JAMBI EKSPRES:
Kamis, 27 Januari 2011 15:54
4 Masuk Rumah Sakit, 6 Sempat Diamankan
JAMBI - Aksi unjuk rasa puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Jambi, memprotes premanisme aparat terhadap rakyat di Polda Jambi, kemarin (25/1), berakhir bentrok dengan polisi. Massa yang berasal dari berbagai universitas di Kota Jambi itu terlibat adu fisik dengan polisi saat berusaha memasuki Mapolda Jambi. Akibatnya, empat mahasiswa terluka dan enam lagi yang dituding sebagai provokator, diamankan.
Empat mahasiswa yang terluka bernama Andri, Haryadi, Fahmi dan Habibi. Mereka mengalami luka-luka lecet di beberapa bagian tubuhnya akibat pukulan benda tumpul. Sedangkan enam mahasiswa yang diamankan, yakni Zainudin, Hamid, Ramadhan, Habidin, Nasrial dan Suryan. Namun, pukul 16.30, mereka dilepas.
Awalnya, aksi mahasiswa yang dimulai pukul 14.00 itu berlangsung damai. Mereka mendatangi Polda Jambi dengan tujuan mendesak agar laporan terkait penembakan petani yang dilakukan oknum Brimob di Desa Karang Mendapo, Sarolangun segera ditindaklanjuti. Mereka menilai polisi terkesan lamban dan menutup-nutupi proses hukum kasus penembakan tersebut.
Selain itu, mereka juga menuntut kapolri mencopot Brigjen Pol Bambang Suparsono sebagai Kapolda Jambi. Mereka menanggap Bambang Suparsono tak bertanggung jawab terhadap beberapa aksi kekerasan dan penembakan yang melibatkan aparat kepolisian. Kedatangan puluhan mahasiswa itu juga menuntut penyidik mempercepat proses hukum terhadap aparat yang melakukan tindakan kekerasan terhadap mahasiswa beberapa waktu lalu.
Setelah melakukan orasi di pintu gerbang Mapolda Jambi, mahasiswa berusaha merangsek masuk ke dalam. Namun, usaha mereka dihalang puluhan aparat kepolisian yang menjaga di dalam pintu gerbang. Akibatnya terjadilah aksi saling dorong.
Melihat situasi yang tak terkendali, polisi berusaha membubar paksa aksi mahasiswa. Mahasiswa tersinggung dan mulai menyerang. Baku pukul pun tak terelakkan. Saat itu, terjadi aksi kejar-kejaran antara polisi dengan mahasiswa.
Melihat polisi yang sudah beringas, puluhan mahasiswa itu bubar dan lari tunggang langgang. Polisi meluapkan kekesalannya dengan memberondong tendangan dan pukulan terhadap mahasiswa yang tertangkap. Akibatnya, sedikitnya empat mahasiswa mengalami luka-luka karena tendangan dan pukulan polisi. Enam orang yang dituding sebagai provokator juga diamankan. Bahkan tas milik salah seorang demonstran, Habibi yang berisi uang Rp 3,2 juta dan HP Nokia, sempat hilang, meskipun berhasil ditemukan.
Keributan sempat mereda sesaat. Namun kembali pecah lagi saat setelah mahasiswa yang tercerai berai melakukan konsolidasi. Mahasiswa yang dipenuhi amarah kembali mendatangi Mapolda Jambi. Kali ini, isu yang mereka angkat berubah.
Kedatangan mereka untuk kali keduanya ini bukan lagi meminta penjelasan terkait kasus penembakan Brimob terhadap petani, tapi menuntut enam rekannya yang ditangkap akhirnya dilepaskan. Mereka kembali berorasi dan berusaha menerobos blokade aparat. Polisi tetap tidak memperbolehkan mahasiswa masuk. Akhirnya, mahasiswa membubarkan diri setelah enam rekannya dibebaskan di ruang SPK Polda Jambi.
“Kejadian ini menunjukkan sikap arogansinya polisi. Motto polisi sebagai pengayom dan pelindung rakyat hanya omong kosong. Mahasiswa yang sudah tak berdaya, dipukuli habis-habisan. Silahkan teman-teman pers lihat sendiri. Inilah bentuk premanisme aparat penegak hukum,” kata Agus, salah seorang pendemo kepada sejumlah wartawan.
Agus menyayangkan tindakan represive aparat terhadap mahasiswa. Dalam pandangannya, polisi tak ubahnya seperti sampah. Ia tidak pernah menduga jika berakhir bentrok karena dirinya sedang melakukan langkah persuasif dan mempertanyakan perkembangan laporan masyarakat tentang aksi penembakan Brimob terhadap petani di Sarolangun.
“Saat kami melakukan negosiasi muncul seorang polisi yang memanas-manasi. Polisi itu menantang mahasiswa. Dan tiba-tiba saja sejumlah polisi mendatangi kerumunan mahasiswa dan terjadi aksi saling kejar antara anggota polisi dengan mahasiswa,” jelasnya.
Agus menyesalkan bentrokan tersebut, karena aparat kepolisian seharusnya melindungi mahasiswa. Tapi kenyataannya justru berbalik menjadi musuh demonstran.
“Saat ini empat mahasiswa korban pemukulan akan melakukan visum dan segera melaporkan tindakan pemukulan ini ke Propam Polda,” katanya.
Terpisah, Kapolda Jambi Brigjen Polisi Bambang Suparsono melalui Kabid Humas Polda Jambi AKBP Almansyah mengatakan, pihaknya terpaksa melakukan pembubaran terhadap aksi mahasiswa.
Menurutnya, aksi yang digelar mahasiswa telah melampaui batas dan melanggar etika. Selain itu, mahasiswa dinilainya telah melakukan pelecehan dan penghinaan terhadap institusi kepolisian.
“Mahasiswa memancing emosi anggota dengan melemparkan kata-kata kotor. Tindakan mereka sudah kelewatan dengan mencoba memanjat pagar Mapolda,” tegas Almansyah.
Terkait aksi pemukulan yang dilakukan anggotanya, Almansyah menegaskan hal itu terjadi secara spontan saja dan tidak ada instruksi. “Tidak, tidak ada instruksi melakukan pemukulan. Kami belum tahu persis siapa yang duluan melakukan pemukulan, apakah aparat polisi atau mahasiswa,” katanya.
Mengenai enam mahasiswa yang diamankan, Almansyah mengatakan mereka hanya dimintai keterangan saja. “Bukan ditangkap,” tandasnya.
Propam Periksa 27 Brimob
Pascatragedi penembakan enam petani di Desa Karang Mendapo, Kabupaten Sarolangun, Jambi, Sabtu (15/1) lalu, Bidang Profesi dan Pengamanan (Bid Propam) Polda telah memeriksa puluhan anggota Brimob yang dianggap bertanggung jawab dalam insiden tersebut. Namun, sampai kemarin (25/1), belum ada yang ditetapkan sebagai tersangka.
Kabid Propam Polda Jambi AKBP tedjo Dwikora, saat dikonfirmasi Jambi Independent di sela-sela aksi demonstrasi di Mapolda Jambi, kemarin (25/1), mengatakan mereka telah melakukan pemeriksaan terhadap 27 orang Brimob, tapi masih sebatas saksi. “Semuanya sudah lebih tiga puluhan yang kita periksa. Dua puluh tujuh orang di antaranya Brimob,” ujarnya.
Menurut Tedjo, pemeriksaan belum ada perkembangan karena masih tahap awal. Kabar yang beredar, Kapolres Sarolangun juga akan diperiksa. Tapi, ketika dikonfirmasi, Tedjo tidak membenarkan maupun membantahnya. “Yang jelas, selain Brimob, beberapa personel Polres Sarolangun yang terlibat dalam aksi bentrok itu juga akan dimintai keterangannya,” ujarnya.
Tedjo mengaku belum bisa memastikan apakah ada komando dari atas atau hanya diskresi polisi di lapangan. Meski demikian, dia menegaskan pada dasarnya polisi wajib menindak jika melihat ada pelanggaran, walau tanpa perintah komando sekalipun. “Belum ada pemeriksaan soal unsur komando. Belum bisa berandai-andai. Yang pasti, keberadaan anggota di sana sudah sesuai prosedur dan aturan,” tambahnya.
Tedjo menegaskan, mekanisme awal, Propam melakukan pemanggilan yang diikuti pemeriksaan. Tapi untuk berikutnya akan ada mekanime lanjutan. Setelah didapat tersangka dilanjutkan dengan pemeriksaan di depan sidang disiplin. Apabila terbuki dan diputuskan melanggar disiplin, hukuman ditetapkan dengan surat keputusan hukuman disiplin yang disampaikan kepada terhukum.
“Propam akan bertindak sebagai eksekutor hukuman itu,” katanya seraya menambahkan tragedi Karang Mendapo itu adalah salah satu hal yang tidak diharapkan.
Seperti diberitakan, enam petani Desa Karang Mendapo terluka akibat diberondong peluru karet oleh Satuan Brimob Polda Jambi, Sabtu (15/1) lalu. Insiden memilukan ini terjadi setelah puluhan Brimob mengamankan dua petani yang sedang mendodos sawit di area PT KDA, sebagai buntut konflik lahan antara warga dan pihak perusahaan.
Para korban penembakan menderita luka di bagian kaki, paha, perut, leher, dan muka. Mereka pun langsung dilarikan di Unit Gawat Darurat RSUD RM dan selanjutnya dipindahkan ke RSUD Abdul Manap Kota Jambi. Keenam korban adalah Nur alias Ujang, Munawir, Saiful, Agus, Fahmi dan Suhendri.
Terkait kasus ini, para korban sudah melapor ke bagian Reskrim dan Bid Propam Polda Jambi. Selain itu, mereka juga melapor ke Komnas HAM dan Kompolnas di Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar