkis. Menurutnya, pembubaran sah-sah saja dilakukan asalkan sesuai dengan prosedur hukum yang benar dan teliti.
Slamet meminta pemerintah benar-benar memperhitungkan dengan teliti mana ormas anarkis yang akan dibubarkan. "Harus ada penelitian sungguh-sungguh tentang organisasi anarkis itu. Jangan pernah hanya ditujukan kepada satu jenis organisasi kemasyarakatan, misalnya organisasi agama. Tapi organisasi pemuda kan juga bisa anarkis. Organisasi preman. Enggak boleh (pilih-pilih), harus semuanya. Ini kan kecurigaannya untuk mem-blame salah satu pihak saja," katanya usai berdialog dengan DPD RI dan tokoh agama lainnya di Gedung DPR RI, Jumat (11/2/2011).
Slamet mengatakan, pemerintah memang perlu bersikap tegas namun harus melalui prosedur yang benar, misalnya memiliki verifikasi yang tepat terhadap ormas yang akan dibubarkan. Dengan demikian, pembubaran tak hanya bersifat sentimen kepada organisasi keagamaan saja.
Secara khusus, Slamet enggan mengomentari salah satu ormas yang selama ini disebut-sebut sebagai salah satu ormas anarkis. Menurutnya pula, pemerintah tentu akan menggunakan UU No 8 Tahun 1985 tentang organisasi kemasyarakatan sebagai dasar hukum pembubaran ormas anarkis.
Namun, dalam menggunakan perangkat perundangan ini, pemerintah harus menyadari bahwa UU ini adalah salah satu UU yang berasal dari rezim Orde Baru yang bersifat otoritarian. Oleh karena itu, pemerintah harusnya menempuh langkah-langkah demokratis agar terhindar dari dampak-dampak psikologis rezim otoritarian dari implementasi UU tersebut.
Salah satunya, lanjut Slamet, bisa dilakukan dengan menggunakan putusan pengadilan terlebih dahulu atau meminta fatwa Mahkamah Agung. "Menurut UU ini kan pemerintah berhak membubarkan, tapi coba lihat UU Kepartaian, enggak boleh, harus melalui pengadilan. Partai harus ke Mahkamah Konstitusi. Oleh karena itu, kalau pemerintah mau menggunakan UU ini, saya anjurkan supaya minta fatwa kepada MA atau mengajukan, bertanya ke pengadilan dulu. Sebab kalau tidak, kita akan kembali ke masa otoritarian," katanya.
Lagi, 24 Warga Diperiksa Soal Temanggung
Penulis: Regina Rukmorini | Editor: Glori K. Wadrianto
Petugas gereja berupaya memadamkan api yang menghanguskan mobil-mobil yang terdapat di areal parkir Gereja Pantekosta di Indonesia di Temanggung, Jawa Tengah, Selasa (8/2/2011).
Sebanyak 24 warga Desa Sigedang, Kecamatan Tretep, Kabupaten Temanggung, diperiksa sebagai saksi dalam kasus kerusuhan massa di Kabupaten Temanggung.
Dengan penambahan 24 orang ini, maka jumlah saksi yang telah diperiksa telah mencapai lebih dari 30 orang. Kepala Desa Sigedang Jariyah, mengatakan 24 warganya itu dijemput polisi langsung dari rumahnya masinng-masing pada pukul 05.30 WIB. Sebanyak 24 orang itu adalah pemuda-pemuda desa yang berumur 15-24 tahun.
Menurut Jariyah, sebelum sidang penistaan agama digelar, Selasa (8/1/2011) lalu, para pemuda tersebut diminta oleh Kyai Syiabudin, ulama yang sering mengadakan kegiatan pengajian di Desa Sigedang, untuk menonton sidang. "Namun, apakah mereka akhirnya terlibat dalam tindak pengrusakan atau tidak, saya pun tidak tahu," ujarnya singkat.
Kapolda Jateng Juga Harus Dicopot?
Kepala Polda Jawa Tengah Irjen Edward Aritonang
Setelah mencopot Kepala Polda Banten Brigjen (Pol) Agus Kusnadi, Direktur Intelkam Polda Banten Komisaris Besar Adityawarman, dan Kapolres Pandeglang Ajun Komisaris Besar Fauzy Rasyad, Kapolri Jenderal Timur Pradopo didorong segera mencopot Kepala Polda Jawa Tengah Irjen Edward Aritonang dan Kapolres Temanggung Ajun Komisaris Besar Anthony Agustinus Koylal.
Pencopotan satu perwira tinggi dan dua perwira menengah di lingkungan Polda Banten tersebut dilakukan menyusul terjadinya insiden penganiayaan warga Ahmadiyah di Cikeusik, Pandeglang, Banten, yang menyebabkan tewasnya tiga orang.
Hingga saat ini, Irjen Edward Aritonang masih menjabat sebagai Kapolda Jawa Tengah kendati telah terjadi insiden perusakan dan pembakaran rumah ibadah dan sekolah di Temanggung beberapa waktu lalu. Sejumlah pihak menilai, kepolisian seharusnya dapat mencegah insiden tersebut.
"Kapolri harus bertindak adil. Masalah di Temanggung dan di Banten sama. Ada kesalahan strategi dan taktik pengamanan. Akibatnya, massa berani merusak gereja. Jadi, jangan sampai menimbulkan ketidakadilan," kata pengamat kepolisian Bambang Widodo Umar kepada Kompas.com, Jumat (11/2/2011).
Sementara itu, Ketua Presidium Indonesia Police Watch Neta S Pane menilai pencopotan Kapolda Jateng tak produktif. Kapolri cukup memberikan teguran keras kepada Kapolda Jateng. "Begitu insiden terjadi, Kapolda Jateng langsung mengerahkan pasukannya ke Temanggung. Dia cepat mengendalikan situasi," katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar